Skema program S-3 LPDP di dalam negeri hendaknya memberi peluang kepada para promotor dari PT-PT di luar Jawa.
KOMPAS/HERYUNANTO
Ilustrasi
Beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan atau LPDP sudah sangat dikenal oleh masyarakat luas. Dalam situs webnya, LPDP disebut sebagai sebuah lembaga yang beroperasi di bawah Kementerian Keuangan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, serta Kementerian Agama. Lembaga ini berkomitmen untuk mempersiapkan pemimpin dan profesional masa depan serta mendorong inovasi demi terwujudnya Indonesia yang sejahtera, demokratis, serta berkeadilan.
Beasiswa LPDP sangat dikenal di kalangan siswa berprestasi cemerlang. Sebab, dengan beasiswa ini, seorang siswa dapat mewujudkan mimpi-mimpinya untuk kuliah di perguruan tinggi (PT) top ten dunia, seperti University of Oxford, University of Cambridge di Inggris, ataupun Harvard University, Stanford University, Massachusetts Institute of Technology di Amerika Serikat.
Tidak saja untuk kuliah di PT-PT hebat di dunia, beasiswa LPDP juga disalurkan bagi mereka yang ingin mengambil program doktor ke PT-PT hebat di Indonesia seperti ITB, UI, UGM, dan IPB.
Baca juga: Beasiswa LPDP Diperluas untuk Tingkatkan Jenjang Pendidikan Masyarakat
Selain itu, ada juga skema beasiswa pemerintah yang juga berorientasi ke arah mutu, yaitu beasiswa Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU). Beasiswa ini diperuntukkan bagi mahasiswa S-1 yang hebat dan akan dibimbing oleh promotor yang andal pula. Beasiswa PMDSU memakai jalur fast track. Di pengujung program beasiswa ini, mahasiswa S-1 harus lulus program doktor dalam jangka waktu empat tahun.
Tulisan ini ingin menyampaikan masukan kepada pemerintah terkait penyelenggaraan program doktor di dalam negeri yang memakai dana yang dikelola pemerintah, khususnya program S-3 dalam negeri melalui skema beasiswa LPDP dan PMDSU. Kita berharap sekali, melalui penyelenggaraan beasiswa LPDP dan PMDSU ini, program pascasarjana di seluruh Indonesia menjadi semakin semarak dan bermutu.
KOMPAS/CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat memberikan sambutan pada acara LPDP Fest yang digelar di Kasablanka Hall, Jakarta, Kamis (3/8/2023).
Ada perbedaan yang mencolok antara LPDP dan PMDSU khususnya untuk penyelenggaraan beasiswa program doktor (di dalam negeri). Pertama, program S-3 LPDP dalam negeri mempersyaratkan status mahasiswa yang bisa melamar, yaitu mahasiswa harus sudah terikat sebagai dosen atau calon dosen terlebih dahulu. Sementara pada mahasiswa PMDSU hanya mempersyaratkan kualitas mahasiswa (fresh graduate, indeks prestasi, nilai TOEFL, dan akreditasi PT tempat mahasiswa kuliah S-1).
Kedua, yang boleh menyelenggarakan dan menerima mahasiswa S-3 program LPDP harus berasal dari program studi dan PT yang sudah terakreditasi unggul dan tergabung dalam penyelenggara Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI). Sementara pada skema beasiswa PMDSU hanya mendasarkan kemampuan dan kehebatan calon promotor dan tentu saja sudah memiliki program studi S-2 dan S-3 di tempat promotor berada. Akreditasi program studi dan PT tidak mesti unggul. Yang penting, calon promotornya harus unggul, yang dibuktikan dengan produktivitas publikasi di Jurnal Internasional Bereputasi (JIB).
Yang boleh menyelenggarakan dan menerima mahasiswa S-3 program LPDP harus berasal dari program studi dan PT yang sudah terakreditasi unggul dan tergabung dalam penyelenggara Beasiswa Pendidikan Indonesia.
Pertanyaan penting yang perlu kita ajukan, apakah akreditasi prodi S-3 dan PT terkait erat dengan kelulusan mahasiswa S-3 yang bermutu? Hasil studi dari Rizal dkk (2020) memperlihatkan bahwa akreditasi prodi dan PT tidak terkait erat dengan kelulusan mahasiswa S-3, khususnya mahasiswa PMDSU.
Karena mahasiswa PMDSU harus mempunyai dua publikasi internasional pada JIB terlebih dahulu sebelum dapat diluluskan, hanya promotor yang produktif dalam melakukan publikasi di JIB yang mampu membimbing secara baik mahasiswa PMDSU dan mampu menghantarkan mahasiswanya lulus tepat waktu. Hal ini dapat dimengerti karena sebagian besar prodi S-3 menyelenggarakan program doktor by research sehingga peran promotor menjadi sangat penting.
Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan PT-PT yang kuat dan lemah di Indonesia menunjukkan prestasi yang berimbang dalam meluluskan mahasiswa S-3 PMDSU. Selain itu, semakin rendah produktivitas promotor dalam publikasi di JIB akan semakin kecil peluangnya untuk meluluskan mahasiswa PMDSU tepat waktu, terlepas sang promotor berasal dari PT kuat atau lemah.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Wisudawan mengucapkan janji setelah diwisuda dalam upacara Wisuda Program Pascasarjana Periode IV UGM di Gedung Grha Sabha Pramana UGM, Yogyakarta, Rabu (20/7/2022). Wisudawan periode ini terdiri dari 535 orang lulusan program magister (S-2), 47 orang lulusan program spesialis, 1 orang lulusan program subspesialis, dan 33 orang lulusan program doktor (S-3).
Saya dan beberapa teman di Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh sangat terbantu dengan adanya skema beasiswa PMDSU ini. Laboratorium kami menjadi lebih hidup, publikasi bisa terus berlangsung sesuai dengan roadmap yang diinginkan. Gabungan dari beberapa mahasiswa PMDSU ini yang tersebar di berbagai prodi S-2 dan S-3 di USK juga sangat memeriahkan program pascasarjana di USK.
Sayang, karena dana pemerintah dalam mengelola PMDSU sangat terbatas, sejauh ini setiap promotor hanya memperoleh seorang mahasiswa PMDSU. Promotor akan mendapatkan lagi seorang mahasiswa PMDSU apabila sudah meluluskan mahasiswanya yang lama. Namun, kami sangat bersyukur dengan adanya fasilitas yang tak ternilai harganya ini.
Baca juga: Jumlah Doktor di Indonesia Belum Mencapai Target
Atas berbagai pertimbangan dan informasi yang dikemukakan di atas, ada beberapa hal yang ingin saya sarankan. Skema program S-3 LPDP di dalam negeri hendaknya memberi peluang kepada para promotor dari PT-PT di luar Jawa yang akreditasi prodi dan PT-nya belum sehebat yang ada di Jawa. Yang penting, promotor yang diberikan peluang hendaknya yang memiliki track record sangat baik dalam publikasi di JIB.
Demikian pula halnya promotor yang mempunyai track record kurang bagus dalam publikasi di JIB meskipun berasal dari prodi dan PT terakreditasi unggul hendaknya tidak diamanahkan untuk membimbing mahasiswa S-3 LPDP dalam negeri. Ini penting, jangan sampai kita mengamanahkan mahasiswa LPDP pada promotor yang kurang produktif.
Saran itu saya pandang cukup fair, adil, dan demokratis. Jangan sampai kita menghukum promotor yang produktif hanya karena dia berasal dari PT yang lemah, dan jangan sampai kita memberi insentif kepada promotor yang kurang atau tidak produktif hanya gara-gara dia berasal dari PT yang kuat. Dengan demikian, seluruh program pascasarjana di seluruh wilayah NKRI akan ikut merasakan manfaat beasiswa doktor LPDP dalam negeri.
ARSIP PRIBADI
Syamsul Rizal
Syamsul Rizal, Profesor dan Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh