Delapan hakim konstitusi, minus hakim Anwar Usman, Rabu (29/11/2023) telah menolak permohonan pengujian atas perkara nomor 141/PUU-XXI/2023.
Mahkamah Konstitusi menolak permohonan atas nama Brahma Aryana, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Jakarta, untuk seluruhnya. Dalam permohonannya, Brahma Aryana meminta MK menafsir ulang Pasal 169 Huruf q UU Pemilu pascaputusan 90/PUU-XXI/2023.
Melalui Putusan MK nomor 90/PUU-XII/2023, MK telah memperbolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun maju dalam kontestasi pilpres dengan catatan ”pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah”.
Permohonan dari Brahma Aryana adalah satu dari sekian banyak permohonan yang bertubi-tubi ditujukan ke MK. Para negarawan itu memang harus meluangkan lebih banyak waktu untuk memutus permohonan terkait pencalonan calon presiden-calon wakil presiden. Lagi pula, tidak ada salahnya para pencari kebenaran itu mengajukan permohonan ke MK karena inilah negara hukum.
KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Para hakim konstitusi hadir dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, Rabu (29/11/2023). MK menolak gugatan nomor 141/PUU-XXI/2023 terkait syarat capres-cawapres yang diajukan mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Brahma Aryana.
Bukan saja MK, warga—yang terkait langsung atau tidak langsung dengan sosok tertentu atau partai politik, yang tidak puas dengan putusan nomor 90, mencoba segala cara. Entah melalui jalur Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), pengadilan tata usaha negara, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hingga pengadilan negeri. Namun, sepanjang ketidakpuasan itu disalurkan lewat jalur resmi, bukan via unjuk rasa atau kekerasan, maka langkah itu perlu dihormati.
Putusan terhadap perkara nomor 141 jelas tidak mengubah apa pun. MK menekankan, upaya menyesuaikan batas usia calon presiden dan wakil presiden tetap merupakan dan berada di ranah pembentuk undang-undang.
MK menekankan, upaya menyesuaikan batas usia calon presiden dan wakil presiden tetap merupakan dan berada di ranah pembentuk undang-undang.
Pada hal 42-43 dari putusan nomor 141, MK juga menegaskan, Putusan MK nomor 90 tetap berkekuatan hukum mengikat sejalan dengan Putusan MKMK Nomor 2/2023. Dalam pertimbangan Putusan MKMK Nomor 2 itu, diakui putusan nomor 90 telah berlaku secara hukum (de jure). Putusan nomor 90 juga bersifat final dan mengikat.
Para warga pencari kebenaran tentu masih akan terus bergerak. Kita hormati saja langkah-langkah mereka. Sepanjang upaya itu dilakukan melalui koridor-koridor yang tidak bertentangan dengan hukum maka jelas tak ada salahnya. Inilah pula proses demokrasi. Langkah-langkah mereka siapa tahu makin mematangkan kita dalam berdemokrasi.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo bersama Wakil Ketua MK Saldi Isra berbincang dengan pimpinan Harian Kompas saat berkunjung ke Kantor Kompas di Jakarta, Rabu (15/11/2023).
Paralel dengan proses pencarian kebenaran yang sedang berjalan itu, tidak ada salahnya pula bagi kita untuk memasuki masa kampanye dengan materi-materi bermutu. Mari kita sandingkan visi misi dari tiap calon presiden dan wakil presiden untuk mencari tahu, kira-kira siapakah yang layak untuk memimpin bangsa yang besar ini?
Mari kita tidak hanya berhenti dengan urusan perdebatan hukum berbau politik ini. MK telah memutuskan. Mari kita bahas berkampanye secara sehat dan memikat.
Mari kita bahas berbagai sektor lain mulai dari ekonomi, pendidikan, humaniora hingga inovasi teknologi. Siapakah kira-kira kandidat pemimpin negeri yang punya terobosan paling menjanjikan. Siapakah kira-kira pemimpin yang punya target realistis, tidak sekedar target yang terlampau manis tapi tak realistis untuk dieksekusi?