Lembaga pemantau asing, Anfrel, menyampaikan sejumlah rekomendasi dari hasil pemantauannya di Pemilu 2024.
Acara dalam jumpa pers yang diselenggarakan Asian Network for Free Elections (Anfrel) dan mitra dari Indonesia, yakni Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), dan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), pada Minggu (18/2/2024), di Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS — Lembaga pemantau asing, Asian Network for Free Elections atau Anfrel, menyoroti sejumlah hal yang berdampak pada integritas Pemilu 2024, di antaranya soal putusan Mahkamah Konstitusi mengenai syarat usia calon presiden-calon wakil presiden. Selain itu, penggunaan sumber daya negara yang berdampak terhadap kandidat tertentu dalam pemilu.
Dalam jumpa pers Anfrel bersama mitra dari Indonesia, yakni Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), dan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), pada Minggu (18/2/2024), di Jakarta, Executive Director of People's Action for Free & Fair Elections (Paffrel) Rohana Hettiarachchi mengapresiasi partisipasi aktif masyarakat Indonesia dalam Pemilu 2024.
Meski demikian, dari pantauan yang dilakukan, penyelenggaraan pemilu hanya berhasil secara administratif, yakni mengatur jutaan pemilih untuk menggunakan hak pilihnya. Namun, integritas pemilu tidak terjaga.
Baca juga: Rekapitulasi Suara di Kecamatan Dihentikan, Muncul Tudingan untuk Akali Suara
Executive Director of People's Action for Free & Fair Elections (Paffrel) Rohana Hettiarachchi memberikan keterangan, Minggu (18/2/2024), di Jakarta.
Menurut Rohana, terdapat beberapa hal yang berdampak signifikan pada integritas pemilu. Pertama, putusan Mahkamah Konstitusi mengenai batas usia calon presiden-calon wakil presiden. Berikutnya adalah penggunaan sumber daya negara yang berdampak terhadap kandidat tertentu.
Baca juga:
> Meski Belum 40 Tahun, MK Bolehkan Kepala Daerah Maju Capres-Cawapres
> Bansos, dari Bantuan Negara hingga Politisasi
Terkait dengan hal itu, Rohana menilai, perundang-undangan di Indonesia telah memberikan mekanisme checks and balances, tetapi penerapan dari mekanisme itu dipertanyakan. Sebab, perundang-undangan yang ada seharusnya memperlakukan semua warga negara secara setara.
”Kami menyadari sistem ini ada, tapi implementasinya tidak bisa diterima,” ujarnya.
Manajer Program Anfrel Brizza Rosales menambahkan, dari pemantauan tersebut, pihaknya menyampaikan sejumlah rekomendasi. Yang pertama adalah agar regulasi yang mengatur batas usia capres-cawapres dimasukkan ke dalam konstitusi. Dengan demikian, hal itu memberikan stabilitas dan konsistensi, termasuk mencegah dilakukannya amendemen hanya berdasar opini yang sedang berkembang.
KOMPAS/PRIYOMBODO (PRI)
Warga menyalurkan suaranya dalam pemungutan suara susulan Pemilu 2024 di TPS 05 di RT 003, RW 001, Larangan Utara, Larangan, Kota Tangerang, Banten, Minggu (18/2/2024).
Terkait penyalahgunaan sumber daya negara, hal itu dinilai bisa diatasi dengan regulasi. Selain itu, parlemen juga mesti mengawasi kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan negara dalam pemilu.
”Kita menginginkan lapangan permainan yang setara. Ini tidak hanya diatasi dengan undang-undang, tapi juga regulasi. Di sisi lain, kita perlu masyarakat sipil karena penyalahgunaan kekuasaan negara terlihat ketika kampanye, tapi sangat sulit dibuktikan," terangnya.
Baca juga: Jokowi-Paloh Bertemu Empat Mata, Diduga Bahas Dukungan Kabinet Prabowo-Gibran
Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati, masalah teknis yang terjadi saat pemungutan suara pada Pemilu 2024 sama dengan saat Pemilu 2019. Hal itu terjadi karena regulasi yang digunakan sama.
Ia pun menyampaikan perlunya evaluasi total terhadap sistem pemilu serentak, yakni pemilihan presiden, anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Sebab, sistem pemilu serentak tersebut berdampak pada petugas penyelenggara pemilu di lapangan. ”Ketika kita belum siap dengan prosedur dan tata kelolanya, maka yang terdampak adalah petugas di lapangan. Kita harus evaluasi total," ujarnya.