Optimalisasi pajak sebagai kontributor terbesar APBN dapat mendorong keuangan negara agar bekerja maksimal untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Bisnis.com, JAKARTA — Optimalisasi pajak sebagai kontributor terbesar APBN dapat mendorong keuangan negara agar bekerja maksimal untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Reformasi perpajakan pun perlu didukung demi APBN yang lebih kuat.
Secara total, pemerintah memperkirakan penerimaan perpajakan secara total pada tahun 2024 ditargetkan senilai Rp2.309,9 triliun dalam APBN 2024, yang mengalami peningkatan dari target APBN 2023 senilai Rp2.021,2 triliun. Kebijakan perpajakan pada 2024 diarahkan untuk mendukung proses transformasi ekonomi agar terus berjalan di tengah berbagai tantangan.
Meskipun penerimaan perpajakan telah tumbuh tinggi, pemerintah tetap berupaya untuk memaksimalkan potensi penerimaan melalui reformasi perpajakan. Ikhtiar itu bukan barang baru, karena merupakan proses yang terus berkembang setiap waktu.
Reformasi pajak telah dimulai sejak 1983, ditandai dengan perubahan sistem pajak berupa official assessment menjadi self assessment. Setelah itu, perbaikan terus dilakukan baik dari sisi administrasi maupun regulasi.
Saat ini, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan sedang mengimplementasikan Reformasi Perpajakan Jilid III, yang dimulai sejak 2016.
Reformasi jilid III itu bertujuan untuk mengoptimalisasi penerimaan pajak dengan ditopang oleh lima pilar, yaitu penguatan organisasi, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), perbaikan proses bisnis, pembaruan sistem informasi dan basis data, serta penyempurnaan regulasi.
Hasil perubahan itu di antaranya tampak dalam bentuk Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Melalui UU HPP, Ditjen Pajak menyempurnakan beberapa regulasi perpajakan seperti integrasi nomor induk kependudukan (NIK) dengan nomor pokok wajib pajak (NPWP), perluasan bracket tarif Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi, dan pemberian penghasilan tidak kena pajak untuk UMKM.
Tidak hanya itu, Ditjen Pajak juga menata ulang perlakuan pajak atas natura, menyesuaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), mengatur PPN dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), hingga meluncurkan Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
Di sisi pengawasan, Ditjen Pajak juga telah melakukan reorganisasi dengan membentuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya baru dan KPP Pratama berbasis pengawasan strategis dan kewilayahan.
Reformasi Penerimaan dan Pelayanan
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan MasyarakatDirektorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Dwi Astutimenyatakan bahwa lembaganya merupakan organisasi yang dinamis, senantiasa bertumbuh mengikuti laju zaman, dan memperbaiki diri secara berkelanjutan.
Perubahan dan perbaikan merupakan kunci yang membuat Ditjen Pajak menjadi institusi andal dan sigap dalam melaksanakan tugas mengumpulkan penerimaan. Menurutnya, perubahan itulah yang disebut dengan Reformasi Perpajakan.
Dwi menjelaskan bahwa Reformasi Perpajakan dilakukan secara simultan, tidak hanya berorientasi ke dalam (internal Ditjen Pajak), tetapi juga eksternal. Artinya, reformasi tidak hanya tentang bagaimana Ditjen Pajak memenuhi target penerimaan, tetapi juga tentang meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak.
"Hal itulah yang kami coba susun dengan menetapkan 10 Business Direction dalam Core Tax Administration System [CTAS]. Business direction tersebut di antaranya, digitized and automated process, data and knowledge driven, risk-based compliance approach, serta omnichannel and borderless service," ujar Dwi.
Dengan adanya Reformasi Perpajakan, Dwi meyakini bahwa Ditjen Pajak termasuk institusi pemerintah yang paling maju dalam menerapkan teknologi informasi untuk menjawab kebutuhan zaman. Cara Ditjen Pajak berinteraksi dengan wajib pajak yang mengedepankan 3C (Click, Call, Counter) adalah salah satu bukti nyata bahwa lembaga tersebut sangat bersahabat dengan perkembangan teknologi informasi.
DJP terus berupaya memudahkan wajib pajak untuk mendapatkan akses layanan dan informasi perpajakan. Salah satu upaya tersebut adalah dengan mengimplementasikan dalam beberapa layanan perpajakan yang telah diluncurkan. Layanan terbaru tersebut diantaranya aplikasi Renjani (Relawan Pajak untuk Negeri), chat-bot dan WA-bot khusus UMKM, serta pengembangan akses informasi melalui pengembangan Web Edukasi Perpajakan.
Situs web edukasi perpajakan sebenarnya bukan sebuah situs web baru. Namun, karena materi dalam situs web yang sebelumnya masih terlalu tersegmentasi dan hanya berfokus pada pendidikan formal, Ditjen Pajak perlu melakukan pengkinian untuk menarik minat dan memudahkan wajib pajak menjelajahi situs web edukasi pajak.
Pada situs web tersebut ada enam modul utama program edukasi, yakni inklusi kesadaran pajak, aplikasi Renjani, ruang belajar pajak, anjangsana edukasi, kunjung perpustakaan DJP, dan modul business development service (BDS). Serta satu modul lainnya masih dikembangkan, yaitu modul anak usia dini.
Salah satu modul utama yang telah diluncurkan adalah aplikasi Renjani. Aplikasi ini menjadi wadah daring untuk menampung relawan pajak yang akan membantu DJP dalam mengedukasi wajib pajak atau calon wajib pajak. Di dalam aplikasi ini nantinya calon relawan pajak dapat mendaftarkan diri dan akan diberikan pelatihan khusus kerelawanan pajak.
Selain itu, aplikasi lain yang telah diluncurkan adalah chat-botDJP. Chat-bot ini adalah virtual assistant berbasis kecerdasan buatan yang dapat diakses melalui www.pajak.go.id. Virtual assistant yang diberi nama Fiska dan Fisko dapat digunakan secara mudah dan cepat dalam waktu 24 jam dan 7 hari dalam seminggu.
Fiska dan Fisko bisa digunakan untuk beberapa informasi utama, seperti NPWP, lupa EFIN, pelaporan SPT, pemadanan NIK-NPWP, dan lain-lain.
Untuk pertanyaan-pertanyaan yang lebih kompleks, wajib pajak juga tetap dapat terhubung dengan petugas live chat dengan mengetik 1500200 di kolom chat pada jam kerja.
Khusus untuk wajib pajak UMKM, Ditjen Pajak juga telah menyiapkan chat bot khusus UMKM. Chat bot ini akan dapat memberikan layanan informasi perpajakan daring untuk UMKM melalui media Whatsapp dengan nomor seluler 08115615008 yang dilakukan secara otomatis, tanpa melalui agen.
Beberapa informasi yang dapat diakses di antaranya, informasi NPWP, perubahan data, pajak penghasilan, UMKM dalam perpajakan, dan lain sebagainya. Fitur baru seperti chat bot dan live chat di pajak.go.id ini telah mengidentifikasi lebih dari 600 layanan administrasi DJP.
Reformasi Perpajakan Berperan Dukung Perekonomian
Ke depannya, peran pajak akan menjadi semakin strategis dalam mendukung kebijakan pemerintah di tengah kondisi nasional dan global yang penuh dinamika.
Indonesia telah menetapkan garis arah kebijakan nasional untuk menjaga perekonomian sebagai upper middle income country, bahkan mulai menyiapkan diri menuju high income country. Oleh karena itu, negara memerlukan sumber pendanaan lebih banyak yang harus dipenuhi melalui pengumpulan pajak secara berkesinambungan.
Meskipun Indonesia belum menjadi high income country, banyak perubahan besar dan signifikan yang telah dilakukan oleh Ditjen Pajak untuk meningkatkan layanan kepada wajib pajak khususnya dan seluruh masyarakat pada umumnya.
Selain itu, Kemenkeu juga telah menggulirkan beberapa kebijakan yang memberikan kemudahan kepada wajib pajak, antara lain pemberian restitusi bagi wajib pajak tertentu yang semakin dipercepat hanya melalui penelitian, penerbitan Surat Keterangan Bebas secara otomatis dengan prinsip trust and verify, serta pengaturan baru terkait natura yang lebih berkeadilan bagi pemberi kerja maupun bagi penerima penghasilan.
Pada pertengahan tahun 2024, Sistem Inti Administrasi Perpajakan/Core Tax Administration System (CTAS) akan diimplementasikan. Sistem inti ini mengubah sistem informasi DJP menjadi sistem informasi terintegrasi yang mencakup seluruh proses bisnis perpajakan berdasarkan basis data yang luas dan akurat.
CTAS tidak hanya berdampak pada sisi teknologi, tetapi juga pada semua pilar Reformasi Perpajakan. Meskipun pegawai DJP memegang peran penting dalam keberhasilan Reformasi Perpajakan, namun tak henti-hentinya DJP mengajak dan merangkul masyarakat agar mengambil bagian dalam mengawal reformasi yang sedang berlangsung untuk satu tujuan yang mulia bagi bangsa dan negara.
Implementasi CTAS tentunya membutuhkan dukungan besar dari berbagai pihak, termasuk dukungan pemerintah daerah sebagai mitra DJP dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pasalnya, tanpa didukung data dan informasi yang berkualitas serta interoperabilitas dengan sistem lain di luar DJP, CTAS tidak akan berfungsi maksimal.
Peran lembaga internasional pun tak kalah penting dalam proses reformasi perpajakan ini. DJP mendapatkan berbagai ilmu praktik perpajakan terbaik melalui kerja sama dengan OECD (Organization for Economic Cooperation and Development), ATO (Australian Taxation Office), GIZ (Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit), IBFD (Internationaal Belasting Documentatie Bureau), JICA (Japan International Cooperation Agency), AFD (Agence Française de Développement), NTA (National Tax Association), NTS (National Tax Service), dan Prospera.
CTAS pun menjadi hasil dari pembelajaran praktik terbaik yang telah dilakukan. Dengan CTAS, sistem informasi DJP akan menjadi sistem informasi terintegrasi yang mencakup seluruh proses bisnis perpajakan berdasarkan basis data yang luas dan akurat. Sehingga ke depannya, Indonesia akan memiliki sistem administrasi perpajakan yang setara dengan negara maju.
Selain itu, asosiasi pengusaha, seperti KADIN, HIPMI dan APINDO, dapat berperan dalam penyusunan kebijakan perpajakan. Dalam menyusun kebijakan, DJP Kementerian Keuangan memerlukan masukan agar kebijakan perpajakan yang akan diterbitkan tidak membebani masyarakat
Demikian pula dengan asosiasi konsultan pajak, seperti IKPI (Ikatan Konsultan Pajak Indonesia), P3KPI (Perkumpulan Praktisi dan Profesi Konsultan Pajak Indonesia), AKP2I (Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia), Perkoppi (Perkumpulan Konsultan Praktisi Perpajakan Indonesia), dan Pertapsi (Perkumpulan Tax Center dan Akademisi Pajak Indonesia) yang terus membantu DJP Kementerian Keuangan dalam menjelaskan kondisi langsung yang dialami masyarakat. [1]
Dalam rangka mewujudkan sistem perpajakan yang efektif dan efisien, DJP juga selalu berupaya melakukan peningkatan dalam berbagai aspek administrasi, aturan, dan praktik pemungutan pajak. Salah satu upaya perbaikan yang sedang dilakukan oleh DJP adalah implementasi penggunaan NIK sebagai NPWP sebagaimana diatur dalam UU HPP.
Melalui implementasi penggunaan NIK sebagai NPWP, terdapat berbagai manfaat dan nilai positif yang bisa didapatkan oleh para wajib pajak, seperti efisiensi administrasi, kemudahan identifikasi wajib pajak, peningkatan keakuratan data pajak, meningkatkan akses ke layanan publik, serta memudahkan pelaporan dan pembayaran pajak.