JAKARTA, KOMPAS — Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie membuka kemungkinan diberikannya teguran kolektif untuk sembilan hakim konstitusi. Teguran ini diberikan karena banyak informasi ”dapur” rapat permusyawaratan hakim yang seharusnya bersifat rahasia justru bocor ke mana-mana.

”Teguran tanpa menyebutkan nama untuk sembilan-sembilannya karena terbukti. Tanpa harus sebut siapa yang salah. Yang jelas, informasi di dalam, kok, di luar sudah pada tahu detail sekali,” kata Jimly, ditemui seusai sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (2/11/2023) malam.

Mengenai kebocoran informasi yang seharusnya rahasia tersebut, Jimly menduga sumber kebocoran berasal dari staf ataupun hakim. ”Kami sudah periksa semuanya, susah ini, siapa ini,” kata Jimly.

Adapun salah satu pengadu menggunakan berita media sebagai salah satu bukti yang menerangkan adanya dugaan konflik kepentingan Anwar Usman dalam pemeriksaan perkara 90/PUU-XXI/2023 tentang pengujian syarat usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden yang diajukan oleh Almas Tsaqibbiru Re A.

Pada Kamis, Majelis Kehormatan MK menyidangkan secara terbuka 10 pengaduan etik dengan agenda mendengarkan keterangan pengadu beserta bukti-bukti yang diajukan. Beberapa di antara pengadu tersebut melaporkan Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Arief Hidayat atas dissenting opinion atau pendapat berbeda yang oleh para pelapor bukanlah opini yang mengenai perkara yang diperiksa, melainkan berisi curhat.

Anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, saat memimpin Sidang Etik Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dengan agenda pemeriksaan pendahuluan mendengarkan keterangan pelapor dan/atau memeriksa alat bukti terkait dugaan pelanggaran etik Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, di Ruang Sidang Majelis Kehormatan MK, Gedung 2 Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (31/10/2023).

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, saat memimpin Sidang Etik Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dengan agenda pemeriksaan pendahuluan mendengarkan keterangan pelapor dan/atau memeriksa alat bukti terkait dugaan pelanggaran etik Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, di Ruang Sidang Majelis Kehormatan MK, Gedung 2 Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (31/10/2023).

Dissenting yang dibuat oleh Saldi dan Arief dinilai telah menimbulkan keributan di publik dan memicu komentar warganet terhadap hakim konstitusi yang berubah pikiran dalam pengujian perkara syarat usia calon presiden dan wakil presiden. Pendapat berbeda tersebut juga dinilai memantik komentar tajam terhadap Anwar Usman serta merendahkan martabat MK. Selain itu, Saldi juga dipandang telah membocorkan informasi tertutup yang seharusnya tidak menjadi konsumsi publik.

Jimly juga menyoroti tentang kohesivitas dan kolaborasi, kerja sama serta kekompakan sembilan hakim. Seharusnya, perdebatan di dalam ruang rapat permusyawaratan hakim (RPH) boleh saja dilakukan dengan keras, tetapi tidak boleh emosi tersebut dibawa keluar. ”Menceritakan ini itu tidak boleh itu. Ini juga bagian dari yang harus diperbaiki ke depan. Jadi, tidak boleh begitu. Ini lembaga serius, bukan pengadilan biasa,” katanya.

Jimly menilai, MK tidak boleh dibiarkan seperti itu. Majelis Kehormatan MK secara khusus membahas mengenai kualitas perbedaan pendapat, dissenting opinion, dan lainnya.

 

Putusan bisa berubah

Saat memimpin sidang pemeriksaan pendahuluan di Gedung MK, Jakarta, kemarin, Jimly menuturkan, MK akan kembali menguji aturan soal syarat usia capres-cawapres.

MK akan kembali menguji putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, yang mengizinkan seseorang berusia di bawah 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai capres dan cawapres asalkan pernah atau sedang menjabat atau pernah menjabat dari hasil pemilu, termasuk pilkada.

”Undang-undang yang sudah diputus MK diuji lagi. Baru pertama ini ada permohonan uji terhadap putusan yang baru diputus. Dengan komposisi yang berbeda, putusannya bisa berubah,” ujarnya.

Suasana dalam sidang pelaporan etik di Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi di Gedung 2 Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/11/2023).

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Suasana dalam sidang pelaporan etik di Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi di Gedung 2 Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/11/2023).

Brahma Aryana, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, memohon pengujian kembali Pasal 169 huruf (q) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang baru saja diputus MK. Perkara bernomor 141/PUU-XXI/2023 itu akan diuji pada 8 November 2023.

Dalam salah satu laporan ke Majelis Kehormatan MK, rekan Brahma meminta agar sidang uji materi tidak diikuti Ketua MK Anwar Usman. Sebab, Anwar dinilai memiliki konflik kepentingan terhadap materi undang-undang yang diujikan.

Menurut Jimly, perkara uji materi itu bisa dimasukkan sebagai alat bukti di permohonan ke Majelis Kehormatan MK. Dengan demikian, putusan Majelis Kehormatan MK mengenai pelanggaran kode etik bisa menjadi pertimbangan saat uji materi, khususnya dalam perubahan komposisi majelis hakim.

”Kami mengapresiasi Saudara, tetapi belum tentu dikabulkan. Para pihak punya hak ingkar untuk tidak diperiksa oleh hakim yang tidak bisa dipercaya para pihak. Maka, nanti majelis hakimnya cuma delapan, berubah komposisi,” ujarnya.

Pakar Hukum Tata Negara Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti

SHARON PATRICIA

Pakar Hukum Tata Negara Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti

Pengajar Hukum Tata Negara Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, menuturkan, perlu kecepatan dalam memutus uji materi Pasal 169 huruf q kembali. Menurut dia, Majelis Kehormatan MK bisa mendorong hal itu diputuskan dengan cepat.

Dia mendorong agar Majelis Kehormatan MK, di amar putusan atau setidaknya di pertimbangan, merekomendasikan MK memeriksa ulang pengujian Pasal 169 huruf q.

 
 
Editor:
ANTONY LEE