Safari politik ini dinilai sebagai upaya konsolidasi mengingat ada kemungkinan kekuatan oposisi lebih besar.
JAKARTA, KOMPAS — Prabowo Subianto, calon presiden yang sementara ini menurut versi hitung cepat unggul dibandingkan kandidat lain, dipastikan tak hanya menemui Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Prabowo akan melanjutkan safari politiknya menemui para ketua partai politik yang mengusungnya di Pilpres 2024.
Sebagian elite dari partai politik pendukung calon presiden-calon wakil presiden, Prabowo-Gibran Rakabuming Raka, menyatakan bahwa safari politik itu dilakukan untuk menyampaikan ucapan terima kasih karena sudah kompak dalam berjuang hingga Prabowo unggul di pilpres. Meski demikian, safari politik itu juga dinilai sebagai upaya konsolidasi karena kekuatan oposisi akan lebih besar dibandingkan pemerintahan sebelumnya.
Safari politik itu juga dinilai sebagai upaya konsolidasi karena kekuatan oposisi akan lebih besar dibandingkan pemerintahan sebelumnya.
Baca juga: Jokowi-Paloh Bertemu Empat Mata, Diduga Bahas Dukungan Kabinet Prabowo-Gibran
Selain Gerindra, PAN, dan Demokrat, ada enam parpol lain yang turut mendukung Prabowo yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju, yakni Golkar, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelora, Partai Garuda, dan Partai Prima. Hanya Partai Prima yang bukan peserta pemilu.
Menurut Viva, safari itu dilakukan untuk menyampaikan ucapan terima kasih karena sudah kompak dalam berjuang hingga Prabowo unggul di pilpres.
Pertemuan Prabowo dan Yudhoyono yang turut dihadiri Agus, pada Sabtu lalu, berlangsung di Museum dan Galeri SBY-Ani di Pacitan, Jawa Timur. Pada kesempatan itu, Agus menyatakan bahwa pada pertemuan itu tak ada pembicaraan mengenai tawaran jabatan di kabinet jika Prabowo resmi dilantik sebagai presiden.
FAJAR RAMADHAN
Caleg Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Rahayu Saraswati Djojohadikusumo.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Rahayu Saraswati, Minggu, juga menegaskan bahwa persiapan untuk penyusunan kabinet masih jauh karena masih menunggu hasil rekapitulasi akhir dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Meskipun demikian, Saraswati memastikan bahwa Prabowo akan memilih menteri dari partai koalisi sebagai prioritas dan tidak hanya fokus dari Gerindra.
”Dari dulu Pak Prabowo, kan, sangat egaliter, ya. Kalau kita, sih, biasanya (pemilihan menteri) pasti dari partai-partai koalisi,” kata Saraswati saat dihubungi dari Jakarta.
Baca juga: Safari Politik Prabowo Pascapilpres Bakal Berlanjut, Kabinet Belum Dibahas
Hal senada juga disampaikan Viva. PAN, menurut Viva, menyerahkan sepenuhnya penyusunan kabinet kepada presiden terpilih.
Terkait dengan rencana merangkul lawan politik seperti diungkapkan Prabowo saat menyampaikan pidato kemenangannya, Saraswati mengatakan, hal itu sepenuhnya bergantung pada partai politik pengusung calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) lain.
Dihubungi secara terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Gelora yang juga Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Fahri Hamzah, mengaku belum ada agenda untuk bertemu Prabowo. Saat ini, menurut dia, Partai Gelora masih menunggu hasil penghitungan pemilihan legislatif.
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN
Peneliti CSIS Arya Fernandes.
Menurut penilaian Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes, safari politik yang dilakukan Prabowo juga sebagai upaya konsolidasi. Sebab, masing-masing partai di KIM, koalisi pendukung Prabowo, menyadari bahwa kekuatan oposisi akan lebih besar dibandingkan pemerintahan yang ada saat ini.
Arya menjelaskan, dalam situasi normal, blok koalisi pendukung dua capres-cawapres lainnya akan memilih menjadi partai oposisi. Meski demikian, lanjutnya, ada kemungkinan beberapa partai di koalisi capres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, dan capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, akan dilobi untuk masuk ke koalisi pendukung Prabowo.
Sebab, masing-masing partai di KIM, koalisi pendukung Prabowo, menyadari bahwa kekuatan oposisi akan lebih besar dibandingkan pemerintahan yang ada saat ini.
”Dalam kondisi normal, ya, di mana misalnya dua blok koalisi itu memilih tidak berada di pemerintah, tentu kekuatan oposisi akan lebih besar dibandingkan periode sebelumnya,” tuturnya.
Atas dasar itu, menurut Arya, indikasi munculnya keretakan di tubuh KIM belum muncul.
Di sisi lain, blok koalisi pendukung Anies dan Ganjar juga tidak akan terburu-buru menentukan posisinya. Sebab, mereka akan menunggu hasil akhir penghitungan suara dan putusan akhir dari Mahkamah Konstitusi apabila ada perselisihan hasil pemilu.
Menurut Arya, ada beberapa skema partai yang akan bergabung dengan koalisi pemerintah yakni bergabung sebelum pelantikan presiden, saat pelantikan, beberapa hari setelah pelantikan, atau setelah pemilihan kepala daerah (pilkada). Sebab, partai politik akan menghitung keuntungan bergabung dengan pemerintah untuk kepentingan pilkada.
Meskipun demikian, dalam penentuan kabinet, menurut Arya, prioritas akan diberikan kepada partai pengusung. Kedua, adalah kelompok profesional karena tantangan ke depan yang tidak mudah. Ketiga, kelompok-kelompok kepentingan seperti bisnis dan sukarelawan.
Ia menjelaskan, tantangan yang lazim terjadi dalam penentuan kabinet adalah pertimbangan proporsi kursi di legislatif. Partai yang mendapatkan kursi lebih besar di legislatif akan berpotensi memperoleh kursi kabinet yang lebih besar.
Baca juga: Prabowo: Kami Akan Merangkul Semua Unsur
Berdasarkan data hitung cepat Litbang Kompas per 18 Februari, suara Partai Golkar di dalam pemilihan legislatif mencapai 14,63 persen. Sementara itu, perolehan suara Partai Gerindra hanya 13,51 persen.
Melihat hasil perolehan suara tersebut, Partai Golkar diperkirakan akan mendapatkan kursi kabinet yang lebih banyak. Sebab, proporsi suara Partai Golkar di pemilihan legislatif lebih besar dibandingkan Partai Gerindra.
Arya menegaskan, perebutan kekuasaan dalam penentuan kabinet akan sangat besar. Itu disebabkan oleh beberapa kondisi seperti koalisi yang besar, kelompok kepentingan seperti politik kepentingan dari Presiden Joko Widodo, dan para sukarelawan.