JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo telah menandatangani keputusan presiden terkait pemberhentian sementara Ketua KPK Firli Bahuri dan sekaligus menetapkan Nawawi Pomolango sebagai Ketua Sementara KPK. Meski tidak memerinci, Presiden Jokowi menyebut banyak pertimbangan yang menjadi alasan dirinya memilih Nawawi. Semua proses hukum mesti dihargai, termasuk pengajuan praperadilan oleh Firli.
”Ya, sudah saya tanda tangani tadi malam. Dan, saya kira sudah tahu semuanya memang aturannya seperti itu,” kata Presiden Joko Widodo saat menjawab pertanyaan awak media seusai menghadiri Puncak Peringatan Hari Guru, di Indonesia Arena, Senayan, Jakarta, Sabtu (25/11/2023).
Meski tak memerinci secara detail, Presiden mengatakan ada banyak pertimbangan untuk memutuskan Nawawi sebagai Ketua Sementara KPK.
Dengan diputuskannya pemberhentian sementara terhadap Firli, pimpinan KPK yang tersisa tinggal empat orang, yakni Alexander Marwata, Johanis Tanak, Nurul Ghufron, termasuk Nawawi Pomolango. Adapun pemberhentian sementara terhadap Firli diputuskan menyusul ditetapkannya Firli sebagai tersangka penerimaan gratifikasi oleh tim penyidik Polda Metro Jaya dalam penanganan perkara dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian.
Meski tak memerinci secara detail, Presiden mengatakan ada banyak pertimbangan untuk memutuskan Nawawi sebagai Ketua Sementara KPK. ”Banyak pertimbangan. Memang pilihannya ada empat, tetapi apa pun kita harus memilih satu, tidak mungkin empat-empatnya kita pilih,” tutur Presiden Jokowi.
KOMPAS/CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
Presiden Joko Widodo saat menjawab pertanyaan awak media seusai menghadiri Puncak Peringatan Hari Guru, di Indonesia Arena, Senayan, Jakarta, Sabtu (25/11/2023).
Sebelum dipilih dan dilantik sebagai salah satu pimpinan KPK pada 2019, Nawawi menjalani kariernya sebagai hakim di sejumlah pengadilan negeri hingga Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Kariernya sebagai hakim dimulai pada 1992, yakni menjadi hakim di Pengadilan Negeri Soasio Tidore, Kabupaten Halmahera Tengah.
Pada 2017, Nawawi menjadi ketua majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang mengadili eks Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar terkait kasus suap untuk memenangkan perkara uji materi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Dengan dikabulkannya permohonan uji materi itu, impor daging kerbau dari India diharapkan bisa dihentikan.
Saat menangani perkara tersebut, majelis hakim yang dipimpin Nawawi menyatakan Patrialis terbukti menerima suap. Untuk itu, majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana 8 tahun penjara terhadap Patrialis.
Terhadap penetapan Firli sebagai tersangka, Kepala Negara juga kembali mengajak menghormati seluruh proses hukum yang ada. ”Hormati seluruh proses hukum. (Oleh) karena masih dalam proses, saya tidak ingin berkomentar,” ujarnya.
Menurut Presiden, hal itu termasuk untuk gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diajukan Firli terkait keberatannya ditetapkan sebagai tersangka oleh tim penyidik Polda Metro Jaya. ”Itu juga proses hukum yang harus kita hormati. Itu hak,” katanya.
Presiden Jokowi berharap, agar dengan dipilihnya Nawawi sebagai Ketua Sementara KPK, pemberantasan korupsi tetap bisa dijalankan dengan baik oleh KPK. ”Ya, KPK (diharapkan) bisa berjalan dengan baik sampai nanti terpilihnya ketua yang baru,” ujarnya.
KOMPAS/CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
Koordinator Staf Khusus Presiden Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana saat menyampaikan keterangan pers di Kantor Sekretariat Negara, Jakarta, Jumat (24/11/2023).
Pimpinan KPK yang ada saat ini, lanjutnya, dipercayakan menjalankan tugas melakukan pemberantasan korupsi. Jika dibutuhkan, baru nanti akan dilakukan evaluasi. ”Saya kira ini biar berjalan terlebih dahulu. Nanti sambil berjalan kita lihat, kita evaluasi,” katanya.
Presiden pun mempercayakan KPK melakukan proses hukum terhadap Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK untuk dugaan penerimaan gratifikasi. Begitu pula kehadiran Edward di rapat kerja DPR, meski telah berstatus sebagai tersangka, Presiden meminta agar hal itu ditanyakan kepada KPK. ”Ditanyakan ke KPK, bukan ke saya,” ujarnya.
Sebelumnya, Koordinator Staf Khusus Presiden Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana kepada pers, Jumat (24/11/2023) malam, menuturkan, Presiden Jokowi telah menandatangani Keputusan Presiden terkait Pemberhentian Sementara Ketua KPK Firli Bahuri dan sekaligus menetapkan Nawawi Pomolango sebagai Ketua Sementara KPK.
Ari Dwipayana menuturkan, Keppres Nomor 116 tanggal 24 November 2023 ini ditandatangani oleh Presiden Jokowi di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (24/11/2023) malam, setiba dari kunjungan kerja ke Kalimantan Barat.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menuturkan, pihaknya belum menerima surat keputusan terkait soal pemberhentian Firli dan penetapan Nawawi Pomolango sebagai pelaksana tugas Ketua KPK.
Belum terima surat keputusan
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menuturkan, pihaknya belum menerima surat keputusan terkait soal pemberhentian Firli dan penetapan Nawawi Pomolango sebagai pelaksana tugas Ketua KPK.
”Nah, pemberhentian sendiri kami belum terima. Kami juga baru mendapat informasi dari teman-teman media. Mudah-mudahan hari Senin kami sudah mendapatkan surat keputusan pemberhentian Pak Firli sebagai pemberhentian sementara sebagai ketua. Dan, kita berharap juga surat keputusan penunjukan sementara Pak Nawawi sebagai ketua segera juga kami dapatkan,” tuturnya.
KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyampaikan keterangan pers di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (11/10/2023).
Johanis menuturkan, hal ini tidak terlepas dari pertanyaan yang berkaitan dengan Firli, yakni bahwa dirinya memberikan informasi Firli masih mengikuti rapat pertemuan terkait dengan ekspose yang sedang dilakukan. ”Nah, memang kalau kita melihat peraturan perundang-undangan, setiap pejabat negara itu dapat diberhentikan untuk seterusnya atau untuk sementara. Dan, khususnya pejabat negara yang melakukan, disangka melakukan, suatu tindak pidana, itu diberhentikan sementara,” ujarnya.
Akan tetapi, Johanis melanjutkan, ketika ditetapkan juga sebagai tersangka, secara yuridis itu yang menjadi landasan keputusan pemberhentian. ”Dasar alasannya itu adalah dia ditetapkan sebagai tersangka. Namun, efektivitas secara hukum berlakunya itu setelah adanya keputusan presiden,” katanya.
Dengan demikian, menurut Johanis, kalau kemudian Firli mengikuti ekspose, pihaknya juga tidak bisa melarang. ”(Hal ini) karena dia juga belum mendapatkan surat keputusan pemberhentian. Sahnya suatu pemberhentian tentunya berdasarkan adanya satu keputusan, yaitu suatu keputusan pemberhentian yang ditetapkan oleh presiden,” ujarnya.
Johanis menuturkan, dirinya juga sudah membaca pemberitaan di media bahwa Presiden Jokowi sekembalinya dari Kalimantan menandatangani surat pemberhentian tersebut di Bandara Halim Perdanakusuma. ”Dengan demikian, secara hukum, menurut hukum administrasi, pada saat itu sudah sah pemberhentiannya untuk sementara. Sambil menunggu perkembangan penanganan perkaranya sampai dengan ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap tentunya,” papar Johanis.
Johanis pun mengajak menunggu hasil pemeriksaan penyidikan. ”Dan selanjutnya nanti kalau diserahkan kepada kejaksaan dan dilimpahkan pada pengadilan untuk disidangkan, kita tunggu hasil putusannya. Bagaimana putusannya dan tentunya putusan yang berkekuatan hukum tetap,” ujarnya.
Johanis pun melanjutkan, ”Nah, ketika putusan sudah berkekuatan hukum tetap, bagaimana apakah nanti memang terbukti? Kalau memang terbukti, (maka) presiden akan mengeluarkan keputusan pemberhentian secara tetap, tidak lagi sifatnya sementara. Saya kira itu.”
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri (tengah) seusai menjalani pemeriksaan etik oleh Dewan Pengawas KPK di Gedung C1 KPK, Jakarta, Senin (20/11/2023). Ketua KPK Firli Bahuri hadir dan menjalani pemeriksaan Dewan Pengawas KPK terkait kasus dugaan pemerasan yang menyeret dirinya.
Saat dimintai pandangan, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menuturkan, penetapan status tersangka terhadap Ketua KPK Firli menjadi perhatian, khususnya dari para investor global. ”(Hal ini) karena bagaimana mungkin ketua KPK terindikasi menerima suap dari tersangka korupsi? Jadi, ini kasus yang sangat extra ordinary yang menunjukkan tingkat tata kelola kelembagaan pemberantasan korupsi di Indonesia mundur 20 tahun ke belakang,” ujarnya.
Menurut Bhima, hal ini juga juga membuat investor, baik portofolio maupun mereka yang menanamkan modal secara langsung, menjadi lebih hati-hati. ”(Mereka) itu akhirnya melihat biaya berbisnis di Indonesia menjadi sangat mahal karena banyak biaya siluman, biaya menyuap, biaya korupsi, dan itu membuat ekonomi biaya tinggi,” katanya.
Bagaimana mungkin Ketua KPK terindikasi menerima suap dari tersangka korupsi? Jadi, ini kasus yang sangatextra ordinary yang menunjukkan tingkat tata kelola kelembagaan pemberantasan korupsi di Indonesia mundur 20 tahun ke belakang.
Kondisi ini dinilainya juga memberikan ketidakpastian dalam berusaha dan ketidakpastian hukum. “Ketidakpastian hukum tinggi karena penegakan hukum terkait korupsi lemah. Hukum bisa berganti, regulasi bisa berganti. Bayangkan kalau ada investor punya horizon investasi 20-30 tahun ke depan dan kemudian ketidakpastian regulasinya cukup tinggi,” kata Bhima.
Hal yang ketiga, Bhima melanjutkan, kondisi ini juga menjadi preseden buruk. ”Jadi, Indonesia belum tentu layak investasi karena memiliki tata kelola yang buruk. Terakhir, tentunya, perilaku koruptif ini juga dilakukan berdekatan di pemilu, Februari. Jadi, fenomena-fenomena MK, penetapan tersangka Firli, ini menambah ketidakpastian politik,” ujarnya.
Kegaduhan-kegaduhan yang muncul membuat investor maju mundur untuk menanamkan modalnya. ”Nah, itu kenapa sampai hari investor asing belum masuk di IKN, misalnya. Jadi, mereka masih melihat drama-drama, kemudian juga kok bisa Ketua KPK jadi tersangka, misalnya. Itu akan menambah tingkat risiko berinvestasi,” kata Bhima.
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira Adhinegara, Rabu (5/7/2023), di Jakarta, dalam diskusi tentang manajemen pengelolaan sampah sesuai Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.
Bhima mengatakan, ketika ada kepala lembaga pemberantasan korupsi bermasalah, hal ini juga membuat sinyal persaingan usaha di Indonesia masih belum sehat. ”Hal ini karena pengusaha, birokrat yang menyuap regulator, misalnya, itu akan cenderung dimenangkan untuk mendapatkan porsi bisnis yang besar, misalnya. Itu membuat persaingan usaha tidak sehat atau tidak sempurna,” ujarnya.
Penetapan ketua KPK sebagai tersangka, menurut Bhima, menjadi catatan negatif. ”Saya kira ini akan menjadi koreksi yang sangat besar dan masuk dalam perhitungan investor untuk berinvestasi di Indonesia dalam waktu dekat,” kata Bhima.