JAKARTA, KOMPAS — Pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset perlu segera dilakukan. Tanpanya, persepsi positif yang muncul dari keanggotaan Indonesia di Financial Action Task Force atau FATF bisa melempem.
Keanggotaan Indonesia secara resmi di FATF sejak 25 Oktober 2023 bisa menjadi kesempatan untuk memajukan kepentingan nasional, menjaga stabilitas keuangan, dan mendorong pertumbuhan nasional.
Namun, Peneliti Senior CORE Indonesia Etikah Karyani Suwono, Selasa (7/11/2023), saat dihubungi dari Jakarta menilai, keanggotaan ini saja tak cukup. Ada faktor-faktor lain yang perlu dijaga, termasuk komitmen pemerintah dan DPR untuk segera memulai dan menyelesaikan pembahasan RUU Perampasan Aset.
Dengan menjadi anggota penuh FATF, menurut Etikah, Indonesia berkesempatan untuk memanfaatkan jejaring dan mencegah pencucian uang ataupun pendanaan terorisme. Indonesia juga akan memiliki akses lebih baik ke pasar keuangan internasional termasuk memberi kesempatan untuk memperkuat cadangan devisa. Lingkungan keuangan yang lebih stabil dan bisa diandalkan untuk para pelaku usaha dan investor juga akan tercipta. Di iklim bisnis yang aman dan terjamin ini, pertumbuhan ekonomi bisa didorong.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Suasana Rapat Paripurna DPR dengan agenda pembukaan masa persidangan V masa sidang 2022 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/5/2022). HIngga kini, DPR belum juga memproses pembahasan RUU Perampasan Aset.
Namun, masih ada faktor lain yang akan menjaga stabilitas keuangan. Faktor-faktor ini, antara lain, kebijakan politik, kebijakan infrastruktur, kebijakan fiskal, dan faktor keuangan lainnya.
Selain itu, menurut Etikah, RUU Perampasan Aset bisa menjadi batu sandungan bila tak segera disahkan. Kendati Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), pengaturan khusus mengenai perampasan aset masih diperlukan.
”Jika tidak segera disahkan, akan dapat mendorong persepsi negatif dunia internasional karena ada kerisauan berkaitan dengan ketidakpastian hukum dalam menangani kasus-kasus perampasan aset dan isu kontroversial lainnya khususnya penyalahgunaan wewenang, transparansi, serta akuntabilitas,” ujar Etikah yang juga Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Etikah juga mengingatkan beberapa pekerjaan rumah yang harus dikerjakan Indonesia setelah menjadi anggota FATF. Memastikan pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme bisa dilakukan secara efektif, diperlukan kelembagaan ataupun sumber daya manusia yang memadai. Karena itu, selain menyesuaikan regulasi, evaluasi juga perlu dilakukan sembari mendorong sinergitas semua lembaga terkait.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa Indonesia diterima secara aklamasi sebagai anggota ke-40 FATF dalam sidang pleno FATF di Paris, Perancis, akhir Oktober lalu.
”Keanggotaan ini penting untuk meningkatkan persepsi positif terhadap sistem keuangan Indonesia yang akhirnya akan berdampak meningkatnya confident, meningkatnya trust Indonesia di sisi bisnis dan iklim investasi,” ujar Presiden dalam keterangan yang direkam dan ditayangkan di kanal Youtube, Senin (6/11/2023).
Presiden juga mengharapkan hal ini menjadi langkah awal menuju tata kelola rezim antipencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme Indonesia yang lebih baik.
Kepala Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar pada 30 Oktober lalu pun menyebut Indonesia sebagai anggota penuh FATF, kini sejajar dengan anggota G20 lainnya. Ini juga akan menjadikan integritas sistem keuangan Indonesia semakin kuat. Kepercayaan masyarakat juga akan meningkat.
KOMPAS/NINA SUSILO
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menyampaikan keterangan kepada wartawan seusai melaporkan keanggotaan Indonesia di FATF kepada Presiden Joko Widodo, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (6/11/2023).
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana seusai melapor kepada Presiden, Senin (6/11/2023), menambahkan, diterimanya Indonesia sebagai anggota FATF menunjukkan kemajuan Indonesia dalam memenuhi standar internasional pada pengelolaan sistem keuangan.
Adapun RUU Perampasan Aset menjadi prioritas Pemerintah Indonesia. Ke depan, hal ini akan dibahas lebih lanjut. ”(Presiden) ngobrol banyak sekali, beliau memberikan banyak arahan soal (RUU Perampasan Aset) ini,” ujar Ivan sembari segera meninggalkan wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari, menilai, Pemerintah Indonesia boleh saja bangga menjadi anggota FATF karena Indonesia kini disejajarkan dengan negara-negara besar dan maju dalam keterbukaan sistem keuangannya. Namun, keanggotaan ini memerlukan tanggung jawab untuk memastikan transaksi keuangan betul-betul dilakukan dengan sistem yang bisa diawasi secara baik dan terbuka.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang juga Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD (tengah) memberikan keterangan pers seusai memimpin rapat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Jumat (14/3/2023).
Selain itu, semestinya Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Perampasan Aset untuk memberi kepastian hukum dan penegakan hukum yang tegas. Untuk itu, kata Feri, peran Presiden perlu lebih kuat untuk memastikan UU Perampasan Aset segera disahkan.
Sampai saat ini, DPR tak kunjung membahas RUU Perampasan Aset. Sebelumnya, Surat Presiden terkait pembahasan RUU Perampasan Aset berikut naskah RUU sudah dikirimkan kepada Pimpinan DPR pada 4 Mei 2023.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD; Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo untuk mewakili pemerintah membahas RUU tersebut.