<img alt="" data-cke-saved-src="https://www.dpr.go.id/images_pemberitaan/images/2023/2023%20November/IMG-20231116-WA0038(1).jpg" src="https://www.dpr.go.id/images_pemberitaan/images/2023/2023%20November/IMG-20231116-WA0038(1).jpg" :468px;="" width:700px"="" style="box-sizing: border-box; border: 0px; vertical-align: middle; margin: 10px; max-width: 100%;">

Anggota Komisi VIII DPR RI Wisnu Wijaya. Foto : Istimewa/Man

 

PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR RI Wisnu Wijaya mengatakan Fraksi PKS DPR RI keberatan dengan tingginya biaya haji yang diusulkan pemerintah hingga mencapai Rp 105 juta per jemaah. Menurutnya, biaya tersebut bisa ditekan dengan sejumlah alternatif.

 

“Kami memandang bahwa usulan tersebut masih bisa turun dengan cara melakukan efisiensi pada sejumlah komponen seperti menekan biaya penerbangan, mengubah pola permakanan/konsumsi, khidmatul masyair, pemangkasan durasi haji, serta dengan menghapus sejumlah komponen yang tidak relevan,” jelas Wisnu dalam keterangan pers yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Kamis (16/11/2023).

 

Pertama, Wisnu yang juga menjadi anggota Panja BPIH 2024 ini, mendesak agar layanan penerbangan haji dibuka seluas-luasnya bagi seluruh maskapai.

 

“Layanan penerbangan perlu dibuka untuk semua maskapai. Sehingga,ada kompetisi yang bisa menghasilkan harga bersaing sekaligus bisa tawaran untuk memilih layanan berkualitas”

“Layanan penerbangan perlu dibuka untuk semua maskapai, sehingga nantinya ada kompetisi yang bisa menghasilkan harga bersaing sekaligus bisa memberi lebih banyak opsi atau tawaran bagi kita untuk memilih layanan yang lebih menjanjikan dan berkualitas. Pasalnya komponen penerbangan ini menjadi salah satu penyumbang biaya tinggi terhadap BPIH,” jelas Wisnu.

 

Kedua, terkait pola permakanan atau konsumsi, Wisnu meminta agar opsi untuk mengubah pola permakanan dengan pemberian uang tunai kepada jemaah sebagai kompensasi biaya makan bagi jemaah perlu dipertimbangkan serius.

 

“Selain untuk menghindari makanan katering yang terbuang mubazir, juga akan lebih hemat dan lebih leluasa bagi para jemaah haji karena mereka akan menyiapkan sendiri lauk-pauk yang sesuai dengan selera dan lidah mereka, di sisi lain juga memberikan multiplier effect keekonomian bagi usaha mikro kecil di tanah air,” katanya.

 

Wisnu menambahkan, jika memang terpaksa harus menggunakan layanan katering di Saudi, maka pihaknya meminta agar dilakukan 'open tender' katering yang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh Panja BPIH.

 

Ketiga, menyingkat durasi haji dari 40 hari menjadi 35 sampai 30 hari. Wisnu menilai hal itu dapat menekan pengeluaran dari komponen perhotelan, konsumsi, transportasi dan biaya hidup hingga ratusan miliar.

 

“Penyingkatan waktu ini sesungguhnya kembali pada kesiapan maskapai terkait. Keluhan jemaah di tahun sebelumnya adalah mereka sebenarnya ingin segera pulang namun tidak ada penerbangan. Untuk itu, kami mendorong agar terkait layanan penerbangan bisa dibuka seluas-luasnya agar kita bisa mendapatkan maskapai yang siap dengan usulan penyingkatan durasi haji tersebut,” katanya.

 

Selain itu, Wisnu menilai pemanfaatan bandara lama dan baru di Jeddah Arab Saudi perlu dimaksimalkan. Sehingga durasi pengangkutan jemaah lebih banyak hingga tidak menelan waktu hingga lebih dari 25 hari.

 

“Termasuk bandara alternatif di Thaif, Qasim, dan Yanbu. Hal ini tentu akan mendapatkan sambutan yang positif bagi Arab Saudi yang sedang menggalakkan wisatanya. Meski begitu, usul ini sesungguhnya bisa terlaksana sepanjang ada negosiasi yang sungguh-sungguh dari pemerintah dengan para pihak pemegang kebijakan di Arab Saudi, khususnya GACA,” jelasnya.

 

Keempat, terkait komponen khidmatul masyair. Wisnu mengatakan, KPK Saudi, Nazaha, telah menyerahkan hasil investigasinya terkait kekacauan yang mewarnai puncak haji di Armuzna. Tingginya biaya layanan masyair yang dibebankan saat itu, menurutnya, tidak sebanding dengan layanan yang diberikan kepada jemaah.

 

“Berkaca dari buruknya layanan masyair tahun lalu, sesungguhnya ironis jika pengelola layanan tersebut mendapat penghargaan dari Arab Saudi. Sebaliknya, ini perlu jadi alat tekan kita dalam negosiasi dengan para PT yang menjadi pengelola layanan masyair. Sehingga bisa diperoleh biaya serasional mungkin. Kita sudah dirugikan tahun lalu, sehingga mestinya kita bisa menuntut lebih untuk tahun ini, baik dari segi harga maupun layanan,” tegas Wisnu.

 

Terakhir, Wisnu kembali mendorong agar Kementerian Agama membuka kesempatan selebar-lebarnya bagi mahasiswa Indonesia di Timur Tengah untuk menjadi tenaga musiman (temus) haji pada penyelenggaraan haji tahun 1445H.

 

“Dari tahun-tahun sebelumnya, mereka terbukti punya kapasitas dari segi bahasa maupun pengalaman kerja yang efektif di lapangan dalam melayani para jemaah. Dengan memaksimalkan dan memberdayakan mereka, diharapkan bisa menjadi alternatif atas berkurangnya tenaga petugas haji Indonesia, meskipun kita tetap mendesak agar jumlah petugas haji kita ditambah,” pungkas Wisnu. (tn/rdn)