JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Konstitusi, Selasa (21/11/2023), menggelar rapat permusyawaratan hakim atau RPH untuk membahas putusan sejumlah perkara yang saat ini masih ditangani MK. Salah satu perkara yang dibahas adalah perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023 terkait pengujian kembali syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden yang diajukan mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Brahma Aryana.

”Semua sedang dalam pembahasan karena bersamaan dengan pembahasan beberapa putusan,” kata juru bicara MK yang juga Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih saat dikonfirmasi apakah perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023 turut dibahas dalam RPH pada Selasa.

Pada Senin (20/11/2023), dalam persidangan perbaikan permohonan perkara 141, Ketua MK Suhartoyo yang menjadi ketua panel dalam perkara tersebut mengungkapkan, panel akan melaporkan hasil pemeriksaan pendahuluan perkara pengujian Pasal 169 Huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur syarat usia capres-cawapres paling rendah 40 tahun itu kepada RPH.

Sembilan permohonan

Selain perkara 141, MK menerima sembilan permohonan pengujian ulang Pasal 169 Huruf q UU No 7/2017. Dalam waktu dekat, yaitu pada 28 November 2023, MK juga akan menyidangkan pengujian formil terhadap pasal tersebut yang diajukan oleh Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar (perkara 145/PUU-XXI/2023).

Menurut Enny, rapat permusyawaratan hakim untuk perkara 141 tersebut tidak diikuti oleh Anwar Usman. Hal ini sesuai dengan putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) yang dalam pertimbangannya membenarkan permintaan dari salah satu pelapor (BEM Unusia) untuk tidak mengikutsertakan Anwar dalam pemeriksaan perkara 141.

Pemohon gugatan UU Pemilu, Brahma Aryana (kanan), berjabat tangan dengan kuasa hukumnya, Viktor Santoso Tandiasa, sebelum sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (8/11/2023). MK kembali menggelar sidang gugatan UU No 7/2017 tentang Pemilihan Umum mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden yang diajukan mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Brahma Aryana.

KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA

Pemohon gugatan UU Pemilu, Brahma Aryana (kanan), berjabat tangan dengan kuasa hukumnya, Viktor Santoso Tandiasa, sebelum sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (8/11/2023). MK kembali menggelar sidang gugatan UU No 7/2017 tentang Pemilihan Umum mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden yang diajukan mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Brahma Aryana.

Pembahasan perkara 141 di dalam RPH pada Selasa ini belum selesai. Menurut Enny, para hakim masih memerlukan waktu untuk melanjutkan pembahasan perkara.

Pengujian kembali pasal yang mengatur syarat usia capres dan cawapres dilakukan publik mempersoalkan konflik kepentingan dalam putusan 90/PUU-XXI/2023 yang membuka pintu bagi pencalonan Gibran Rakabuming Raka, Wali Kota Solo, yang masih kemenakan Ketua MK saat itu. MKMK dibentuk dan membenarkan adanya benturan kepentingan Anwar saat menangani perkara itu.

Putusan MKMK yang menjatuhkan sanksi berat terhadap Anwar itu kemudian memicu gelombang permohonan uji materi kembali Pasal 169 Huruf q UU Pemilu.

Menurut Enny, rapat permusyawaratan hakim untuk perkara 141 tersebut tidak diikuti Anwar Usman. Hal ini sesuai dengan putusan MKMK.

Usulan anggota MKMK

MKMK yang dipimpin Jimly Asshiddiqie akan mengakhiri masa tugasnya pada 24 November. Seperti diketahui, MKMK ini bersifat ad hoc atau sementara dengan masa kerja 30 hari sejak mengucapkan sumpah pada 24 Oktober. Hanya dalam waktu sekitar dua pekan, Jimly dan dua anggota MKMK lainnya (Bintan R Saragih dan Wahiddudin Adams) menyelesaikan tugasnya.

Ada beberapa rekomendasi yang diberikan MKMK kepada MK, yaitu tidak boleh membiarkan kebiasaan praktik pengaruh-memengaruhi antarhakim dalam penentuan saat memeriksa, mengadili, dan memutus perkara; tidak boleh membiarkan praktik pelanggaran kode etik tanpa kesungguhan saling mengingatkan karena budaya kerja yang ewuh pakewuh; serta merevisi peraturan MK tentang Majelis Kehormatan dengan meniadakan majelis kehormatan banding.

Pemimpin sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie saat memaparkan alasan-alasan pengambilan amar putusan pada sidang putusan etik yang digelar Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (7/11/2023). Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan mencopot jabatan Anwar Usman sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Pencopotan jabatan Anwar Usman ini terkait dirinya mengetuk palu putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Pemimpin sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie saat memaparkan alasan-alasan pengambilan amar putusan pada sidang putusan etik yang digelar Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (7/11/2023). Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan mencopot jabatan Anwar Usman sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Pencopotan jabatan Anwar Usman ini terkait dirinya mengetuk palu putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Menyusul selesainya masa tugas MKMK ad hoc, MK hingga kini belum membentuk MKMK permanen. Enny saat dikonfirmasi mengungkapkan, pembahasan mengenai MKMK sedianya akan dilakukan pada RPH Selasa ini juga. Setiap hakim sedianya akan mengusulkan anggota MKMK yang terdiri dari satu akademisi hukum, satu tokoh masyarakat, dan seorang hakim aktif. Namun, agenda tersebut batal dibahas.

”Untuk anggota MKMK belum dibahas,” kata Enny saat dikonfirmasi.

Beberapa nama disebutkan

Sementara itu, mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie menyebut beberapa nama yang layak untuk menjadi anggota MKMK, di antaranya mantan Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dan Maruara Siahaan, mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan, atau mantan Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas. Selain itu, masih ada juga pilihan beberapa nama yang merupakan mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, seperti Taufiqurrahman Ruki dan Agus Rahardjo serta mantan penasihat KPK, Abdulah Hehamahua.

”Kalau bisa ada (anggota) perempuan, misalnya Maria Farida Indrati (mantan hakim konstitusi) dan lain sebagainya,” kata Jimly.

 
 
Editor:
MADINA NUSRAT