engoklah beban berat guru-guru di pedalaman yang tertelikung oleh rimba hutan belantara. Juga guru-guru di perkotaan yang terbelit ganasnya modernisasi.
HERYUNANTO
Ilustrasi
Kualitas pendidikan nasional masih stagnan. Berbagai kalangan menilai, arah kebijakan pendidikan nasional masih samar dan belum sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa, sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Berbagai indikator menunjukkan problematika pendidikan dalam tataran fundamental ataupun landasan operasional.
Hal tersebut dapat dimaklumi karena kebijakan pendidikan kerap berubah-ubah dalam waktu singkat, seolah tidak berkesinambungan. Ada pemeo, ganti menteri, ganti kebijakan. Setiap pergantian pemerintahan lima tahun sekali, kebijakan kementerian yang populis biasanya masih saja berkutat seputar pergantian kurikulum.
Belum lama mereka memahami dan menjalankan Kurikulum 2013, sudah harus belajar memahami implementasi Kurikulum Merdeka. Kaum guru kerap hanya jadi obyek yang seo- lah tak berdaya serta harus tunduk dan patuh dalam menjalankan titah pembuat kebijakan.
Agar pendidikan nasional tetap berjalan sesuai dengan relnya dan kualitasnya melesat tinggi, seharusnya pemerintahan lebih berfokus pada tata kelola guru dan penyelesaian permasalahan guru yang meliputi kesejahteraan, perlindungan, dan kompetensi.
Mengapa harus fokus pada perbaikan tata kelola guru? Sebab, guru merupakan elemen paling penting dalam suatu pendidikan. Guru merupakan operator penting di lapangan pendidikan. Jadi, untuk mewujudkan pendidikan bermutu, kata kuncinya ada pada guru yang berkualitas. Tanpa guru yang berkualitas dan sejahtera, maka pendidikan berkualitas hanya isapan jempol belaka.
Berbagai kalangan menilai, arah kebijakan pendidikan nasional masih samar dan belum sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa, sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.
Kelak, pemerintahan baru harus memiliki peta jalan yang komprehensif dalam tata kelola guru. Perbaiki mekanisme perekrutan guru, tingkatkan kesejahteraan guru, dan lakukan pembinaan guru dengan pola karier yang jelas, serta memastikan adanya perlindungan guru saat menjalankan tugas.
Mengingat begitu kompleksnya permasalahan guru dan melibatkan berbagai sektoral, maka pengelolaannya tidaklah cukup hanya ditangani pejabat setingkat eselon satu atau direktur jenderal (dirjen).
Sudah saatnya manajemen pengelolaan guru yang komprehensif ditangani oleh satu badan khusus setingkat menteri yang langsung berada di bawah kendali Presiden. Perlu ada Badan Guru Nasional (BGN) yang menaungi pengelolaan semua guru di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Tek- nologi ataupun Kementerian Agama, serta semua sekolah kedinasan, termasuk guru-guru di persekolahan swasta.
Dengan tantangan pendidikan di zaman yang semakin hari kian berubah dan penuh tindakan yang mengarah pada distorsi kemanusiaan, maka guru harus tampil sebagai pengusung sejati nilai-nilai kemanusiaan.
Ketika mentalitas banyak anak bangsa digerogoti racun narkoba, pergaulan bebas, dan perilaku menyimpang lain, tentu guru tak berdiam diri dan harus tampil sebagai penyelamat. Karena itu, pemerintah seyogianya memperhatikan guru karena mengemban tugas yang mahaberat dalam memahat peradaban bangsa.
Guru merupakan kunci utama untuk memajukan dunia pendidikan nasional dan peradaban bangsa. Tanpa guru yang baik, pendidikan bermutu hanyalah impian.
Ilustrasi
Untuk mendapatkan guru yang baik, tata kelola guru harus menyeluruh, dimulai dari penyiapan calon guru yang baik melalui pembenahan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Pemerintah harus mengontrol dan memperketat izin LPTK agar keseimbangan antara ketersediaan (supply) dan kebutuhan (demand) akan guru terjaga.
Kebutuhan dan penyediaan guru dikontrol dengan ketat agar kualitas SDM yang berkecimpung di dunia pendidikan benar-benar berkualitas dan terjaga kompetensinya.
Peran guru sangat penting, tetapi nasib kesejahteraannya masih termarjinalkan. Guru belum merdeka secara finansial dan sebagai sebuah profesi. Lebih banyak diberi beban ketimbang diberi kebahagiaan keluar dari berbagai persoalan yang membelitnya.
Banyaknya kementerian dan bidang yang mengatur urusan guru membuat berbagai persoalan guru tak kunjung terurai.
Misalnya, untuk perekrutan guru aparatur sipil negara (ASN)—pegawai negeri sipil (PNS) ataupun pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK)— formasi diusulkan dari pemerintah daerah ke Kemendikbudristek, lalu ditetapkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Dan, untuk masalah anggaran oleh Kementerian Keuangan serta untuk manajemen kepegawaian oleh Badan Kepegawaian Negara.
Rantai panjang birokrasi itu menyebabkan kekosongan guru dipenuhi dalam jangka waktu yang lama serta tidak cepat tertangani karena begitu banyak meja birokrasi harus dilewati.
Sudah saatnya pemerintah secara serius menata pendidikan, dimulai dari penataan terhadap pengelolaan guru. Manajemen pengelolaan guru perlu dibuat terpadu, lintas sektoral, agar lebih cepat dalam menangani permasalahan guru dalam hal kesejahteraan, perlindungan, dan kompetensi.
Peran guru sangat penting, tetapi nasib kesejahteraannya masih termarjinalkan.
Dengan adanya badan khusus setingkat menteri yang mengurus pengelolaan guru, maka panjangnya mata rantai birokrasi antarsektoral dapat dipangkas. Badan guru nasional dapat mengatur pengelolaan guru satu pintu dari perencanaan kebutuhan, perekrutan, pendistribusian, hingga pembinaan guru secara berjenjang dan berkelanjutan.
Selain itu, badan ini dapat mengevaluasi secara berkala kompetensi dan pemberian kesejahteraan untuk guru. Kemudian, badan ini pula yang akan menjadi mitra strategis organisasi profesi guru dalam pembinaan kompetensi, karier, dan perlindungan guru.
Selama ini pengelolaan guru diurus oleh banyak bidang sehingga membutuhkan waktu cukup lama dalam proses perekrutan dan pendistribusian.
Dengan adanya satu badan khusus dalam manajemen pengelolaan guru yang terpusat dan langsung berkedudukan di bawah Presiden, maka akan mengakselerasi perencanaan kebutuhan, pemenuhan formasi, dan pendistribusian guru.
Dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka urusan pendidikan dasar menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota dan urusan pendidikan menengah menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi. Tentu ada plus-minus penyerahan kewenangan mengurus pendidikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
Menurut hemat penulis, untuk urusan fisik sarana prasarana, dan urusan teknis administratif lainnya, mungkin lebih tepat diserahkan ke daerah. Namun, mengenai tata kelola guru sebaiknya kewenangan dikembalikan lagi ke pusat. Mengapa begitu? Sering kali dalam aspek tertentu, profesionalisme guru kurang disentuh oleh pemerintah daerah.
Ilustrasi
Selain itu, guru-guru rawan dipolitisasi untuk kepentingan politik penguasa daerah, terutama menjelang pilkada. Jumlah guru ASN beserta keluarganya terbilang cukup banyak di satu daerah, merupakan ceruk massa yang cukup menggiurkan untuk mendulang suara dalam perhelatan politik, baik di pusat maupun daerah.
Banyak terjadi di sejumlah daerah, kedekatan dengan kekuasaan memengaruhi karier seorang guru dibandingkan dengan unsur kompetensi dan profesionalisme. Ini tak akan terjadi jika pengelolaan dan pembinaan kepegawaian guru ditarik kembali kewenangannya ke pusat.
Saatnya pemerintah memperhatikan dan mendengarkan suara guru yang bertugas di seluruh Indonesia. Tengoklah beban berat guru-guru di pedalaman yang tertelikung oleh rimba hutan belantara. Demikian pula guru-guru di perkotaan yang lebih parah pula bebannya karena terbelit ganasnya modernisasi.
Namun, guru tetaplah berjiwa guru. Meski guru menanggung beban yang berat dan harus dipikulnya dengan segala problematika kehidupannya, akan menjadi terasa ringan ketika di sanubari guru terpatri jiwa pengabdian yang tulus, kecintaan terhadap anak bangsa, dan tanggung jawab yang besar terhadap kemajuan bangsanya.
Selamat Hari Guru Nasional dan Selamat Hari Ulang Tahun Ke-78 PGRI. Jayalah guruku, majulah negeriku Indonesia.
Baca juga : Guru, antara Tuntutan dan Kompetensi
Catur Nurrochman OktavianWakil Bendahara PB PGRI, Wakil Ketua Dewan Eksekutif Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis (APKS) PGRI