Strategi provokasi emosi dinilai membuat debat cawapres menjadi tidak terlampau substantif.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Suasana saat para calon wakil presiden tampil dalam acara Debat Keempat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (21/1/2024).
JAKARTA, KOMPAS – Debat calon wakil presiden menjadi ujian bagi para kandidat dalam menunjukkan kedalaman pengetahuan sekaligus kematangan sikap kepada calon pemilih. Hanya saja, dalam debat keempat Pemilihan Presiden 2024, Minggu (21/1/2024) malam, strategi provokasi emosi masih cenderung mendominasi sehingga dinilai mengaburkan substansi yang justru krusial untuk disimak calon pemilih.
Debat di Jakarta Convention Center pada Minggu malam itu bertema pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup, sumber daya alam dan energi, pangan, agraria, masyarakat adat, dan desa.
Cawapres nomor urut 3, Mahfud MD, juga membahas kontradiksi kebijakan mewujudkan kedaulatan pangan di era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Di tengah masih besarnya impor pangan, menyusutnya jumlah petani, tetapi nilai subsidi pupuk kian tinggi. Dalam konteks itu, program food estate juga bermasalah. ”Food estate gagal dan merusak lingkungan, yang benar saja. Rugi dong kita?” ujar Mahfud.
Saat pendalaman visi dan misi, cawapres nomor urut 2, Gibran, mulai menyerang kandidat lain. Saat menanggapi jawaban Muhaimin atas pertanyaan panelis soal dampak perubahan iklim pada ketersediaan pangan, misalnya, Gibran menyebut Muhaimin menjawab dengan melihat catatan. ”Enak banget ya, Gus, jawabnya sambil baca catatan,” katanya.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka saat tampil dalam Debat Keempat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (21/1/2024).
Saat menjawab pertanyaan panelis soal subtema desa, Muhaimin membuka kalimatnya dengan menyatakan dirinya membuat sedikit catatan. ”Yang penting bukan catatan MK (Mahkamah Konstitusi),” ujarnya. Pada segmen yang sama, Gibran membalas Muhaimin. ”Nah, gitu dong, Gus. Jangan terlalu tegang kayak debat cawapres kemarin,” ucap Gibran.
Baca laporan langsung debat: Debat Cawapres di Pemilu 2024
Pada segmen tanya jawab antarkandidat, saat menjawab pertanyaan dari Muhaimin soal rencana strategi pembangunan berbasis bioregional, Gibran memulai jawabannya dengan mempertanyakan komitmen Muhaimin pada lingkungan hidup. “Gus Muhaimin ini lucu, ya, menanyakan lingkungan hidup, tetapi kok pakai botol plastik. Padahal saya, Prof Mahfud, dan Pak Ganjar pakai botol kaca,” ujarnya.
Tak hanya terhadap Muhaimin, pola serupa diterapkan Gibran saat tanya jawab dengan Mahfud. Gibran menanyakan soal greenflation atau inflasi hijau. Sama seperti sebelumnya, ia kembali diingatkan untuk menjelaskan istilah itu. Namun, ia berkilah tidak menjelaskannya secara langsung karena menghormati Mahfud yang seorang profesor.
Saat Mahfud menjawabnya dengan konsep ekonomi hijau, Gibran meresponsnya dengan gestur melihat ke kanan dan ke kiri sambil membungkukkan tubuhnya. Dengan gestur tersebut, kata Gibran, dirinya mencoba mencari jawaban Mahfud yang dinilai tak menjawab pertanyaan yang ditujukan. Mahfud pun enggan menanggapi.
”Saya juga ingin mencari, tuh, jawabannya ngawur juga. Mengarang-ngarang tidak karuan, mengaitkan dengan sesuatu yang tidak ada. Dalam akademis, pertanyaan begitu, tuh, recehan, tidak layak dijawab. Saya kembalikan saja kepada moderator, tidak layak ini, tidak ada jawabannya. Saya kembalikan, tidak ada gunanya menjawab,” tutur Mahfud.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Calon wakil presiden Mahfud MD saat tampil dalam Debat Keempat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (21/1/2024).
Ketika giliran bertanya kepada Gibran soal janji Jokowi untuk tidak mengimpor komoditas pangan pada debat capres 2019, Mahfud menyinggung tidak akan memberikan pertanyaan receh atau menjebak karena menghormati posisi Gibran sebagai cawapres. Menanggapi itu, Gibran menyampaikan dugaan bahwa Mahfud tengah merajuk karena dua kali diberikan pertanyaan sulit. Selain ditanya soal inflasi hijau, pada debat cawapres sebelumnya ia juga menanyakan soal carbon capture kepada Mahfud.
Pakar komunikasi politik yang juga Kepala Pusat Studi Komunikasi, Media, dan Budaya Universitas Padjadjaran, Bandung, Kunto Adi Wibowo, melihat momentum terakhir debat cawapres menjadi antiklimaks. Meski ketiga cawapres tampil baik di awal, ada kandidat yang selanjutnya cenderung berfokus pada provokasi emosi lawan ketimbang eksplorasi substansi debat. Kandidat lain pun terpancing dan terbawa situasi tersebut.
”Padahal, masyarakat mengharapkan debat yang lebih substantif. Apalagi tema lingkungan hidup sangat penting bagi masyarakat, terutama generasi muda ke depan,” ucapnya.
Menurut Kunto, dalam debat, saling serang merupakan hal yang wajar. Namun, serangan tersebut hendaknya tetap fokus pada substansi. Dengan pola serangan terhadap emosi kandidat lain dan gimik-gimik yang muncul sepanjang debat, ada kecenderungan bahwa salah satu tujuan debat ini adalah untuk memproduksi potongan video yang bisa diviralkan di media sosial setelahnya.
”Akibatnya, narasi yang muncul sepanjang debat tidak koheren. Padahal, semua topik yang dibicarakan malam ini harusnya saling berhubungan, mulai dari desa, pangan, sumber daya, alam, energi, dan lingkungan,” ujar Kunto.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar saat tiba dalam acara Debat Keempat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (21/1/2024).
Selain itu, Kunto melihat, ada pula upaya untuk mempermalukan kandidat tertentu. Hal itu terlihat saat Gibran melakukan gestur merunduk sambil melihat ke berbagai arah untuk mempertanyakan jawaban Mahfud. Menurut dia, hal itu kontras dengan citra kaum muda yang sopan yang selama ini dibangun oleh Gibran sehingga berisiko meningkatkan sentimen negatif terhadap dirinya.
Di tengah debat dengan intensitas provokasi emosi yang tinggi, menurut Kunto, semestinya para kandidat bisa bersikap lebih dewasa. Namun, Mahfud dan Muhaimin juga terpancing dan terbawa situasi. “Provokasi Gibran paling tidak berhasil setengahnya ketika Pak Mahfud menolak menjawab dan Cak Imin (Muhaimin) juga meresponsnya dengan sindiran,” katanya.
Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati, menyebutkan, serangan politik dengan membuka aib kandidat lain memang merupakan salah satu kunci untuk membangun impresi calon pemilih. Dengan cara itu, publik bisa melihat reaksi langsung atas isu yang dipertanyakan. Namun, debat Minggu malam ini cenderung hanya fokus pada serangan tersebut sehingga mengaburkan substansi yang diperdebatkan.
Sepanjang perdebatan, kata Wasisto, kandidat juga terlalu sering menggunakan istilah teknis. Padahal, masyarakat menunggu solusi populis atas sejumlah permasalahan yang dampaknya dirasakan langsung pada kehidupan sehari-hari.
Menurut dia, strategi tersebut cenderung digunakan oleh para cawapres untuk mengantisipasi kejadian pada debat sebelumnya. Berkaca pada debat pertama cawapres, ada kesan perundungan terhadap kandidat yang tidak mengerti istilah teknis atau ketika ada kesenjangan informasi terhadap salah satu isu. ”Bagi segmen masyarakat tertentu, itu mungkin bisa menjadi hiburan. Akan tetapi, bagi masyarakat yang masuk dalam segmen pemilih hijau, ini mengecewakan karena solusi konkret atas sejumlah permasalahan tidak muncul dalam forum terbuka ini,” ungkap Wasisto.
ARSIP PRIBADI
Wasisto Raharjo Jati
Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional Uli Arta Siagian menilai, dibandingkan tema lain, isu lingkungan memang belum terlalu disoroti dan tidak dibahas secara mendalam oleh ketiga cawapres. Ia juga melihat tidak ada kebaruan dari komitmen ataupun solusi yang ditawarkan untuk menuntaskan berbagai persoalan terkait lingkungan.
”Meski disebutkan, tidak banyak penjelasan mengenai pembukaan food estate. Kemudian, tidak ada juga yang menyoroti bagaimana penegakan hukum terhadap korporasi yang sudah melanggar kebijakan atau melakukan kejahatan di sektor lingkungan,” tuturnya.
Selain itu, lanjut Uli, tidak ada satu cawapres pun yang menyinggung dampak dari kebijakan yang abai terhadap lingkungan, seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ataupun Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Padahal, ketentuan dalam undang-undang tersebut dan aturan turunannya telah banyak menyebabkan kerusakan lingkungan.
”Dasar pencabutan izin usaha beberapa waktu lalu juga bukan perlindungan terhadap lingkungan dan penyelesaian konflik. Faktanya, sampai sekarang pasca-pencabutan izin tersebut tidak ada lahan yang diserahkan kepada rakyat. Sebaliknya, kekhawatiran sekarang izin yang dicabut tersebut diberikan kepada korporasi hingga mengaktivasi konflik,” ucapnya.
(NIA/MTK/SYA/WIL/BOW/PDS/DNA/DEA/TIO)