Pemberian suara pada Pemilu 2024 dilakukan dengan cara mencoblos. Lalu, bagaimana mencoblos dengan benar?
Puluhan baliho bergambar wajah calon anggota legislatif atau caleg disertai nama dan nomor urut terpasang di sepanjang Jalan Pramuka, Matraman, DKI Jakarta, Rabu (17/1/2024). Ada yang hanya menampilkan nama partai politik serta daerah pemilihannya, ada pula yang lengkap dengan janji-janji kampanye. Namun, ada satu kesamaan di antara ratusan baliho tersebut, yakni gambar paku yang seolah menancap di tulisan nomor urut caleg.
Baliho serupa tidak hanya di temui di jalanan Jakarta, tetapi juga daerah-daerah lain di pinggiran ibu kota. Baliho bergambar surat suara yang tercoblos pada bagian nama atau nomor urut caleg juga tidak hanya terpasang di jalan-jalan protokol, tetapi juga di jalan-jalan akses perumahan penduduk.
Selain baliho, para caleg juga kerap mengedukasi pemilih dengan menggelar simulasi pencoblosan. Strategi itu salah satunya dijalankan Saan Mustopa, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Partai Nasdem. Saat berkampanye di Desa Mangunjaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Desember lalu, caleg dari daerah pemilihan Jawa Barat VII itu membuat permainan latihan mencoblos menggunakan gelas plastik lengkap berisi es teh manis. Pada bagian tutup gelas ditempelkan stiker menyerupai surat suara yang dilengkapi nama partai serta nomor urut dan nama Saan.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Anak-anak bermain sepak bola di Alun-alun Satya Negara, Sukoharjo, Jawa Tengah, yang dipasangi baliho kampanye oleh KPU Sukoharjo, Selasa (9/1/2024). Berlangsungnya masa kampanye pemilu menjadi sarana belajar tentang pesta demokrasi bagi semua kalangan, termasuk anak-anak.
Warga yang hadir ditantang untuk memeragakan cara mencoblos yang benar. Satu per satu warga pun mencoblos gelas dengan menggunakan sedotan tepat pada bagian stiker yang bertuliskan nama dan nomor urut Saan. Melalui permainan itu, Saan mengharapkan para konstituennya bisa mengingat cara memberikan suara dengan benar dan menjaga surat suara tetap sah.
Sama dengan Pemilu 2019, pada Pemilu 2024 ini metode pemberian suara dilakukan dengan cara mencoblos surat suara. Metode itu diatur dalam Pasal 353 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal tersebut berbunyi, ”Pemberian suara untuk pemilu dilakukan dengan cara mencoblos satu kali, yakni pada nomor, nama, foto pasangan calon, atau tanda gambar partai politik pengusul dalam satu kotak pada surat suara untuk pemilu presiden dan wakil presiden.”
Maka, dalam menggunakan hak pilihnya pada 14 Februari 2024 nanti, para pemilih disediakan alat untuk mencoblos, yakni alas, paku lengkap tali pengikat di bilik suara berukuran 60 sentimeter x 50 sentimeter. Berdasarkan pengalaman pemilu-pemilu sebelumnya, ada saja pemilih yang salah mencoblos sehingga suaranya tidak dihitung karena surat suara dianggap tidak sah. Lalu, bagaimana cara mencoblos yang benar agar suara yang diberikan tidak sia-sia?
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 53 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 25 Tahun 2023 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilu, ada beberapa kondisi surat suara dinyatakan sah. Suara untuk pemilu presiden dan wakil presiden dinyatakan sah jika yang dicoblos adalah nomor urut, foto, nama salah satu dari capres atau cawapres, serta tanda gambar parpol dan atau gabungan parpol dalam surat suara.
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN
Tangan seorang disabilitas meraba huruf braile di atas alat bantu surat suara untuk tunanetra ketika simulasi pemungutan suara Pemilu 2024 di halaman Kantor Wali Kota Jakarta Pusat, Rabu (17/1/2024).
Sementra surat suara untuk pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dinyatakan sah jika yang dicoblos adalah nomor atau tanda gambar parpol, dan atau nama caleg. Sementara suara untuk pemilu anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dinyatakan sah jika tanda coblos terdapat pada kolom satu calon, tidak keluar atau berada di garis yang membatasi nama satu calon dengan calon lainnya.
Suara tetap dinyatakan sah meskipun surat suara dicoblos lebih dari satu kali sepanjang masih dalam di satu kolom pasangan capres-cawapres yang sama, atau kolom parpol yang sama untuk pemilu anggota legislatif (pileg).
”Seharusnya bisa memudahkan pemilih karena tata cara pemberian suaranya tidak berubah. Hanya untuk pemilih pemula yang belum terbiasa sehingga kami berikan sosialisasi cara pemberian suara kepada mereka,” ujarnya di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (17/1/2024).
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari (kanan) didampingi anggota KPU August Mellaz memberikan keterangan pers terkait logistik Pemilu 2024 di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (20/9/2023).
Sejak pemilu pertama di Indonesia digelar pada 1955, sudah beragam tata cara pemberian suara diterapkan. Dari mencoblos, menulis, mencontreng, dan kembali lagi ke mencoblos surat suara. Pada Pemilu 1955, pemilih memberikan suaranya untuk memilih anggota DPR dan Dewan Konstituante dengan mencoblos dan atau menulis di surat suara. Hal ini tertuang dalam Pasal 67 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan DPR yang menjadi dasar hukum penyelenggaraan Pemilu 1955.
Dalam aturan itu disebutkan, pemilih memberikan suara dengan menusuk tanda atau gambar. Hal lainnya juga disebutkan, pemilih memberikan suara kepada seorang calon dengan menulis nomor serta nama dari calon dalam ruangan (space) yang disediakan dalam surat suara. Untuk memudahkan pemilih menulis nama calon yang dipilihnya, di setiap bilik suara dipasang daftar calon tetap.
Tata cara pemberian suara dengan mencoblos kemudian menjadi satu-satunya metode yang digunakan pada enam kali pemilu di era Orde Baru serta empat kali pemilu pascareformasi 1998. Terhitung sejak Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1998, 1999, 1997, 1999, hingga 2004, pemilih mencoblos surat suara.
Tata cara pemberian suara di Pemilu 2024 tidak mengalami perubahan dari pemilu sebelumnya, yakni dengan mencoblos. Keputusan itu bertujuan supaya pemilih semakin terbiasa dan familiar memberikan suara dengan cara mencoblos sehingga diharapkan mengurangi potensi suara tidak sah akibat kekeliruan dalam mencoblos.
Sementara pada Pemilu 2009, terjadi perubahan tata cara pemberian suara dari mencoblos menjadi mencontreng. Namun, baru sekali digunakan, metode iru langsung dievaluasi. Pembuat undang-undang sepakat untuk kembali menggunakan metode mencoblos pada 2014, 2019, dan Pemilu 2024 mendatang.
Pengajar Hukum Pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan, banyak pihak keberatan dengan penggunaan tata cara mencontreng ketika mendekati pemungutan suara Pemilu 2009. Sebagian pihak menilai tata cara memberikan suara dengan mencontreng membuat pemilih kebingungan dan sulit menentukan suara sah atau tidak sah. Metode mencontreng juga dinilai menyulitkan pemilih yang masih buta huruf.
Bahkan, surat suara tidak sah saat menggunakan tata cara mencontreng cukup tinggi. Pada Pileg 2009, suara tidak sah mencapai 15,43 persen atau 17,5 juta suara. Sementara surat suara tidak sah untuk pilpres mencapai 5,06 persen atau setara 6,4 juta suara.
”Indonesia akhirnya kembali ke metode mencoblos untuk memudahkan pemilih, bukan karena pertimbangan metodenya kuno atau tidak,” ujarnya.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Warga mencoblos surat suara saat mengikuti simulasi pemungutan suara yang digelar oleh Komisi Pemilihan Umum Kota Magelang di Alun-alun Kota Magelang, Jawa Tengah, Kamis (28/3/2019).
Titi mengingatkan, pemilih sebaiknya mencoblos satu kali di setiap surat suara Pemilu 2024. Sebab, tidak semua Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) memahami surat suara dianggap sah atau tidak sah. Ini karena ada banyak varian suara dianggap sah, yakni empat varian untuk pilpres, 16 varian untuk pileg anggota DPR dan DPRD, serta tiga varian untuk pemilihan DPD. Bahkan, dalam beberapa kasus yang ditemuinya, mencoblos dua kali, yakni di kolom parpol dan caleg, terkadang dihitung dua suara sehingga mengakibatkan penghitungan suara ulang.
Baca juga: Kiat agar Tak Kehilangan Hak Pilih
Oleh sebab itu, pemilih sebaiknya memulai menggunakan hak pilihnya dengan membentangkan surat suara, lalu mengamati semua gambar dan tulisan dalam surat suara. Setelah itu, cobloslah dengan tenang kandidat yang akan dipilih. Ini penting agar lubang coblosan tidak melebar ke luar kolom kandidat yang dikehendaki.
”Ketika pemilih diberi kesempatan memilih caleg langsung, sebaiknya langsung coblos di nama caleg dan pastikan lubang coblosan tidak keluar kolom,” ucap Titi.