JAKARTA, KOMPAS — Sudah dibayar Rp 9,7 triliun, waktu pekerjaan diperpanjang selama 90 hari, disuntik dana lagi oleh pemerintah, proyek pembangunan menara base transceiver station atau BTS 4G yang seharusnya selesai di akhir 2021 ternyata belum selesai sampai kasus itu disidangkan. Majelis hakim menyebut penyedia jasa proyek ini hanya modal nekat.

Hal itu terungkap dalam sidang dengan agenda pemeriksaan saksi terhadap terdakwa Johnny G Plate, Anang Achmad Latif dan Yohan Suryanto, Selasa (10/8/2023) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Fatzal Hendrik dengan didampingi Riyanto Adam Pontoh dan Ida Ayu sebagai hakim anggota.

Jaksa menghadirkan dua saksi, yakni Elvano Hatorangan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bakti Kementerian Kominfo dan Bambang Noegroho selaku Direktur Infrastruktur Bakti Kementerian Kominfo. Adapun Johnny, Anang, dan Yohan dihadirkan di persidangan.

Dari pemeriksaan tersebut, Elvano menyebut bahwa proses prakualifikasi proyek pembangunan menara BTS untuk 4.200 lokasi diikuti lebih dari 10 perusahaan dan konsorsium. Kemudian, ketika proses berlanjut ke lelang, seluruh perusahaan yang mengikuti lelang turut mendapatkan pekerjaan di dalam lima paket proyek yang dilelang.

Terdakwa bekas Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate (tengah) menjalani sidang kasus dugaan korupsi pembangunan menara BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (1/8/2023).

KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA

Terdakwa bekas Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate (tengah) menjalani sidang kasus dugaan korupsi pembangunan menara BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (1/8/2023).

Mereka adalah konsorsium Fiber Home, PT Telkominfra, dan PT Multi Trans Data (MTD) sebagai pemenang untuk paket 1 dan 2; konsorsium PT Lintas Arta, PT Huawei, dan PT Surya Energy Indotama untuk paket 3; dan terakhir konsorsium PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera dan PT ZTE Indonesia paket 4 dan 5. ”Karena semua mendapatkan paket (pekerjaan), berarti tidak ada yang kalah,” kata Elvano.

Ketika kontrak baru ditandatangani, konsorsium langsung mendapatkan kucuran dana sebagai uang muka sebesar 20 persen dari nilai kontrak. Elvano juga membenarkan bahwa uang muka itu bisa dianggap sebagai modal kerja. ”Odong-odong saja bisa (mengerjakan) kalau dikasih modal. Itu nekat saja, nanti (proyeknya) disubkontraktorkan. Itu modalnya hidup nekat mati muda,” ujar ketua majelis hakim.

Pemenang kontrak diumumkan pada Januari-Februari 2021 dan kontrak pekerjaan dimulai pada Maret sampai 31 Desember 2021. Dalam kurun waktu tersebut, kata Elvano, kontrak sudah diubah tujuh kali yang tiga kali di antaranya adalah perubahan tentang mekanisme pembayaran. Ketika waktu pengerjaan berakhir pada 31 Desember 2021, proyek belum selesai, sementara uang proyek dengan pagu Rp 10,8 triliun sudah dikucurkan.

Karena belum selesai, konsorsium penyedia barang dan jasa diberi waktu tambahan 90 hari sampai 31 Maret 2022. Namun, sampai waktu berakhir dan uang kontrak sudah dibayar 100 persen, proyek baru selesai di 1.112 lokasi. Pada saat itu, dana yang sudah dikucurkan kepada konsorsium senilai Rp 9 triliun.

Suasana sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembangunan menara BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (3/8/2023).

KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA

Suasana sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembangunan menara BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (3/8/2023).

Ketua majelis hakim menyatakan, 100 persen dana yang telah dikeluarkan negara tetap harus dipertanggungjawabkan. Meskipun pihak konsorsium disebut mengembalikan Rp 1,7 triliun, hal itu tidak menghapus kerugian. ”Ahli akan bilang total loss saja. Kalaupun dibayar hanyalah tindak lanjut saja. Kenapa? Prinsipnya adalah menyelamatkan uang negara,” ujar ketua majelis hakim.

Meski demikian, proyek pembangunan 4.200 tersebut tetap akan dilanjutkan pada 2022. Pemerintah kembali mengucurkan uang Rp 1,7 triliun yang diambilkan dari anggaran tahun 2022 agar proyek itu berlanjut. Perusahaan yang mengerjakan juga konsorsium yang sama.

”Bagaimana itu sekarang Agustus 2023, bagaimana itu yang 2022 itu selesai enggak yang 4.200?" tanya ketua majelis hakim.

”Saya hanya jadi PPK sampai Desember 2022,” kata Elvano.

”Selesai enggak itu?” tanya ketua majelis hakim lagi.

”Infonya belum selesai juga,” jawab Elvano.

Terima Rp 2,4 miliar

Pada kesempatan itu, Elvano mengakui bahwa dia telah menerima uang Rp 2,4 miliar dari Irwan Hermawan, Komisaris PT Solitech Media Sinergy, yang kini juga menjadi salah satu terdakwa dalam perkara yang sama. Ketika ia menanyakan tentang maksud uang tersebut kepada Direktur Utama Bakti, Anang Achmad Latif, dijawab bahwa uang itu memang untuk dirinya.

Kemudian, kata Elvano, pada 2022 uang itu dibelikan sebuah mobil, dua unit motor besar, dan digunakan untuk melunasi angsuran rumah di kawasan Jakarta Selatan. Ketika ditanya tentang maksud uang tersebut, Elvano mengaku tidak tahu uang itu dimaksudkan untuk apa. Elvano juga mengaku tidak tahu ketika ditanya tentang asal uang itu dari pihak konsorsium perusahaan yang mengerjakan proyek menara BTS 4G.

Sidang tersebut kemudian diputuskan ketua majelis hakim untuk dilanjutkan minggu depan, yakni pada Selasa (15/8/2023).

 
 
Editor:
ANTONY LEE