JAKARTA, KOMPAS — Keterbukaan informasi publik terkait dengan penanganan pandemi Covid-19 perlu dimaknai sebagai upaya untuk melindungi rakyat. Sikap etis seperti itu hendaknya dimiliki semua badan pelayanan publik.

”Komunikasi pandemi Covid-19 merupakan komunikasi krisis. Hal utama dan menjadi fondasi dalam komunikasi krisis adalah kebenaran,” ujar Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia (UI) Ibnu Hamad saat menghadiri pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Ke-11 Komisi Informasi Se-Indonesia, Senin (26/10/2020), di Jakarta.

 

Keterbukaan informasi publik pada penanganan pandemi yang tujuannya melindungi rakyat adalah amanat Undang-Undang Dasar 1945.

Dia memandang, pada level negara, keterbukaan informasi publik pada penanganan pandemi yang tujuannya melindungi rakyat adalah amanat Undang-Undang Dasar 1945. Instansi pemerintah wajib mengedepankan hal itu, misalnya, beberapa staf terpapar Covid-19, manajemen perlu mengumumkan kepada semua pegawai internal dan eksternal sekitar kantor yang berdekatan.

Untuk badan pelayanan publik lainnya, seperti rumah sakit, mereka pun wajib memberikan informasi kebenaran dengan dukungan hasil laboratorium. Secara moral, pihak rumah sakit wajib berkata jujur kepada keluarga, termasuk mengumumkan standar layanan dan biaya penanganan.

Di tingkat masyarakat, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 level rukun tetangga dan rukun warga perlu memberitahukan informasi kasus dengan penekanan untuk saling menjaga kesehatan dan menolong warga lainnya. Hal yang tak boleh dilupakan adalah privasi warga.

Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Gede Narayana menyampaikan, pihaknya menggugah badan publik agar terus memberikan layanan informasi yang transparan dan akuntabel kepada masyarakat. Warga perlu selalu mendapat kemudahan akses. Dia meyakini, keterbukaan informasi seperti itu mampu menekan hoaks dan disinformasi pandemi Covid-19.

”Gugus tugas atau satuan tugas penanganan Covid-19 sampai instansi pemerintah lainnya perlu menginformasikan jumlah kasus sampai peta persebarannya. Perlindungan data pribadi warga tetap harus diperhatikan,” ujar Gede.

Menurut dia, selain penanganan pandemi Covid-19, masih ada isu kebijakan lainnya yang secara bersamaan meresahkan warga karena mereka susah mengakses informasi publik, sebagai contoh, Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.

https://cdn-assetd.kompas.id/uls6Z5cGmr1VUysMHp2F3-HcM8c=/1024x698/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F05%2F603694b5-8805-4896-a4ef-9bd50f0341a8_jpg.jpg

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/5/2020). Rapat tersebut, antara lain, membahas penjelasan mengenai Covid-19, seperti upaya penanganan, kerja sama sektor kesehatan ASEAN, dan penjelasan mengenai kebutuhan anggaran penanganan Covid-19 untuk pelayanan kesehatan Indonesia.

Bangun keterbukaan

Saran KIP adalah pemerintah dan DPR membuka akses informasi dan ruang partisipasi publik. Kanal-kanal informasi publik diperluas. Apa pun kebijakan yang diputuskan harus disosialisasikan seluas-luasnya.

”Keterbukaan informasi publik mengajarkan warga mengakses informasi yang akurat dan kredibel,” kata Gede.

Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) Benni Irawan menyampaikan, pihaknya telah menerbitkan buku terkait dengan pedoman manajemen bagai pemerintah daerah dalam penanganan Covid-19. Buku itu mengarahkan agar narasi penyampaian informasi publik terkait pandemi harus disusun dengan tujuan menciptakan kondisi tenang.

”Masyarakat paham langkah-langkah yang harus dilakukan untuk membantu pengurangan risiko di lingkungannya sendiri,” ujarnya.

Benni mengakui, realitas sekarang menunjukkan, informasi seputar Covid-19 marak di media massa arus utama ataupun media sosial. Beberapa di antaranya cenderung disinformasi. Sementara informasi publik yang transparan belum optimal sampai ke warga. Ini menambah kegelisahan warga.

”Untuk menyeimbangkan, keterbukaan, informasi publik perlu dikedepankan. Kami minta pemerintah daerah melakukan hal yang sama. Intinya, pemerintah hadir dan tanggap mengendalikan situasi krisis kesehatan,” katanya.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate mengatakan, sejak 2016, Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) mendaulat Indonesia sebagai pemimpin pemerintahan yang terbuka atau open government leader. OECD mendefinisikan pemerintahan yang terbuka sebagai budaya pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan mengakomodasi partisipasi publik.

Indonesia telah mempunyai Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dia menilai, label yang diberikan OECD itu karena upaya Indonesia menerapkan UU No 14/2008. Komisi Informasi Pusat dan badan publik lainnya perlu terus memegang amanat UU No 14/2008.

Mengutip temuan riset Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Johnny mengatakan, ada kenaikan konsumsi layanan internet selama pandemi. Di jaringan tetap pita lebar, khususnya, pada triwulan II-2020, konsumsi layanan telah meningkat 28 persen.

Kondisi itu bisa dipakai badan publik untuk mendistribusikan informasi yang transparan dan akuntabel mengenai penanganan Covid-19. Sejauh ini, dia menyebutkan Kemkominfo membantu dari sisi kebijakan infrastruktur jaringan pita lebar, seperti pembangunan pemancar dan penyediaan satelit multifungsi.

Lalu, Kemkominfo mengupayakan percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Dia meyakini, keterbukaan informasi publik memungkinkan terjadi pertukaran dan pergerakan data, baik dalam negeri maupun lintas negara.

 
 
Editor:
Aloysius Budi Kurniawan