JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK masih menunggu informasi soal keterlibatan pihak-pihak di Indonesia dalam kasus dugaan suap dari perusahaan perangkat lunak yang berada di Jerman, System Application and Product atau SAP, kepada sejumlah pejabat di Indonesia. KPK bersama pemerintah diminta proaktif untuk mendalami perkara ini.
”FBI berjanji akan menginformasikan keterlibatan pihak-pihak di Indonesia yang diduga menjadi perantara suap. Bukti-bukti transaksi dan bukti elektronik akan diberikan melalui mekanisme MLA (mutual legal assistance/perjanjian bantuan hukum timbal balik),” kata Alexander.
Saat ditanya apakah KPK akan memanggil pihak-pihak yang disebutkan dalam dokumen The Securities and Exchange Commission (Komisi Sekuritas/SEC) dan Bursa Amerika Serikat yang dirilis pada 10 Januari 2024, Alexander mengatakan bahwa kasus ini masih belum memasuki tahap penyelidikan.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Wakil Ketua Komisi Pembentarasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata
Berdasarkan data SEC disebutkan terjadi pembayaran tidak pantas kepada pejabat pemerintah di Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI). Saat ini, lembaga tersebut telah berubah menjadi Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Bakti Kemenkominfo).
Selain BP3TI, juga terjadi pembayaran tidak pantas terhadap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Sosial, PT Pertamina, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta, PT Angkasa Pura I, dan PT Angkasa Pura II. Pembayaran tersebut dilakukan untuk memperoleh atau mempertahankan kontrak.
Skema pembayaran tersebut diatur oleh pihak SAP Indonesia yang bekerja sama dengan perantara dari Indonesia yang dikenal memiliki pola korupsi dalam urusan bisnis dan membayar suap. Dalam beberapa kasus, SAP Indonesia dan perantara menggunakan faktur palsu untuk membayar suap. Dalam proses ini, pihak perantara mendirikan perusahaan cangkang.
Mereka melakukan apa pun yang diperlukan untuk mencapai kesepakatan. Suap kepada pejabat Pemerintah Indonesia menggunakan kode permintaan ”bagasi” dan ”amplop”. Dalam kasus tertentu, suap diberikan melalui pembayaran tunai.
SAP Indonesia menyuap pejabat BP3TI untuk mendapatkan kontrak senilai 268.135 dollar AS pada 23 Maret 2018. Transfer dana SAP Indonesia ke perantara tersebut sekitar Rp 1 miliar. Selain itu, suap diberikan melalui pembayaran wisata belanja serta makan untuk pejabat BP3TI dan istrinya selama perjalanan ke New York, AS, dalam menghadiri Konferensi SAP di Orlando, Florida, Juni 2018.
Suap kepada pejabat KKP diberikan SAP Indonesia untuk mendapatkan kesepakatan pada 16 Desember 2015 senilai 80.750 dollar AS. Dalam percakapan antara seorang konsultan dan pegawai pihak perantara memuat pembahasan secara eksplisit tentang uang tunai yang dibayarkan secara langsung kepada pejabat kementerian. Konsultan itu menyatakan, ”Tujuh puluh juta, masuk uang lima puluh ribu. Bawalah amplop kosong.”
SAP Indonesia juga membahas soal suap terkait tender pemeliharaan applicant tracking software (ATS) oleh dinas sosial. Pihak perantara SAP Indonesia mendapatkan perpanjangan kontrak dengan Kementerian Sosial pada Juli 2018.
SAP Indonesia dan perantaranya juga membayar fasilitas main golf bagi pejabat di PT Pertamina demi memperoleh kontrak pada 23 Januari 2017 dan pemeliharaan layanan yang berkaitan dengan lisensi senilai 13.331.423 dollar AS. SAP Indonesia dan perantaranya juga mendiskusikan pembayaran makan dan perjalanan untuk pegawai di sektor publik.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat menunjukkan barang bukti yang disita dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba bersama sejumlah tersangka lain saat ekspos di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (20/12/2023).
SAP Indonesia juga melanggar proses dan prosedur internal mengenai pengelolaan, uji tuntas, dan retensi ketika berulang kali menggunakan perantara untuk mendapatkan kontrak tanggal 26 November 2018 dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta senilai 208.198 dollar AS dan kontrak tanggal 22 Maret 2018 dengan PT MRT Jakarta senilai 174.908 dollar AS.
Pelanggaran itu juga dilakukan demi perpanjangan kontrak tanggal 27 Juni 2012 dengan PT Angkasa Pura I senilai 1.097.119 dollar AS. SAP juga bekerjasama dengan pihak perantara untuk memberikan suap dalam memperoleh kontrak pada 31 Juli 2018 dan 28 Desember 2018 dengan PT Angkasa Pura II senilai 2.535.987 dollar AS dan 2.594.695 dollar AS.
Sebelumnya, Juru Bicara Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Muryadi mengatakan, pihaknya tak tahu-menahu soal dugaan suap SAP pada pejabat di kementeriannya. Sementara Kepala Divisi Humas dan SDM Bakti Kemenkominfo Sudarmanto membenarkan melibatkan SAP untuk memperbaiki tata kelola dan modernisasi proses bisnis. Nilai kontrak untuk komponen perangkat lunak dan lisensi SAP Rp 12,6 miliar. Adapun Kepala Pusat Data dan Informasi Kemensos Agus Zainal Arifin menegaskan tidak ada dana dari SAP. Hal ini disampaikannya saat jumpa pers, Selasa (16/1/2024), seperti dikutip dari Kompas.com.
Dihubungi secara terpisah, peneliti Transparency International Indonesia, Alvin Nicola, mengatakan, KPK bersama pemerintah harus proaktif dan terbuka dalam bekerja sama dengan FBI ataupun SEC agar segera mendalami suap untuk pejabat Indonesia. Selain itu, Pemerintah Indonesia bersama negara-negara korban lain wajib menagih kompensasi dari hasil denda dalam kasus suap ini.
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Peneliti Transparency International Indonesia, Alvin Nicola.
Menurut Alvin, sebagai negara anggota G20 serta calon anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), Indonesia harus menjadikan perkara ini sebagai momentum untuk merevisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia dengan menempatkan delik penyuapan di sektor privat serta terhadap pejabat publik asing dan pejabat organisasi internasional publik.
Ia menjelaskan, suap dari pihak asing merupakan pelanggaran dalam Konvensi Antikorupsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCAC) yang mewajibkan negara mengkriminalisasi perbuatan tersebut. Tujuannya agar memberikan kepastian hukum dalam menangani korupsi yang melibatkan pejabat publik asing dan pejabat organisasi internasional publik.
”Secara paralel, negara diharapkan segera mengesahkan Rancangan UU Pengadaan Publik agar dapat mengatur debarment serta cross debarment (larangan mengikuti tender) perusahaan internasional sehingga dapat mengatur bentuk hukuman yang paling efektif dan relevan,” kata Alvin.