Kilas balik kampanye pemilu masa lalu dapat menjadi refleksi visual untuk merawat memori kolektif bangsa Indonesia.

Poster dukungan simpatisan PPP dalam kampanye di Jakarta, Jumat (3/4/1987).

KOMPAS/HASANUDDIN ASSEGAFF (HS)

Poster dukungan simpatisan PPP dalam kampanye di Jakarta, Jumat (3/4/1987).

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 merupakan negara demokrasi. Dalam sebuah negara demokrasi, kedaulatan berada di tangan rakyat yang dijalankan oleh pemerintah yang menjalankan hak dan wewenangnya atas nama rakyat.

Ciri negara demokrasi, antara lain, adanya legitimasi pemerintah, partai politik, adanya pemilu yang bebas dan adil, serta pers yang bebas. Salah satu cara menciptakan pemerintahan yang memiliki legitimasi adalah melalui pemilu.

Pesta demokrasi lima tahunan ini menjadi peristiwa rutin yang harus dikawal media dengan segala gegap gempitanya. Partai-partai politik akan berlomba-lomba untuk memperoleh dukungan dari masyarakat melalui kampanye dalam pemilu.

Masa kampanye pemilu yang akan memanggungkan visi misi ketiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden sebagai rangkaian dari Pemilu 2024 telah bergulir. Kilas balik peristiwa kampanye pemilu masa lalu dapat menjadi sebuah refleksi visual untuk merawat memori kolektif bangsa Indonesia. Melihat kampanye masa lalu menghadirkan momen-momen yang menarik. Masa lalu sebagai referensi sejarah.

Papan kampanye ini semuanya disediakan di 58 tempat di Jakarta, Kamis (24/2/1977). Setiap kontestan pemilu mendapat satu papan di setiap tempat menurut nomor urutnya. Papan semacam ini sengaja dibuat oleh PPD I DKI Jaya untuk mencegah penempelan plakat atau pamflet di sembarang tempat.

KOMPAS/DUDY SUDIBYO

Papan kampanye ini semuanya disediakan di 58 tempat di Jakarta, Kamis (24/2/1977). Setiap kontestan pemilu mendapat satu papan di setiap tempat menurut nomor urutnya. Papan semacam ini sengaja dibuat oleh PPD I DKI Jaya untuk mencegah penempelan plakat atau pamflet di sembarang tempat.

Dalam arsip foto Kompas kali ini, beberapa potret kampanye pesta demokrasi pada Orde Baru terekam oleh kamera wartawan Kompas pada Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.

Peristiwa yang terangkum di antaranya rapat umum di lapangan, konvoi simpatisan di jalanan, pidato janji program para juru kampanye di panggung, artis dan tokoh penting yang ikut turun sebagai juru kampanye, serta segala bentuk slogan-slogan dukungan yang turut menghiasi suasana kampanye beserta pernik-perniknya.

Masa kampanye telah mulai hidup, seperti terlihat suasana di kawasan Gladak, Solo, Jawa Tengah, Minggu (27/2/1977).

KOMPAS/SUBIYANTO HR

Masa kampanye telah mulai hidup, seperti terlihat suasana di kawasan Gladak, Solo, Jawa Tengah, Minggu (27/2/1977).

Ali Murtopo menyampaikan pidato di depan massa Golkar dalam kampanye yang berlangsung di Parkir Timur Senayan. Jakarta Pusat, Jumat (16/4/1982).

KOMPAS/JB SURATNO

Ali Murtopo menyampaikan pidato di depan massa Golkar dalam kampanye yang berlangsung di Parkir Timur Senayan. Jakarta Pusat, Jumat (16/4/1982).

Juru kampanye menjadi ujung tombak dalam setiap pertemuan terbuka, bisa dari politikus, pejabat, hingga artis yang top pada masanya. Mereka dapat menjadi magnet sekaligus pembangkit semangat para simpatisan dalam kampanye di lapangan sekaligus untuk meyakinkan mereka mendukung partai yang dibelanya.

Baca juga: Memori Bajaj 2 Tak di Jakarta

Penyanyi kondang H Rhoma Irama dalam kampanye PPP di Jakarta, Kamis (4/2/1982).

KOMPAS/KARTONO RIYADI

Penyanyi kondang H Rhoma Irama dalam kampanye PPP di Jakarta, Kamis (4/2/1982).

Ketua Umum DPP PPP Ismail Hasan Metarerum didampingi ulama terkenal Jawa Timur Mudjib Ridwan mengacungkan jari dari panggung PPP saat hari pertama kampanye Pemilu 1992 di Nyamplungan, Surabaya, Minggu (10/3/1992).

KOMPAS/JULIAN SIHOMBING

Ketua Umum DPP PPP Ismail Hasan Metarerum didampingi ulama terkenal Jawa Timur Mudjib Ridwan mengacungkan jari dari panggung PPP saat hari pertama kampanye Pemilu 1992 di Nyamplungan, Surabaya, Minggu (10/3/1992).

Artis Rano Karno menjadi juru kampanye pada Pemilu 1997 di DI Yogyakarta, Rabu (5/3/1997).

KOMPAS/ARDUS M SAWEGA

Artis Rano Karno menjadi juru kampanye pada Pemilu 1997 di DI Yogyakarta, Rabu (5/3/1997).

Dinamika parpol dari waktu ke waktu juga tak lepas dari perjalanan pelaku-pelaku di dalamnya. Salah satunya adalah saat Soerjadi dan Megawati masih berada di satu panggung dalam sebuah kampanye PDI di tahun 1987.

Momentum tersebut berlangsung jauh sebelum partai tersebut pecah karena peristiwa Kudatuli (Kerusuhan 27 Juli) di tahun 1996. Peristiwa kelabu tersebut dilatarbelakangi rekayasa pemerintahan Soeharto untuk mendudukkan Soerjadi kembali menjadi ketua umum dan menggulingkan Megawati Soekarnoputri yang kemudian melahirkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Ketua Umum PDI Drs Soerjadi dan Megawati Soekarnoputri (tengah) pada saat kampanye PDI pada Pemilu 1987 di Solo, Jawa Tengah, Senin (6/4/1987).

KOMPAS/ARDUS M SAWEGA

Ketua Umum PDI Drs Soerjadi dan Megawati Soekarnoputri (tengah) pada saat kampanye PDI pada Pemilu 1987 di Solo, Jawa Tengah, Senin (6/4/1987).

Pelaksanaan kampanye dilakukan dengan cara yang bervariasi. Tak semuanya harus berlangsung di ruang terbuka, ramai, dan riuh. Pembawaan kampanye ada yang meledak-ledak, ada pula yang santai, seperti dalam sebuah kampanye Golkar yang dibawakan oleh Ir Sarwono Kusumaatmadja .

Kampanye Golkar yang dibawakan oleh Sekjen DPP Golkar Ir Sarwono Kusumaatmadja dilakukan santai di RT 006 Karet Tengsin, Jakarta Pusat, Jumat (10/4/1987). Tidak hanya yang hadir duduk santai di tikar atau di koran bekas, tapi juga dialognya pun santai.

KOMPAS/OEMAR SAMSURI

Kampanye Golkar yang dibawakan oleh Sekjen DPP Golkar Ir Sarwono Kusumaatmadja dilakukan santai di RT 006 Karet Tengsin, Jakarta Pusat, Jumat (10/4/1987). Tidak hanya yang hadir duduk santai di tikar atau di koran bekas, tapi juga dialognya pun santai.

Ikon parpol juga menjadi satu poin penting yang dihadirkan peserta kampanye di lapangan. Lambang parpol kontestan pemilu pada masa itu hanya tiga, yaitu Kabah sebagai lambang PPP, pohon beringin yang menjadi ikon Golongan Karya, dan banteng yang menjadi identitas Partai Demokrasi Indonesia.

Putaran kelima atau terakhir kampanye PDI (Partai Demokrasi Indonesia) di Jakarta, Rabu (28/4/1982).

KOMPAS/JB SURATNO

Putaran kelima atau terakhir kampanye PDI (Partai Demokrasi Indonesia) di Jakarta, Rabu (28/4/1982).

Bintang The Rolling Stones Mick Jagger turut tampil dalam poster yang dibawa simpatisan PPP dalam kampanye di Jakarta, Senin (9/3/1987).

KOMPAS/HASANUDDIN ASSEGAFF

Bintang The Rolling Stones Mick Jagger turut tampil dalam poster yang dibawa simpatisan PPP dalam kampanye di Jakarta, Senin (9/3/1987).

Hiruk pikuk kampanye menjadi hiburan tersendiri bagi rakyat, tak terkecuali anak-anak. Meskipun usia mereka belum memenuhi syarat sebagai pemilih, banyak dari mereka yang terlihat di antara kampanye-kampanye. Hal yang sekarang mungkin masih terjadi dan menjadi sebuah pelanggaran kampanye.

Para simpatisan yang mengelu-elukan pawai Partai Demokrasi Indonesia di Jalan Pramuka, Jakarta, secara bersamaan mengacungkan tiga jari, Selasa (14/4/1987).

KOMPAS/KARTONO RYADI

Para simpatisan yang mengelu-elukan pawai Partai Demokrasi Indonesia di Jalan Pramuka, Jakarta, secara bersamaan mengacungkan tiga jari, Selasa (14/4/1987).

Pelaksanaan kampanye sering kali diikuti dengan pergerakan massa parpol menuju lokasi rapat terbuka atau sekadar berkonvoi di jalanan. Salah satu rekaman fenomenal yang menunjukkan animo para simpatisan parpol terlihat pada foto udara yang diambil oleh pewarta foto Julian Sihombing di Simpang Semanggi, Jakarta, pada Pemilu 1992.

Baca juga: Nestapa Nelayan Bagan Teluk Buli

Simpatisan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) memerahkan Simpang Susun Semanggi, Jakarta, saat kampanye, Rabu (1/1/1992).

KOMPAS/JULIAN SIHOMBING

Simpatisan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) memerahkan Simpang Susun Semanggi, Jakarta, saat kampanye, Rabu (1/1/1992).

Arak-arakan kendaraan bermotor dalam kampanye pemilihan umum (pemilu) di Jakarta, Selasa (29/4/1997).

KOMPAS/EDDY HASBY

Arak-arakan kendaraan bermotor dalam kampanye pemilihan umum (pemilu) di Jakarta, Selasa (29/4/1997).

Pernak-pernik yang mewarnai kampanye, seperti atribut-atribut dukungan parpol di sudut kota, penertiban konvoi di jalanan, poster dukungan, serta kondisi hujan di tengah rapat akbar kampanye juga menjadi potret suasana yang terekam. Selain itu, tahapan awal sosialisasi yang ditandai dengan pemasangan poster-poster parpol yang kemudian mewarnai sudut-sudut kota juga menjadi momen-momen yang seolah selalu terulang dalam penyelenggaraan pemilu dengan waktu dan subyek yang berganti dan berbeda nuansanya.

Baliho berisi ajakan untuk memilih Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dengan nomor urut 3, saat kampanye Pemilu 1997 di Jakarta, Sabtu (5/4/1997).

KOMPAS/AR BUDIDARMA

Baliho berisi ajakan untuk memilih Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dengan nomor urut 3, saat kampanye Pemilu 1997 di Jakarta, Sabtu (5/4/1997).

Masa kampanye Pemilu 1992 semua OPP mengerahkan massanya untuk kampanye, termasuk menempelkan poster tanda gambar di tembok-tembok pinggir jalan yang mudah dilihat orang, seperti tampak di Jakarta, Minggu (10/5/1992).

KOMPAS/KARTONO RYADI

Masa kampanye Pemilu 1992 semua OPP mengerahkan massanya untuk kampanye, termasuk menempelkan poster tanda gambar di tembok-tembok pinggir jalan yang mudah dilihat orang, seperti tampak di Jakarta, Minggu (10/5/1992).

Simpatisan PDI berteduh dengan kain spanduk saat kampanye dengan menggelar panggung di Jakarta, Sabtu (16/5/1992). Gambar kampanye PDI terganggu hujan turun di daerah Jakarta.

KOMPAS/HARIADI SAPTONO

Simpatisan PDI berteduh dengan kain spanduk saat kampanye dengan menggelar panggung di Jakarta, Sabtu (16/5/1992). Gambar kampanye PDI terganggu hujan turun di daerah Jakarta.

Para petugas kepolisian mulai bertindak dengan menegur dan menilang para peserta kampanye yang melanggar peraturan lalu lintas, Rabu (8/4/1987). Mereka yang naik di atas kap mobil ditegur, sementara yang naik kendaraan roda dua bertiga ditilang.

KOMPAS/JIMMY WP

Para petugas kepolisian mulai bertindak dengan menegur dan menilang para peserta kampanye yang melanggar peraturan lalu lintas, Rabu (8/4/1987). Mereka yang naik di atas kap mobil ditegur, sementara yang naik kendaraan roda dua bertiga ditilang.