Tujuh mantan hakim konstitusi menggelar diskusi membahas kondisi Mahkamah Konstitusi begitu Majelis Kehormatan MK selesai membacakan putusan perkara pelanggaran etik, Selasa (7/11/2023) malam. Mereka prihatin terhadap apa yang terjadi di MK saat ini, terutama terkait putusan perkara uji materi Nomor 90/PUU-XXI/223 soal syarat usia minimal calon presiden dan wakil presiden. Apa yang terjadi di MK dikhawatirkan dapat meruntuhkan marwah dan kepercayaan masyarakat kepada lembaga penjaga konstitusi tersebut.

Pertemuan tujuh mantan hakim konstitusi itu dilaksanakan secara daring dan luring. Lima di antaranya hadir secara luring di Hotel Borobudur Jakarta. Mereka adalah yaitu Harjono, Hamdan Zoelva, Achmad Sodiki, Aswanto, dan Maruarar Siahaan. Adapun dua mantan hakim konstitusi lainnya hadir secara daring, yaitu Maria Farida Indrati dan I Dewa Gede Palguna. Selama lebih dari dua jam, mereka membahas ihwal kondisi MK terkini.

Hamdan Zoelva, saat jumpa pers seusai diskusi tersebut, Selasa malam, mengatakan, dalam diskusi itu setiap mantan hakim konstitusi menyampaikan ungkapan perasaan dan pandangan terhadap apa yang sekarang terjadi di MK, terutama setelah mendengar keputusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) pada Selasa sore.

Putusan MKMK Bacakan 21 Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Hakim

KOMPAS

Putusan MKMK Bacakan 21 Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Hakim

Dalam putusannya, MKMK menyatakan bahwa Ketua MK Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi terkait putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/223 soal syarat usia calon presiden-wakil presiden. Anwar diberhentikan dari jabatan Ketua MK dan dilarang mengadili sejumlah perkara persidangan. Putusan tersebut dibacakan Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie didampingi dua anggota MKMK, yakni Wahiduddin Adams dan Bintan Saragih (Kompas.id, 7/11/2023).

Hamdan menuturkan, para mantan hakim konstitusi sangat berkepentingan untuk tetap menjaga harkat, martabat, dan kepercayaan masyarakat terhadap MK. MK lembaga negara, lembaga peradilan sangat penting yang dilahirkan reformasi dalam mengawal kehidupan demokrasi dan konstitusi di Indonesia.

”Putusannya final dan mengikat. Jadi luar biasa,” tuturnya

Para mantan hakim konstitusi prihatin setelah mendengarkan putusan MKMK. Dalam putusan tersebut, banyak sekali hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh hakim konstitusi. Banyak pula hal yang dinilai dapat meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap MK, dari proses pemeriksaan hingga penetapan putusan MK, terutama dalam perkara nomor 90/2023.

Barangkali, lebih efektif kalau di mana ada shame culture (budaya malu), semua orang akan mundur kalau keadaan seperti ini.

Hamdan mengatakan, putusan MKMK belum sepenuhnya memenuhi harapan masyarakat. Namun, putusan MKMK dinilai dapat dipahami. MKMK telah memberi teguran kepada sembilan hakim konstitusi. Selain itu, MKMK juga memberikan teguran tertulis kepada Hakim Konstitusi Anwar Usman dan memberhentikannya dari jabatan Ketua MK. MKMK juga melarang Anwar untuk mengadili perkara tertentu. Hal yang juga penting adalah rekomendasi MKMK agar kinerja MK diperbaiki.

Jalankan rekomendasi

Para mantan hakim konstitusi berharap putusan MKMK dan rekomendasi-rekomendasi yang diberikan dapat dijalankan sebaik-baiknya oleh MK. Ini penting untuk mengembalikan marwah dan martabat serta kepercayaan masyarakat terhadap MK. Terlebih lagi, dalam menghadapi perselisihan hasil pemilu yang akan datang.

https://cdn-assetd.kompas.id/Q9KfJv2wbuTIhtbDRCWnWC3luMc=/1024x1476/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F11%2F07%2Ff3f212a1-d4fe-475d-b6f6-edad0bcc9292_jpg.jpg

”Setiap agenda lima tahunan (pemilu) pasti perselisihan hasil pemilu masalah yang sangat krusial yang harus diputuskan terakhir oleh MK,” ujar Hamdan.

Para mantan hakim konstitusi juga sangat mengharapkan semua pihak menghormati putusan MKMK. Saat ditanya, apakah Anwar Usman harus mundur pascaputusan MKMK, Hamdan Zoelva menilai, hal itu sangat tergantung dari yang bersangkutan.

”Hal itu berpulang pada setiap hakim sendiri,” tuturnya.

Maruarar Siahaan menambahkan, Anwar Usman merupakan ipar Presiden Joko Widodo. Keputusan pemberhentian menjadi kewenangan dari Presiden Jokowi. ”Oleh karena itu, barangkali, lebih efektif kalau di mana ada shame culture (budaya malu), semua orang akan mundur kalau keadaan seperti ini,” katanya.

 
 
Editor:
ANITA YOSSIHARA