Ada sejumlah hal yang bisa dilakukan pemilih sebelum memberikan hak suara pada Pemilu 2024.

JAKARTA, KOMPAS — Waktu pemungutan suara pemilihan umum tinggal tiga hari. Beberapa hal teknis perlu dipersiapkan oleh masyarakat yang telah memiliki hak pilih, baik secara teknis maupun substansial, agar mereka tidak kehilangan haknya sekaligus bisa memilih calon pemimpin yang tepat.

Manajer Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil mengatakan, calon pemilih bisa memanfaatkan waktu tersisa dengan melihat dan mengulik kembali siapa yang akan dipilih. Caranya dengan melihat reputasi, rekam jejak, program kerja, dan kredibilitas calon yang akan dipilih.

Terkait masalah administrasi, pemilih penting untuk mengecek kembali melalui platform daring info pemilu cekdptonline.kpu.go.id. Di laman itu pemilih akan mengetahui di mana lokasi tempat pemungutan suara (TPS) dia bakal memberikan suara.

”Misalnya TPS-nya nanti ada di gedung sekolah, gedung pertemuan desa, lapangan, atau tempat lainnya yang sudah dipersiapkan,” ujarnya saat dihubungi, Senin (12/2/2024).

Hal lain yang harus diperhatikan, lanjut Fadli, saat ini merupakan waktu krusial terjadinya proses mobilisasi pemilih. Terjadinya praktik politik uang untuk menggaet suara waktunya pada masa tenang seperti sekarang. Oleh karena itu, pemilih harus membentengi diri, memasang batasan untuk menolak praktik politik uang.

Pentingnya memastikan kembali apakah calon pemilih sudah terdaftar juga disampaikan Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta. Menurut Kaka, calon pemilih perlu mengecek daftar pemilih tetap (DPT), daftar pemilih tambahan (DPTb), dan daftar pemilih khusus (DPK).

KPU Provinsi Bali berupaya meningkatkan partisipasi pemilih dalam Pemilu 2024, antara lain melalui sosialisasi dan edukasi pemilu. KPU Kota Denpasar mengadakan simulasi pemungutan suara dan penghitungan suara di TPS 30 Denpasar Timur, Minggu (24/12/2023).

KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA

KPU Provinsi Bali berupaya meningkatkan partisipasi pemilih dalam Pemilu 2024, antara lain melalui sosialisasi dan edukasi pemilu. KPU Kota Denpasar mengadakan simulasi pemungutan suara dan penghitungan suara di TPS 30 Denpasar Timur, Minggu (24/12/2023).

Iklan

Baca juga: Pojok Pemilih

Tidak jauh beda

Secara teknis, menurut Fadli, proses pemungutan suara pada Pemilu 2024 sebenarnya tidak berbeda jauh dengan penyelenggaraan pemilu sebelumnya. Hanya saja, yang menjadi tantangan ialah tensi politik pada 2024 agak berbeda dengan sebelumnya.

”Sekarang tidak ada petahana dan belum ada calon presiden yang betul-betul dominan. Masih sangat kompetitif sebenarnya. Dengan situasi itu sangat mungkin tekanan kepada Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dalam proses penghitungan suara sangat tinggi,” ucapnya.

Untuk itu, KPU dan jajaran harus memitigasi risiko-risiko yang ada sehingga KPPS bisa bekerja profesional. Mereka harus memastikan proses pemungutan dan penghitungan berjalan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dengan cara menyelenggarakan semua proses sesuai dengan aturan perundangan dan petunjuk teknis. Selain itu, mereka harus menyelenggarakan pemilu setransparan mungkin.

Pemilih memasukkan surat suara ke dalam kotak suara saat simulasi pemungutan suara dalam pemilihan serentak 2020 di kantor KPU, Jakarta, Rabu (22/7/2020). Simulasi dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Pemilih memasukkan surat suara ke dalam kotak suara saat simulasi pemungutan suara dalam pemilihan serentak 2020 di kantor KPU, Jakarta, Rabu (22/7/2020). Simulasi dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19.

Sementara itu, Kaka juga menyinggung soal minimnya sosialisasi terkait regulasi kepada pemilih, padahal ada beberapa hal yang berubah, khususnya setelah pencoblosan. Saat ini animo masyarakat untuk mengetahui proses (penghitungan) cukup besar, bukan sekadar bagaimana mereka memilih.

Menurut Kaka, banyak pertanyaan kepada pemantau tentang proses setelah pencoblosan. Salah satunya ialah kurangnya sosialisasi terkait Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap), seolah proses ini hanya konsumsi informasi untuk peserta dan penyelenggara pemilu. Padahal, masyarakat perlu tahu.

”Kemarin kami melakukan pelatihan saksi. Ternyata tidak begitu banyak tahu juga mereka tentang Sirekap, padahal ini sangat luar biasa perubahannya. Sebab, dari Situng (Sistem Informasi Penghitungan Suara) ke Sirekap bukan sekadar perubahan sistem, melainkan perubahan mendasar,” katanya.

Jika Situng hanya sebagai sistem informasi internal dan eksternal, kata Kaka, Sirekap bukan sekadar alat publikasi, melainkan alat pembanding. Bahkan, Sirekap bisa menjadi acuan untuk rekapitulasi selanjutnya.