Tidak dibukanya informasi mengenai penyumbang dana kampanye membuat pengawasan sulit dilakukan.

JAKARTA, KOMPAS - Komisi Pemilihan Umum tidak akan membuka identitas penyumbang dana kampanye kepada publik ataupun Badan Pengawas Pemilu, kecuali atas persetujuan pihak penyumbang. Sikap tersebut diambil karena mengacu pada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Pembatasan informasi soal penyumbang dana ini bakal mempersulit pengawasan.

Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Idham Holik, mengatakan, KPU memberikan akses data Sistem Informasi Kampanye dan Dana Kampanye (Sikadeka) kepada publik dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sesuai dengan kewenangan atributif yang dimiliki menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Karena itu, informasi yang tak bisa dibagikan adalah identitas penyumbang dana kampanye. Mengacu pada undang-undang dimaksud, informasi soal identitas termasuk salah satu informasi yang dikecualikan.

”Penyumbang dana kampanye baru dapat dipublikasi atau dapat diakses oleh Bawaslu jika memang penyumbang dana kampanye secara mandiri mengizinkan namanya dipublikasikan atau diakses oleh Bawaslu,” ucapnya di Jakarta, Rabu (17/1/2024).

Selain akses Sikadeka, KPU juga tak bisa memberitahukan akun Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK) peserta pemilu. Pemberitahuan baru akan diberikan setelah ada persetujuan tertulis dari pemilik. Sebab, rekening bank juga termasuk dalam salah satu informasi yang dikecualikan.

Baca juga: Bawaslu Keluhkan Keterbatasan Akses ke Sistem Informasi Dana Kampanye

Ketua KPU Hasyim Asyari, komisioner KPU Idham Holik, dan Ketua Bawaslu Rahmat Bagja (dari kiri ke kanan) hadir dalam Pengumuman Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Calon Partai Politik Peserta Pemilu 2024 di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (14/10/2022).

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Ketua KPU Hasyim Asyari, komisioner KPU Idham Holik, dan Ketua Bawaslu Rahmat Bagja (dari kiri ke kanan) hadir dalam Pengumuman Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Calon Partai Politik Peserta Pemilu 2024 di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (14/10/2022).

”Prinsipnya, KPU mengedepankan prinsip keterbukaan selama memang hal tersebut diatur oleh peraturan perundang-undangan,” ucap Idham.

Iklan

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja saat ditemui seusai rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR denganan KPU, Bawaslu, DKPP, dan Kementerian Dalam Negeri di Kompleks Parlemen, Jakarta, mengatakan, pihaknya belum bisa mengawasi laporan dana kampanye karena tidak memiliki akses ke Sikadeka KPU. Sejauh ini, pengawasan terbatas hanya pada laporan dari para peserta pemilu yang ditampilkan di laman muka (interface) sistem tersebut. Padahal, yang ditampilkan sebatas jumlah secara umum yang tidak dirinci.

Oleh karena itu, Bawaslu telah berkirim surat kepada KPU untuk meminta akses terhadap Sikadeka. Namun, hingga saat ini belum ada jawaban terkait permohonan tersebut. ”Kami terus berusaha untuk punya akses terhadap (sistem informasi) dana kampanye. Kalau tidak dibuka terus, ya, kita akan lihat nantilah hasil dari proses-proses yang kami lakukan,” ungkap Bagja.

Ia mengakui, tanpa akses ke Sikadeka, Bawaslu tidak memiliki instrumen lain yang bisa digunakan untuk mengawasi laporan dana kampanye peserta pemilu. Sebab, Bawaslu bukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang memiliki kewenangan dan instrumen untuk menelusuri transaksi keuangan. Kalaupun ada laporan hasil analisis yang dibuat oleh PPATK, Bawaslu juga bukan bagian dari lembaga yang boleh untuk menerimanya.

Bendera partai politik peserta Pemilu 2024 di sepanjang jalan layang di kawasan Karet, Jakarta, Selasa (22/8/2023).

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Bendera partai politik peserta Pemilu 2024 di sepanjang jalan layang di kawasan Karet, Jakarta, Selasa (22/8/2023).

Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta menilai, identitas pemberi sumbangan seharusnya dibuka kepada publik. Sebab, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan, identitas pemberi sumbangan harus jelas. Terlebih, publikasi identitas pemberi sumbangan menjadi bentuk transparansi dana kampanye yang dikelola oleh KPU.

”Justru dengan tidak membuka identitas pemberi sumbangan memberikan kesan ada yang ditutup-tutupi. Apalagi, belakangan muncul informasi dana ilegal untuk kampanye yang mengalir ke bendahara parpol dan caleg,” ucapnya.

Baca juga: PPATK: Lonjakan Transaksi Ditemukan pada Rekening Bendahara Parpol dan Caleg

Lebih jauh, tidak dibukanya informasi mengenai penyumbang membuat pengawasan terhadap sumbangan dana kampanye sulit dilakukan. Padahal, UU Pemilu melarang peserta pemilu menerima sumbangan dari beberapa pihak, yakni pihak asing, dan penyumbang yang tidak jelas identitasnya.

https://asset.kgnewsroom.com/photo/pre/2023/12/17/11058bca-029d-4e96-9972-21894c6797b1_gif.gif

Sumbangan juga tidak boleh berasal dari pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, pemerintah desa, serta badan usaha milik desa, termasuk hasil tindak pidana yang terbukti berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan atau bertujuan menyembunyikan atau menyamarkan hasil tindak pidana.

”Kalau tidak ada identitas penyumbang yang bisa diakses, publik dan Bawaslu tidak bisa ikut memastikan bahwa semua peserta pemilu mendapatkan dana kampanye dari pihak yang sah,” kata Kaka.