Sejumlah kanal khusus pelaporan pelanggaran pemilu dibuat masyarakat sipil, seperti jagasuaramu.id dan jagapemilu.com.
JAKARTA, KOMPAS — Kekhawatiran terhadap kemurnian hasil pemungutan suara Pemilu 2024 membuat sivitas akademika bersama masyarakat sipil tergerak mengawasi pemilu. Di antaranya dengan meluncurkan aplikasi khusus untuk melaporkan pelanggaran pemilu, bernama jagasuaramu.id, juga ada laman khusus untuk pelaporan pelanggaran, bernama jagapemilu.com. Kemunculan gerakan ini diharapkan bisa mengawasi pemilu saat pengawasan dari lembaga berwenang dianggap melempem.
”Melaporkan kecurangan pemilu itu sulit, tetapi juga tidak susah. Berdasarkan pengalaman kami, butuh banyak tenaga dan uang. Namun, melihat fenomenanya saat ini, Bawaslu seperti (truk) tronton mogok di tanjakan, harus didorong. Tapi, bisa-bisa masyarakat sipil yang malah terlindas,” ujar penasihat Jagasuaramu.id, Titi Anggraini, saat peluncuran gerakan dan aplikasi Jagasuaramu.id, Senin (15/1/2024).
Titi mengibaratkan fenomena yang terjadi saat ini seperti musim gugur demokrasi. Pemilu 2024 bisa disebut sebagai pemilu yang paling mengkhawatirkan. Sebelum hari pemungutan suara saja sudah banyak terjadi kecurangan dan manipulasi. Misalnya, dalam catatan Titi, terjadi dugaan manipulasi verifikasi faktual partai politik peserta pemilu di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Selain itu, ada simulasi pemungutan suara dengan surat suara hanya dua pasangan calon. Di luar negeri, persisnya di Taipei, juga terjadi surat suara yang dikirim terlalu dini dan tidak sesuai jadwal dengan alasan kesalahan manusia (human error).
Baca juga: Pelanggaran Menggerus Kepercayaan pada Pemilu
DIAN DEWI PURNAMASARI
Diskusi dan peluncuran aplikasi serta gerakan Jagasuaramu.id di Jakarta, Senin (15/1/2024). Aplikasi itu dapat digunakan untuk melaporkan kecurangan-kecurangan pemilu sekaligus memantau penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS) pada hari pemungutan suara 14 Februari 2024.
”Tentu kami mendukung inisiatif masyarakat sipil ini. Sebab, melihat situasi akhir-akhir ini penyelenggara pemilu bisa tergelincir dalam kecurangan pemilu. Pemilih memang harus menjaga dan mengawal suara agar demokrasi tidak tergelincir mundur,” ucap nya.
Shofwan Al Banna menuturkan, keresahan yang dirasakan masyarakat sipil juga teresonansi di kalangan sivitas akademika. Para dosen dan mahasiswa khawatir pemilu akan terdistorsi oleh kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif. Berangkat dari hal itu, ia terdorong untuk membuat jaringan sukarelawan untuk mengawasi pemilu. Setelah terbentuk 26 jaringan sukarelawan di seluruh Indonesia dan dua jaringan di luar negeri, yaitu Jepang dan Amerika Serikat, aplikasi Jagasuaramu.id pun diluncurkan.
”Saat ini, aplikasi itu baru bisa diunduh melalui laman (website), sebelum bisa diunduh di Playstore. Namun, dalam beberapa hari ini aplikasi itu akan tersedia di Playstore untuk para pengguna ponsel Android,” ujar Shofwan.
Untuk melaporkan kecurangan pemilu dan mengawasi penghitungan suara pada 14 Februari 2024, cara yang dilakukan cukup mudah. Pengguna hanya perlu mendaftarkan akun di aplikasi tersebut. Setelah mengisi beberapa data pribadi dan akun aktif, ada dua fitur yang bisa dicoba, yaitu lapor kecurangan pemilu dan lapor penghitungan suara di TPS. Untuk lapor kecurangan pemilu, saat ini, aplikasi itu bisa langsung digunakan. Laporan harus disertai bukti foto dan deskripsi kejadian.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Suasana simulasi pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2024 di Kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Selasa (22/3/2022).
”Laporan-laporan ini nanti akan masuk ke kanal pengaduan kami. Untuk meng-cross check apakah laporan itu benar atau tidak, jaringan di provinsi akan mengecek terlebih dahulu. Setelah itu, jika laporan valid, tim advokasi hukum kami akan meneruskan ke lembaga terkait, seperti Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP),” ucap Shofwan.
Khusus untuk fitur yang melaporkan rekapitulasi penghitungan suara di lembar C1 plano, Shofwan mendorong agar para sukarelawan Jagasuaramu.id melaporkan rekapitulasi penghitungan suara di TPS nantinya. Ia ingin mendorong agar foto rekap C1 plano yang independen itu bisa menjadi pembanding dengan hasil rekapitulasi berjenjang yang dilakukan oleh KPU.
”Ini akan berhasil kalau jangkauannya luas. Kami harapkan para sukarelawan dan mahasiswa mau datang ke TPS, mengikuti sampai selesai penghitungan suara dan rekapitulasi sehingga data yang kami peroleh nanti bisa lengkap,” ucapnya.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia Melki Sadek Huang memercayai bahwa kecurangan pemilu kali ini akan luar biasa masif ketika ada kekuatan besar yang coba mengintervensi. Tiga hal yang ia soroti adalah soal netralitas aparat penegak hukum, aparatur sipil negara (ASN), dan juga independensi penyelenggara pemilu. Beberapa dugaan pelanggaran netralitas tersebut seolah tidak ditindaklanjuti. Ia khawatir Bawaslu saat ini sudah lumpuh.
”Bawaslu seharusnya menindaklanjuti dugaan-dugaan kecurangan tersebut bukan malah membiarkan atau justru pilih kasih. Hukum harus menjadi fondasi untuk mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas,” katanya.
Baca juga: Bawaslu Telusuri Rekaman Diduga Forkopimda Batu Bara tentang Pengerahan Dana Desa
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Gedung Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Sabtu (30/1/2021).
Selain sivitas akademika yang menginisiasi jagasuaramu.id, jaringan Gusdurian juga meluncurkan pemantauan kecurangan pemilu dan pemantauan hasil pemungutan suara melalui laman jagapemilu.com. Masyarakat juga bisa melaporkan kecurangan pemilu melalui laman tersebut. Berbeda dengan Jagasuara.id yang berbentuk aplikasi, jaga pemilu ini tidak perlu diunduh dan dipasang, tetapi cukup hanya dengan mengakses laman tersebut.
Semua orang bisa melaporkan kecurangan pemilu melalui laman tersebut. Jaringan Gusdurian juga memiliki pemantau khusus yang bernama Gardu.net. Koordinator Gardu.net, Heru Prasetia, mengatakan, para sukarelawan gardu bertugas untuk mengedukasi masyarakat agar bisa mengawal supaya pemilu berjalan secara substantif dan demokratis. Jumlah sukarelawan Gardu.net berasal dari sejumlah pulau di Indonesia, yaitu Kalimantan; Sumatera; Sulawesi, Maluku, Papua; Jabar, DKI, Banten; Balinusra; Jawa Timur; dan Jateng-DIY. Titik pengawasan kelompok ini disebut paling banyak terdapat di Jawa Timur, yaitu sejumlah 21 titik.
Sejauh ini, berdasarkan pemantauan dari sukarelawan, pelanggaran paling banyak terjadi di Jawa Tengah. Pelanggaran yang terjadi paling banyak adalah tentang pelanggaran netralitas ASN, TNI, dan Polri; integritas penyelenggara pemilu; dan konflik berbasis identitas. Adapun aktor yang paling banyak dilaporkan adalah pejabat publik; pendukung pasangan calon presiden-calon wakil presiden; ASN; serta peserta pemilu.
”Per 14 Januari lalu, ada 16 laporan terkait integritas penyelenggara pemilu serta netralitas ASN, TNI, dan Polri, 5 laporan tentang kekerasan atau konflik berbasis identitas, serta 2 laporan tentang hoaks, misinformasi, dan disinformasi,” kata Heru.