KOMPAS/AGUS SUSANTO
Jemaah haji mengelilingi Kabah untuk menjalankan tawaf wada (perpisahan) di Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi, Senin (3/7/2023). Kemampuan fisik calon jemaah akan menjadi syarat wajib pelaksanaan ibadah haji.
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Agama akan menjadikan istitaah kesehatan atau kemampuan fisik calon jemaah sebagai syarat wajib pelaksanaan ibadah haji ke depan. Hal ini bertujuan agar jemaah lebih optimal dalam menjalankan ibadah haji di Tanah Suci sekaligus mengurangi potensi jemaah yang meninggal karena kurangnya persiapan fisik.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag) Hilman Latief mengemukakan, terdapat beberapa hal yang mendorong Kemenag melakukan akselerasi kebijakan istitaah kesehatan untuk calon jemaah haji. Salah satu faktor tersebut terkait dengan banyaknya masalah kesehatan jemaah dalam penyelenggaraan haji 2023.
”Kita mendapat sorotan dari berbagai pihak, khususnya Pemerintah Arab Saudi, ketika tersebar foto-foto jemaah haji yang sakit hingga ke jalanan. Banyak jemaah yang dievakuasi saat itu. Kemudian data juga menunjukkan tahun ini banyak jemaah haji yang meninggal,” ujarnya dalam pertemuan media di Jakarta, Rabu (1/11/2023).
Istitaah kesehatan menjadi syarat pelunasan biaya perjalanan ibadah haji dan keberangkatan jemaah haji.
Data Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) mencatat, jemaah Indonesia yang meninggal pada operasional haji 1444 Hijriah/2023 Masehi mencapai 774 orang dan masih bertambah setelah musim haji. Angka ini tiga kali lebih banyak dibandingkan ibadah haji tahun 2019 atau sebelum pandemi dengan jumlah jemaah haji yang meninggal saat itu sebanyak 249 orang. Jumlah jemaah yang meninggal tahun 2023 juga tertinggi dalam 10 tahun terakhir.
KOMPAS/PRADIPTA PANDU MUSTIKA
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Hilman Latief
Kondisi inilah yang mendasari Kemenag berusaha memperkuat upaya mitigasi agar jemaah haji siap secara fisik ataupun mental saat berangkat ke Tanah Suci. Upaya ini semata-mata bertujuan agar jemaah lebih optimal dalam menjalankan ibadah haji sekaligus mengurangi potensi jemaah yang meninggal karena kurangnya pesiapan fisik.
Penguatan istitaah kesehatan jemaah haji menjadi fokus setelah Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag menggelar muzakarah atau pertukaran pikiran pada 23-25 Oktober tentang perhajian Indonesia tahun 2023. Muzakarah ini juga menghasilkan sejumlah rekomendasi.
Baca juga: Banyak Jemaah Wafat, Persyaratan Ibadah Haji Akan Diubah
Rekomendasi tersebut di antaranya terkait dengan istitaah kesehatan menjadi syarat pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (bipih) dan keberangkatan jemaah haji. Pelunasan bipih yang di dalamnya mengatur syarat istitaah kesehatan nantinya perlu dirumuskan pedomannya oleh Kemenag.
Rekomendasi lainnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menerapkan istitaah kesehatan untuk calon jemaah haji melalui pemeriksaan yang meliputi kesehatan jiwa, kognitif, dan kesehatan aktivitas sehari-hari (ADL). Kemenkes juga perlu menyempurnakan aplikasi Siskohatkes untuk penetapan istitaah kesehatan calon jemaah haji.
Kemenag, Kemenkes, dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diminta untuk membicarakan skema pembiayaan pemeriksaan kesehatan. Skema ini bertujuan untuk meringankan beban biaya pemeriksaan yang nantinya bisa ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
”Kemenag dan Kementerian Kesehatan tengah menyusun platform di mana hasil tes kesehatan jemaah sudah bisa tersedia secara digital. Platform ini hampir serupa dengan Peduli Lindungi yang saat itu digunakan untuk memastikan jemaah sudah mendapatkan vaksin booster,” katanya.
Staf Khusus Menteri Agama Bidang Komunikasi Publik dan Teknologi Sistem Informasi Wibowo Prasetyo menyampaikan, istitaah kesehatan sangat penting untuk diterapkan karena ibadah haji merupakan ibadah fisik. Oleh karena itu, fisik setiap anggota jemaah benar-benar harus dalam kondisi prima agar bisa menjalankan serangkaian rukun haji.
”Kami berharap istitaah kesehatan bisa berjalan sehingga calon jemaah haji bisa mempersiapkan fisiknya secara dini. Jadi, ketika panggilan beribadah itu datang, jemaah sudah siap lahir dan batin, termasuk kesehatannya,” ucapnya.
Wibowo memastikan syarat kesehatan sebelum keberangkatan ini bukan sebuah upaya untuk membatasi atau menghalangi jemaah untuk beribadah haji. Namun, ketentuan ini justru bertujuan untuk membantu jemaah agar bisa menyelenggarakan ibadah haji dengan lancar, benar, dan dapat pulang kembali ke Tanah Air dalam keadaan sehat.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Petugas membantu calon jemaah haji lansia yang menggunakan kursi roda saat mengikuti proses persiapan di asrama haji Pondok Gede, Jakarta, Selasa (23/5/2023). Berdasarkan data Siskohat per 23 Maret 2023, sebanyak 66.943 jemaah haji lansia dengan usia 65 tahun ke atas atau lebih kurang 30 persen dari total jemaah diberangkatkan dari Indonesia pada tahun 2023.
”Setelah melakukan mitigasi dan evaluasi, salah satu faktor tingginya jemaah yang meninggal adalah kurangnya kesadaran untuk mempersiapkan kesehatan masing-masing jemaah secara dini. Jadi, kita ingin angka kematian jemaah tahun depan bisa menurun,” katanya.
Baca juga: Peningkatan Standar Kesehatan Jemaah 2024 Menjadi Prioritas
Direktur Bina Haji Kemenag Arsad Hidayat menambahkan, pemeriksaan kesehatan perlu dilakukan karena terdapat kecenderungan ibadah haji ke depan banyak dari jemaah lansia. Dalam ibadah haji 2024 juga diperkirakan akan ada sekitar 45.000 anggota jemaah haji lansia.
”Selama ini umumnya di kalangan kita mengenal istilah istitaah hanya sekadar finansial, padahal terdapat juga istitaah kesehatan. Jadi, kita perlu menyadarkan publik bahwa istitaah kesehatan juga salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan ibadah haji,” ujarnya.