JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa produk domestik bruto (PDB) Indonesia tumbuh 4,94 persen secara year-on-year (yoy).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut lebih rendah dibanding pada kuartal II-2023 sebesar 5,17 persen.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah 5 persen tersebut tak perlu dikhawatirkan lantaran masih tergolong sehat.
"Meskipun tidak secepat atau setinggi kuartal-kuartal sebelumnya pasca pandemi," kata Shinta saat dihubungi Kompas.com, Rabu (8/11/2023).
Shinta mengatakan, perlambatan kinerja ekonomi ini tak terlepas dari absennya momentum konsumsi disertai ketidakpasitan iklim usaha dan investasi lantaran faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal tersebut di antaranya yaitu, transisi kepemimpinan, keterbatasan ruang reformasi struktural yang bisa dilakukan untuk mengstimulasi ekonomi secara agresif jelang transisi, lambatnya pertumbuhan lapangan kerja baru dan stagnasi pertumbuhan daya beli .
"Dan faktor eksternal (gejolak geopolitik, inflasi harga di pasar komoditas global, pelemahan rupiah, dll) yang secara keseluruhan memberikan beban yang lebih banyak bagi penciptaan produktivitas dan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia di Q3 (kuartal III)," ujarnya.
Shinta mengatakan, pertumbuhan ekonomi masih bisa didongkrak meningkat ke level 5 persen di kuartal 4 dengan memanfaatkan momentum konsumsi akhir tahun.
Ia juga mengatakan, akselerasi realisasi APBN yang tersisa dapat menciptakan macro-stability yang lebih baik khususnya dalam penguatan nilai tukar rupiah.
"Kemudian kontrol terhadap potensi kenaikan inflasi pangan dan energi/BBM, serta peningkatan kinerja ekspor dan investasi inbound melalui program-program fasilitasi ekspor-investasi," tuturnya.
Lebih lanjut, Shinta mengatakan, proyeksi untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi di kuartal 4 hanya bisa terjadi apabila transisi kepemimpinan Indonesia bisa menciptakan stabilitas sosio-politik.
"Rule of law dan iklim usaha/investasi yang diimplementasikan sesuai dengan amanat kebijakan reformasi struktural yang sudah dikeluarkan hingga saat ini. Kalau fundamental stabilitas ini tidak bisa diciptakan, tentu risiko terhadap perlambatan pertumbuhan akan semakin tinggi," ucap dia.