Di Pemilu 2019, lobi Kemenlu dan KPU berhasil mendapat izin pemungutan suara di sejumlah gedung olahraga di Hong Kong.
JAKARTA, KOMPAS — Perkumpulan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat atau Migrant Care meminta Kementerian Luar Negeri dan Komisi Pemilihan Umum memperkuat lobi ke Pemerintah China agar merekomendasikan pelaksanaan pemungutan suara Pemilu 2024 di area publik. Metode pemberian suara di Hong Kong dan Makau yang hanya lewat pos dikhawatirkan menurunkan partisipasi pemilih sekaligus meningkatkan risiko kecurangan pemilu.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan, KPU seharusnya memperkuat lobi kepada Pemerintah China agar memberikan rekomendasi pelaksanaan pemungutan suara Pemilihan Umum 2024 di luar area konsulat jenderal. Sebab, pada pemilu-pemilu sebelumnya, KPU dan Kemenlu mampu mendapatkan rekomendasi pelaksanaan pemungutan suara di area publik. Dengan demikian, pemilih bisa mendapatkan banyak opsi penggunaan hak pilih, yakni melalui tempat pemungutan suara, kotak suara keliling, atau lewat pos.
”Persoalan pendirian TPS di Hong Kong dan Makau menjadi permasalahan yang pelik, tetapi selalu bisa dicarikan solusi. Saya khawatir KPU dan Kemenlu kali ini tidak melakukan lobi secara maksimal, tidak ada lobi lanjutan setelah keluar rekomendasi pelaksanaan pemilu hanya di area konsulat,” ujarnya di Jakarta, Rabu (29/11/2023).
Baca juga: Pemilih di Hong Kong dan Makau Hanya Bisa Memilih lewat Pos
KOMPAS/AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo memberikan keterangan saat ditemui di Jakarta, Rabu (6/9/2023).
Sebelumnya diberitakan, Pemerintah China tidak memberikan rekomendasi pelaksanaan pemungutan suara ataupun pendirian TPS di luar area Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Hong Kong. Hal ini karena pemungutan suara yang direncanakan berlangsung pada 13 Februari 2024—sehari lebih awal daripada pemungutan suara dalam negeri—masih dalam suasana libur nasional Tahun Baru China yang jatuh pada 10 Februari 2024.
Hal itu juga untuk menghindari terjadinya kerumunan berlebihan di tempat-tempat umum. Pemilih di Hong Kong dan Makau berpotensi hanya bisa menggunakan hak pilihnya di Pemilu 2024 melalui metode pos.
Menurut Wahyu, penggunaan metode pos sebagai satu-satunya pilihan bagi pemilih di Hong Kong dan Makau bisa menurunkan tingkat partisipasi pemilih di negara tersebut. Sebab, mayoritas pemilih merupakan pekerja migran yang tinggal bersama majikan. Sering kali majikan tidak memberikan surat suara ke pemilih sehingga pemilih kesulitan menyalurkan suara.
Selain itu, kata Wahyu, potensi kecurangan dari penggunaan metode pos sangat tinggi. Sebab, pengawas dan pemantau tidak bisa menelusuri alur dari pemberian suara. ”Perlu ada sosialisasi yang sangat masif untuk berpindah ke metode pos karena selama ini sosialisasi yang diberikan ke pemilih melalui metode TPS,” ujarnya.
Baca juga: Semua Komisioner KPU ke Luar Negeri, Rapat Penting Bahas Aturan Pemilu di DPR Terpaksa Ditunda
Calon anggota legislatif Dewan Perwakilan Rakyat daerah pemilihan DKI Jakarta II dari Partai Golkar, Christina Aryani, mengingatkan, KPU harus melakukan sosialisasi yang masif apabila metode pemberian suara hanya bisa dilakukan melalui pos. Selain itu, alamat dari seluruh pemilih harus sudah didata sehingga surat suara bisa sampai ke alamat pemilih. Masih ada waktu beberapa bulan agar pemilih di Hong Kong dan Makau mendapatkan informasi mengenai situasi ini.
”Saya menyayangkan kondisi ini, tetapi keputusan tersebut merupakan kedaulatan negara China,” katanya.
Anggota KPU, Idham Holik, mengatakan, KPU sudah menginformasikan situasi pemilu di Hong Kong dan Makau kepada sejumlah diaspora sejak pekan lalu. Pihaknya masih melakukan kajian untuk mencari berbagai alternatif metode pemberian suara agar hak pilih pemilih di Hong Kong dan Makau dapat difasilitasi dengan baik.