Selain soal akses, Bawaslu meminta KPU memastikan Sistem Informasi Rekapitulasi Suara tidak diterobos peretas.

JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu meminta kepada Komisi Pemilihan Umum agar Bawaslu bisa mengakses Sistem Informasi Rekapitulasi Suara pasca-pemungutan suara Pemilu 2024, 14 Februari mendatang. Tanpa akses tersebut, pengawasan terhadap proses rekapitulasi suara tidak akan bisa optimal.

Permintaan itu disampaikan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja dalam rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR dan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan Kementerian Dalam Negeri di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (17/1/2024).

Rapat yang dipimpin Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Junimart Girsang, dan Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Yanuar Prihatin itu dihadiri antara lain oleh Ketua KPU Hasyim Asy’ari, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, Ketua DKPP Heddy Lugito, serta Pelaksana Harian Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Togap Simangunsong. Rapat membahas sejumlah rancangan Peraturan KPU (PKPU) dan Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) yang akan digunakan pada Pemilu 2024.

Terkait dengan rancangan PKPU tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilu, Rahmat Bagja memberikan sejumlah catatan soal penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap).

Baca juga: Aplikasi Sirekap Tarik Perhatian dalam Simulasi Pemungutan Suara

Suasana rapat Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/11/2023).

KOMPAS/IQBAL BASYARI

Suasana rapat Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/11/2023).

Salah satunya, Bawaslu meminta KPU membuka akses seluas-luasnya agar Bawaslu bisa masuk ke dalam sistem tersebut. Dengan, demikian, Bawaslu bisa ikut mengawasi proses rekapitulasi suara. ”Sirekap adalah alat bantu, akses terhadap Sirekap juga diberikan kepada Bawaslu, tidak hanya interface (laman muka)-nya,” katanya.

Sebelumnya, Bawaslu mengeluhkan keterbatasan akses pada Sistem Informasi Dana Kampanye (Sikadeka) yang dibuat KPU. Di tengah masa kampanye, Bawaslu kesulitan untuk mengawasi laporan dana kampanye karena tidak memiliki akses luas terhadap Sikadeka. Bawaslu hanya bisa mengakses laman muka Sikadeka yang menampilkan informasi dana kampanye secara umum, tidak masuk hingga bagian detail.

Baca juga: Bawaslu Keluhkan Keterbatasan Akses ke Sistem Informasi Dana Kampanye

Iklan

Ia juga mengingatkan, berkaca dari Pemilu 2019, Sirekap belum memiliki sertifikat audit dari Kementerian Komunikasi dan Informatika. Oleh karena itu, menjelang Pemilu 2024, Sirekap harus sudah memiliki sertifikat audit tersebut.

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja

Masih terkait dengan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan penetapan hasil pemilu, Bawaslu juga menyoroti soal konsep rapat pleno penghitungan suara. Menurut dia, dalam rancangan PKPU tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilu perlu dipertegas dengan menyebutkannya sebagai rapat pleno terbuka. Sebab, jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, rapat pleno bisa dilakukan secara terbuka atau tertutup.

Oleh karena itu, KPU diminta untuk mengacu pada aturan yang juga telah digunakan pada Pemilu 2014 dan 2019, yang menekankan bahwa rapat pleno penghitungan suara dilakukan secara terbuka.

”Jika hanya (disebut) rapat pleno, kemungkinan menjadi tertutup itu ada, kami ingin ditambah menjadi terbuka. Kalau tertutup, kita bisa disuruh keluar, juga masyarakat. Ini bisa menjadi masalah ke depan,” ujar Bagja.

Ketua DKPP Heddy Lugito sepakat, KPU perlu memberikan hak kepada Bawaslu untuk mengakses Sirekap dengan seluas-luasnya. Menurut dia, selama ini sering terjadi perbedaan pandangan antara KPU dan Bawaslu. ”Karena sering terjadi perbedaan pandangan, (KPU) perlu membuka akses (ke Sirekap) untuk pengawasan,” ujarnya.

Ketua Komisi Pemilihan Umum Hasyim Asyari saat membuka Debat Calon Wakil Presiden Pemilu 2024 di Ballroom Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat (22/12/2023).

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Ketua Komisi Pemilihan Umum Hasyim Asyari saat membuka Debat Calon Wakil Presiden Pemilu 2024 di Ballroom Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat (22/12/2023).

Menanggapi sejumlah catatan itu, Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengatakan, Sirekap dibangun dan diuji dengan melibatkan otoritas terkait. Sistem informasi tersebut juga sudah memiliki sertifikat yang diterbitkan Kementerian Kominfo dan BSSN.

Selain itu, Hasyim berjanji untuk memberikan akses ke Sirekap kepada Bawaslu. ”Untuk akses, nanti akan kami berikan kepada Bawaslu. Tetapi, karena proses-proses yang dianggap resmi atau formal adalah penghitungan dan rekapitulasi manual berjenjang, maka pengawasan yang berjenjang saya kira yang (perlu) lebih dikuatkan,” katanya.

Baca juga: Gerakan Kawal Pemilu Terus Bermunculan

Mengenai istilah rapat pleno, Hasyim mengatakan, merujuk ketentuan dalam UU No 7/2017, istilah tersebut sudah berarti terbuka. Hal itu, antara lain, mengacu pada Pasal 381 yang mengatur bahwa penghitungan suara wajib dilakukan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Begitu pula Pasal 382 yang menyebutkan bahwa penghitungan suara disaksikan oleh saksi peserta pemilu, yang artinya berlangsung secara terbuka.