JAKARTA, KOMPAS — Terkait penetapan tersangka Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri, Presiden Joko Widodo meminta semua pihak untuk menghormati proses hukum. Adapun soal proses pemberhentian sementara Firli dari jabatannya, pihak Kementerian Sekretariat Negara masih menunggu surat penetapan tersangka dari Polda Metro Jaya. Keputusan pemberhentian sementara harus melalui Keputusan Presiden.

”Hormati semua proses hukum. Hormati semua proses hukum,” ujar Presiden Jokowi saat dimintai responsnya setelah Firli ditetapkan sebagai tersangka seusai meresmikan Kampung Nelayan Modern, Biak Numfor, Papua, Kamis (23/11/2023).

 

Firli ditetapkan sebagai tersangka pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya, terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian 2020-2023. Pihak yang diperas diduga bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Ditemui di kantor Kementerian Setneg, Koordinator Staf Khusus Presiden AAGN Dwipayana menyebut bahwa hingga pagi ini, pihaknya masih menunggu surat pemberitahuan penetapan tersangka Firli dari kepolisian. Jika surat itu sudah diterima, status jabatan Firli akan diproses selanjutnya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketua KPK Firli Bahuri memasak nasi goreng di area kantin lantai 3 Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (20/1/2020) malam.

KOMPAS/SHARON PATRICIA

Ketua KPK Firli Bahuri memasak nasi goreng di area kantin lantai 3 Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (20/1/2020) malam.

Menurut Dwipayana, Pasal 32 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan ketentuan tentang kapan pimpinan KPK harus berhenti dari jabatannya.

Pimpinan KPK diberhentikan antara lain apabila menjadi terdakwa tindak pidana kejahatan. Dalam hal pimpinan KPK menjadi tersangka, pimpinan KPK akan diberhentikan sementara dari jabatannya.

”Pasal 32 Ayat (2) sudah sangat jelas mengenai bagaimana respons terkait penetapan sebagai tersangka, pemberhentian sementara sebagai posisi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Tentu harus dibungkus dalam satu Keppres (Keputusan Presiden) oleh Presiden,” ujar Dwipayana.

Namun, proses pembuatan keppres tersebut masih menunggu surat pemberitahuan penetapan tersangka dari kepolisian.

Koordinator Staf Khusus Presiden AAGN Dwipayana memberikan keterangan pers di kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Kamis (23/11/2023).

KOMPAS/MAWAR KUSUMA WULAN

Koordinator Staf Khusus Presiden AAGN Dwipayana memberikan keterangan pers di kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Kamis (23/11/2023).

”Ya mekanisme yang diatur, kan, seperti itu. Surat pemberitahuan penetapan tersangka dari Polri diberitahukan kepada Presiden kemudian dari situ aturan dalam UU No 19/2019 dijalankan penetapan sebagai pemberhentian sementara, juga dikeluarkan dalam bentuk keppres,” ujarnya.

Menurut Dwipayana, proses penetapan Ketua KPK sebagai tersangka benar-benar murni domain hukum. Hal ini tidak terkait dengan situasi politik jelang pemilu.

Dwipayana juga menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Konstitusi mengatur bahwa semua memiliki kedudukan yang sama di dalam hukum. ”Itu domain hukumlah. Tentu kita menyerahkan itu pada ranah hukum,” ujarnya.

 
 
Editor:
ANTONIUS PONCO ANGGORO