JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward OS Hiariej sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi bersama tiga tersangka lainnya. Dari empat tersangka itu, tiga orang disangkakan sebagai penerima dan seorang pihak swasta disangkakan sebagai pemberi.

Dalam keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/11/2023) malam, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata membenarkan KPK telah menaikkan status penyelidikan perkara laporan gratifikasi terkait konsultasi hukum dan permintaan pengesahan status badan hukum yang diduga dilakukan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward OS Hiariej atau Eddy Hiariej ke penyidikan. KPK telah menetapkan empat tersangka dalam perkara itu.

Alexander mengatakan, surat perintah penyidikan (sprindik) sudah ditandatangani oleh pimpinan KPK dua pekan lalu. Ia mengatakan, ada empat tersangka, yakni terdiri dari tiga tersangka sebagai penerima dan satu tersangka sebagai pemberi. Walau demikian, Alexander tidak menyebutkan nama-nama para tersangka itu.

”Pada penetapan tersangka Wamenkumham, benar itu sudah kami tanda tangani sekitar dua minggu lalu,” katanya.

Pimpinan Komisi Pembarantasan Korupsi, Alexander Marwata, memberikan keterangan pers saat penahanan tersangka dugaan tindak pidana korupsi suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas tahun 2021-2023, Mulsunadi Gunawan, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (31/7/2023).

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Pimpinan Komisi Pembarantasan Korupsi, Alexander Marwata, memberikan keterangan pers saat penahanan tersangka dugaan tindak pidana korupsi suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas tahun 2021-2023, Mulsunadi Gunawan, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (31/7/2023).

Adapun Eddy dilaporkan oleh Indonesia Police Watch (IPW) ke KPK pada Maret 2023. Ia diduga menerima gratifikasi terkait konsultasi hukum dan permintaan pengesahan status badan hukum yang diajukan Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (PT CLM) berinisial HH. Eddy juga dilaporkan atas dugaan permintaan agar dua asisten pribadinya, berinisial YAR dan YAM, ditempatkan sebagai komisaris PT CLM.

Dalam laporan IPW itu, disebut ada aliran dana sekitar Rp 7 miliar yang diterima dua orang yang diduga sebagai asisten pribadi Eddy. Penerimaan uang itu terkait dengan jabatan Eddy meskipun peristiwanya terkait dengan permintaan bantuan seorang warga negara kepada Eddy. Peristiwa itu terjadi dari April sampai dengan Oktober 2022.

Kompas telah menghubungi Edward OS Hiariej melalui pesan Whatsapp dan sambungan telepon untuk mengonfirmasi penetapan tersangka itu. Namun, ia belum merespons hingga berita ini ditulis.

Sebelumnya, Eddy telah diperiksa KPK sebagai saksi pada 20 Maret dan 28 Juli 2023. Seusai diperiksa, Eddy menegaskan, laporan yang disampaikan IPW mengenai dugaan penerimaan gratifikasi terhadap dirinya, melalui asisten pribadi, mengarah pada fitnah.

Ia menekankan, jika seorang pejabat diadukan, yang perlu dilakukan adalah mengklarifikasi. Laporan yang disampaikan IPW pun, menurut Eddy, tidak perlu ditanggapi secara serius. Meskipun demikian, pihaknya merasa perlu mengklarifikasi ke KPK dan publik. ”Klarifikasi kepada KPK dan publik itu perlu agar tak menimbulkan kegaduhan karena pasti akan menimbulkan beragam perspektif di mana-mana,” katanya.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu sebelumnya juga mengatakan, tim penyidik menerapkan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP terkait gratifikasi. KPK juga menerapkan pasal suap untuk mengusut perkara tersebut.

Asep memastikan, dalam perkara suap, jumlah tersangka akan lebih dari satu orang. Ada pemberi dan penerima suap. Asep enggan mengungkap siapa saja nama tersangka dalam perkara tersebut. ”Kan nanti biasanya diumumkan. Nanti diumumkan. Tenang saja,” ujar Asep.

 

Penahanan tersangka pajak

Pada Kamis malam, KPK menahan dua tersangka kasus dugaan gratifikasi pemeriksaan perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tahun 2016-2017. Kedua tersangka itu ialah Yulmanizar dan Febrian yang bekerja sebagai anggota Tim Pemeriksa Pajak pada DJP) Kemenkeu.

Menurut Alexander Marwata, Yulmanizar dan Febrian juga merupakan bawahan dari bekas Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP Angin Prayitno Aji. Angin memerintahkan Yulmanizar dan Febri sebagai Tim Pemeriksa Pajak untuk merekayasa penghitungan kewajiban pembayaran pajak sesuai permintaan para wajib pajak.

Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak tahun 2016-2019 APA (Angin Prayitno/berompi) ditetapkan menjadi tersangka usai diperiksa di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Selasa (4/5/2021).

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak tahun 2016-2019 APA (Angin Prayitno/berompi) ditetapkan menjadi tersangka usai diperiksa di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Selasa (4/5/2021).

Perintah itu disampaikan secara berjenjang melalui Kasubdit Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaaan Dadan Ramdani, Supervisor Tim Pemeriksa Pajak Wawan Ridwan, dan Ketua Tim Pemeriksa Pajak Alfred Simanjuntak.

Karena mengondisikan biaya wajib pajak itu, Nagin, Dadan, Wawan, Alfred, Yulmanizar, dan Febri mendapatkan uang panas Rp 15 miliar dan 4 juta dollar Singapura. Selain itu, mereka diduga bersama-sama menerima gratifikasi dari para wajib pajak lain dengan nilai mencapai miliaran rupiah.

Atas perbuatannya itu, Yulmanizar dan Febrian disangkakan dengan Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001.

 
 
Editor:
ANTONY LEE