Proses rekapitulasi suara di tingkat kecamatan terpaksa dihentikan karena adanya surat perintah dari KPU.

JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum atau KPU diminta memberikan penjelasan atas adanya perintah kepada jajarannya di daerah untuk menghentikan proses rekapitulasi suara Pemilu 2024 di tingkat kecamatan. Penghentian proses rekapitulasi memantik kecurigaan adanya motif untuk memanipulasi suara hasil pemilu, apalagi tidak ada jaminan keamanan bagi kotak suara yang sudah telanjur dibuka. Namun, KPU membantah tudingan tersebut.

Informasi soal perintah untuk menghentikan proses rekapitulasi diterima oleh calon anggota legislatif (caleg) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dari daerah pemilihan Kalimantan Utara, Deddy Yevri Sitorus, Minggu (18/2/2024). Penghentian proses rekapitulasi suara disebut dilakukan di tingkat kecamatan di Kalimantan Utara (Kaltara).

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.

Kunjungi Halaman Pemilu

 

”Ada informasi di daerah bahwa KPU pusat memerintahkan penghentian rekapitulasi suara di tingkat kecamatan yang mana hal itu tidak dikonsultasikan dengan peserta pemilu dan Komisi II DPR,” kata Deddy melalui keterangan tertulis.

Berdasarkan informasi yang diterima Deddy, rekapitulasi suara di tingkat kecamatan dihentikan dengan alasan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengalami kendala dalam pembacaan data.

Siluet anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) bersiap membacakan hasil penghitungan suara TPS untuk dicatat dalam rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kecamatan di GOR Duren Sawit, Jakarta Timur, Sabtu (17/2/2024).

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Siluet anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) bersiap membacakan hasil penghitungan suara TPS untuk dicatat dalam rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kecamatan di GOR Duren Sawit, Jakarta Timur, Sabtu (17/2/2024).

Deddy menyangsikan alasan tersebut karena Sirekap bukanlah metode penghitungan suara resmi yang digunakan sebagai dasar penentuan hasil pemilu. Selain itu, proses rekapitulasi suara hanya dapat dihentikan dalam kondisi mendesak (force majeure), seperti terjadi bencana alam atau kerusuhan massa. Penghentian rekapitulasi itu pun hanya berlaku di daerah-daerah terdampak, bukan di seluruh daerah, seperti instruksi KPU.

”Jadi, misalnya gempa bumi atau kerusuhan terjadi di daerah A, penghentian rekapitulasi hanya terjadi di daerah A. Ini, kok, kami dapat informasi bahwa penghentian terjadi di seluruh Indonesia,” ujarnya.

Baca juga: Bawaslu Sarankan KPU Hentikan Penayangan Informasi Sirekap

Penghentian itu, lanjutnya, memunculkan kecurigaan publik bahwa ada motif tertentu di baliknya. Salah satunya menyangkut persaingan ketat PDI-P dengan Partai Golkar yang diprediksi sebagai peraih kursi terbanyak di pemilu kali ini. Sebab, peraih kursi terbanyak akan mendapat jatah posisi ketua DPR.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 yang telah diperbarui menjadi UU Nomor 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, ketua DPR adalah anggota partai politik yang meraih kursi terbanyak di DPR (Pasal 427 D). Adapun empat wakil ketua DPR diambil dari partai politik dengan raihan kursi terbanyak kedua, ketiga, keempat, dan kelima.

Saksi mengabadikan hasil penghitungan suara TPS dalam rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kecamatan di GOR Duren Sawit, Jakarta Timur, Sabtu (17/2/2024).

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Saksi mengabadikan hasil penghitungan suara TPS dalam rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kecamatan di GOR Duren Sawit, Jakarta Timur, Sabtu (17/2/2024).

Dugaan lain, kata Deddy, adalah adanya upaya untuk meloloskan salah satu partai politik yang dikenal dekat dengan penguasa ke parlemen. Padahal, kemungkinan besar partai politik tersebut tidak lolos ambang batas parlemen yang ditetapkan 4 persen suara sah nasional.

”Saya dengar kabar bahwa ada operasi agar suara partai kecil akan diambil untuk dialihkan, terutama Partai Perindo, Gelora, dan Partai Ummat,” kata Deddy.

Untuk mengatasi tudingan itu, Deddy meminta KPU memberikan penjelasan. ”Kalau dibiarkan, akan banyak yang teriak bahwa kuat kecenderungan KPU sedang melakukan kejahatan kepemiluan kalau dasarnya Sirekap, bukan force majeure yang sebenarnya,” ucapnya.

Selain di Kaltara, surat serupa juga beredar di Kota Tangerang, Banten. Melalui surat tertanggal 18 Februari 2024 itu, Ketua KPU Kota Tangerang Qori Ayatullah memberitahukan kepada semua PPK bahwa rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara di tingkat kecamatan dijadwal ulang menjadi tanggal 20 Februari.

Tak sebatas itu, bagi pleno untuk rekapitulasi suara di tingkat kecamatan yang sudah berjalan agar diskors sampai 20 Februari 2024. Alasannya, mengacu pada arahan KPU pada 18 Februari 2024. Selain itu, untuk memastikan kualitas data Sirekap yang akan digunakan untuk rekapitulasi tingkat kecamatan lebih akurat.

Saksi mengawasi rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kecamatan di GOR Duren Sawit, Jakarta Timur, Sabtu (17/2/2024). Proses rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara untuk Pemilu 2024 dilakukan setelah penghitungan suara selesai mulai Kamis (15/2/2024) hingga Sabtu (2/3/2024).

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Saksi mengawasi rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kecamatan di GOR Duren Sawit, Jakarta Timur, Sabtu (17/2/2024). Proses rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara untuk Pemilu 2024 dilakukan setelah penghitungan suara selesai mulai Kamis (15/2/2024) hingga Sabtu (2/3/2024).

Situasi serupa terjadi di Kota Serang, Banten. Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data dan Informasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Serang Fierly Murdlyat Mabruri mengungkapkan, proses rekapitulasi penghitungan suara di Kota Serang terpaksa dihentikan karena adanya surat edaran KPU Kota Serang.

Dalam suratnya, kata Fierly, KPU Kota Serang memerintahkan PPK untuk menunda pleno rekapitulasi penghitungan suara hingga 20 Februari. Salah satu alasannya adalah validasi data. Alasan lain, karena Sirekap masih bermasalah.

Jaminan keamanan

Penghentian proses rekapitulasi itu pun menimbulkan pertanyaan mengenai keamanan lima kotak suara yang sudah telanjur dibuka. ”Sebagian kotak suara, kan, sudah ada yang dibuka, karena memang perintah penghentian itu saat rekapitulasi tengah berlangsung. Pertanyaannya, siapa yang akan menjaga kotak-kotak suara itu? Apa ada jaminan akan aman?” tuturnya.

Keputusan untuk menghentikan rekapitulasi itu juga menimbulkan protes dari sejumlah partai politik peserta Pemilu 2024. Fierly mengungkapkan, setidaknya sudah tiga partai politik yang menanyakan perihal penghentian rekapitulasi suara tersebut. Ketua partai, yakni PDI-P, Partai Ummat, dan Partai Persatuan Indonesia (Perindo), bahkan meminta Bawaslu Kota Serang mengeluarkan rekomendasi agar KPU tak menunda pelaksanaan pleno rekapitulasi suara oleh PPK.

Sebagian kotak suara, kan, sudah ada yang dibuka karena memang perintah penghentian itu saat rekapitulasi tengah berlangsung. Pertanyaannya, siapa yang akan menjaga kotak-kotak suara itu? Apa ada jaminan akan aman?

”Kami tidak bisa mengeluarkan rekomendasi karena sepanjang pleno digelar antara 15 Februari sampai 2 Maret tidak ada persoalan,” tuturnya.

Secara terpisah, Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh Said Salahudin mengungkapkan, penghentian proses rekapitulasi suara di tingkat kecamatan perlu ditinjau ulang. Sebab, kendala pada Sirekap bukanlah alasan yang tepat. Ini karena Sirekap hanyalah instrumen untuk memenuhi asas keterbukaan informasi publik atas hasil pemilu. Selain itu, data Sirekap bukanlah data yang digunakan untuk menetapkan hasil pemilu.

”Terus terang ini membuat kami bingung. Kenapa munculnya permasalahan pada Sirekap menyebabkan proses rekapitulasi harus ditunda? Padahal, Sirekap dan proses rekap merupakan dua entitas yang berbeda dan tidak boleh saling memengaruhi satu sama lain,” katanya.

Baca juga: Sirekap, Alat Bantu Pemilu yang Justru Timbulkan Kegaduhan

Menurut Salahudin, munculnya masalah pada Sirekap merupakan masalah teknis yang tidak akan memengaruhi keabsahan hasil pemilu. Sebab, hasil resmi pemilu diperoleh dari proses rekapitulasi penghitungan suara yang dilakukan secara berjenjang dimulai dari tingkat kecamatan oleh PPK hingga nasional.

Saksi mengawasi rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kecamatan di GOR Duren Sawit, Jakarta Timur, Sabtu (17/2/2024).

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Saksi mengawasi rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kecamatan di GOR Duren Sawit, Jakarta Timur, Sabtu (17/2/2024).

Oleh sebab itu, ia berpandangan agar KPU memperbaiki sistem pengolahan data formulir model C.Hasil dari setiap TPS ke sistem Sirekap. KPU tidak perlu mengaitkan masalah tersebut dengan proses rekapitulasi penghitungan suara di kecamatan.

”Seharusnya rekapitulasi tetap diteruskan. Permasalahan yang muncul pada Sirekap tidak boleh mengganggu berjalannya proses rekapitulasi di tingkat kecamatan,” kata Salahudin.

Anggota KPU, Idham Holik, membenarkan adanya penghentian proses rekapitulasi di tingkat kecamatan. Namun, ia membantah penghentian karena adanya motif untuk memanipulasi suara.

”KPU saat ini sedang fokus melakukan akurasi atau sinkronisasi data numerik tampilan publik di website pemilu2024.kpu.go.id dengan data otentik yang ada di dalam foto formulir model C.Hasil karena publik berharap informasi yg ditampilkan di web Pemilu 2024 adalah informasi yang akurat. Seluruh sumber daya di tingkat KPU provinsi dan kabupaten/kota agar melakukan sinkronisasi data tersebut,” katanya.