Masyarakat sipil menilai Sirekap harus diaudit total, tidak cukup hanya dengan memperbaiki datanya.

Pascapemungutan suara Pemilu 2024, Rabu (14/2/2024), warganet berulang mengunggah kejanggalan dalam Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap milik Komisi Pemilihan Umum. Perbedaan data antara hasil pemungutan suara di sejumlah tempat pemungutan suara dan data yang ditayangkan di Sirekap menjadi sorotan utama. Meski KPU sudah menjelaskan Sirekap hanya alat bantu, tidak sedikit yang tetap memercayai perbedaan data sebagai salah satu bentuk dugaan kecurangan.

Kekritisan warganet kembali tampak pascapemungutan suara. Banyak di antaranya yang mengambil video atau foto formulir C.Hasil Plano (berisi hasil suara pemilihan legislatif dan pemilihan presiden di setiap TPS) setelah petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) menyelesaikan tugas penghitungan suara di TPS. Tak berhenti di situ, berselang beberapa saat, mereka lantas membandingkan data di formulir C.Hasil dengan data di Sirekap.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.

Kunjungi Halaman Pemilu

 

Data hasil di setiap TPS dalam Sirekap dipasok oleh petugas KPPS. Dengan gawai yang dimiliki, petugas memotret formulir C. Hasil.

Semua formulir C.Hasil yang menerangkan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan DPD harus difoto. Kemudian diunggah melalui aplikasi Sirekap mobile untuk masuk ke Sirekap.

Baca juga: Data Dianggap Tidak Akurat, Desakan agar Sirekap Dihentikan Menguat

Anggota KPU Sumatera Barat Divisi Teknis Penyelenggaraan, Gebril Daulay, menunjukkan tampilan depan aplikasi Sirekap <i>mobile</i> di ponselnya, di Padang, Sumatera Barat, Rabu (2/12/2020).

KOMPAS/YOLA SASTRA

Anggota KPU Sumatera Barat Divisi Teknis Penyelenggaraan, Gebril Daulay, menunjukkan tampilan depan aplikasi Sirekap mobile di ponselnya, di Padang, Sumatera Barat, Rabu (2/12/2020).

Sirekap disebut oleh KPU dilengkapi dengan teknologi pengenalan tanda optis (optical mark recognition/OMR) dan pengenalan karakter optis (optical character recognition/OCR). Teknologi tersebut bisa menangkap pola dan tulisan tangan yang tertera di formulir C.Hasil. Maka, ketika foto itu diunggah melalui Sirekap mobile, langsung dikenali dan dapat diubah menjadi data numerik untuk dikirim ke server.

Dengan pola itu, idealnya hasil di TPS akan sama persis dengan data yang ditampilkan di Sirekap. Namun, pada kenyataannya, tidak demikian.

Warganet dari berbagai penjuru Tanah Air mengunggah data hasil di TPS yang tertuang di C.Hasil yang berbeda signifikan dengan Sirekap. Raihan suara kandidat tertentu ada yang digelembungkan, bahkan melebihi jumlah pemilih di TPS yang maksimal hanya 300 pemilih. Sebaliknya, ada pula raihan suara kandidat tertentu yang justru susut.

Tanpa berpikir panjang, sejumlah warganet langsung menyimpulkan adanya kecurangan. Sejumlah anggota KPU pun bergegas menepis tudingan itu. Meski demikian, mereka tak menampik adanya perbedaan data antara C1.Hasil dan Sirekap.

Hingga Sabtu siang, perbedaan data untuk surat suara pilpres terdeteksi di 1.700 TPS atau 0,32 persen dari total 533.435 TPS yang masuk. Sementara untuk pemilihan anggota DPR, kesalahan ditemukan di 7.473 TPS atau 1,85 persen dari data masuk 402.911 TPS. Perbedaan ini disebut sepenuhnya karena kesalahan teknis.

Baca juga: Ketika Menemukan Perbedaan Data antara Sirekap dan C.Hasil

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari saat menggelar konferensi pers terkait pelaksanaan Indonesia Election Visit Program (IEVP) di kantor KPU, Jakarta, Senin (12/2/2024).

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari saat menggelar konferensi pers terkait pelaksanaan Indonesia Election Visit Program (IEVP) di kantor KPU, Jakarta, Senin (12/2/2024).

Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengatakan, terkadang sistem salah baca sehingga salah dalam mengonversi hasil penghitungan suara. Jika ada perbedaan data, itu bukanlah salah tik, melainkan kesalahan sistem dalam membaca angka-angka yang ditulis KPPS.

”Tidak ada niat dan tindakan KPU beserta jajaran penyelenggara pemilu untuk melakukan manipulasi hasil perolehan suara per TPS hasil unggah Form C.Hasil TPS dalam Sirekap,” ujar Hasyim, Kamis (15/2/2024).

Dua hari berselang, anggota KPU, Betty Epsilon Idroos, menegaskan adanya mekanisme perbaikan data jika ditemukan ketidaksesuaian antara formulir C.Hasil dan Sirekap.

Ia pun kembali menegaskan, Sirekap tidak digunakan sebagai acuan penetapan hasil pemilu. Publikasi data di Sirekap bertujuan untuk memudahkan akses informasi publik dalam mengawal suara yang telah diberikan di TPS. ”Sirekap hanya alat bantu, bukan hasil resmi rekapitulasi suara,” katanya.

Dibantu penerangan telepon genggam, petugas KPPS merekam dokumen pemilu untuk diunggah ke aplikasi Sirekap di TPS 27 Kelurahan Lengkong Gudang Timur, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (14/2/2024).

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Dibantu penerangan telepon genggam, petugas KPPS merekam dokumen pemilu untuk diunggah ke aplikasi Sirekap di TPS 27 Kelurahan Lengkong Gudang Timur, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (14/2/2024).

Meski demikian, penjelasan bertubi-tubi dari anggota KPU seolah tak bisa mengikis kecurigaan warganet. Tudingan kecurangan terus bergulir dengan semakin banyak sampel perbedaan data dari sejumlah TPS yang diunggah warganet di media sosial, dan viral.

Menurut komisioner KPU periode 2012-2017 Hadar Nafis Gumay, temuan itu tidak bisa selesai hanya dengan KPU secara institusi meminta maaf kepada publik, kemudian data di Sirekap diperbaiki sesuai dengan C.Hasil. Menurut Hadar, hal itu bisa menjadi dugaan pelanggaran administratif yang bisa dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

”Tidak bisa lantas menyebut bahwa Sirekap hanyalah alat bantu penghitungan suara karena ada rekapitulasi manual berjenjang yang merupakan penghitungan resmi. Ini ada gejala ketidakprofesionalan KPU dalam mengelola sistem TI-nya,” kata Hadar.

Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari juga merasa aneh sistem yang dibangun lembaga negara justru tidak andal. Padahal, sistem yang dibangun masyarakat sipil, seperti Jaga Suara dan Jaga Pemilu, saja bisa langsung mendeteksi dengan alarm tanda merah jika ada data di C.Hasil tidak sesuai dengan yang di-input ke sistem aplikasi mereka. Ia juga mempertanyakan apakah kesalahan input data di Sirekap itu merupakan kesengajaan atau bukan.

Baca juga: Bawaslu Optimalkan Siwaslu untuk Cek Data Sirekap yang Tidak Aktual

Peneliti Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Feri Amsari, berbicara dalam acara diskusi "Presidential Threshold Mengingkari Demokrasi" di Gedung Joang 45, Jakarta, Senin (31/7/2023).

KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA

Peneliti Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Feri Amsari, berbicara dalam acara diskusi "Presidential Threshold Mengingkari Demokrasi" di Gedung Joang 45, Jakarta, Senin (31/7/2023).

”Masak, sistem yang dibuat negara yang memiliki anggaran besar kalah oleh yang dibuat koalisi masyarakat sipil? Ini aneh,” kata Feri.

Ketua Bawaslu 2017-2022 Abhan berpandangan, sengkarut data Sirekap bisa masuk kategori dugaan pelanggaran administrasi terkait tata cara dan prosedur input ke sistem Sirekap.

Audit total

Mantan anggota Bawaslu 2008-2012, Wahidah Suaib, menekankan pentingnya Sirekap diaudit total. Audit penting karena pengadaan Sirekap memakan anggaran negara. Juga karena problem seringnya perbedaan data ditemukan, plus karena sistem itu sempat down pada hari pemungutan suara.

”Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga bisa memproses dugaan pelanggaran etik di situ supaya tidak menimbulkan spekulasi liar di masyarakat,” ujarnya.

Anggota KPU, Idham Holik, menjelaskan, pada hari pemungutan dan penghitungan suara, server Sirekap memang sempat down karena terkena serangan peretasan DDOS (DDOS attack). Selain itu, server yang mengelola data dari 823.236 TPS itu juga diakses oleh banyak pengguna secara bersamaan dan simultan di hari pemungutan dan penghitungan suara.

Baca juga: Meredupnya Efek Ekor Jas pada Pemilu 2024

Anggota KPU, Idham Holik (kedua dari kiri), memantau proses perbaikan dokumen persyaratan bakal calon anggota DPR yang diajukan partai politik di kantor KPU, Jakarta, Minggu (9/7/2023).

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Anggota KPU, Idham Holik (kedua dari kiri), memantau proses perbaikan dokumen persyaratan bakal calon anggota DPR yang diajukan partai politik di kantor KPU, Jakarta, Minggu (9/7/2023).

Terkait dengan usulan masyarakat sipil untuk mengaudit Sirekap, Idham mempersilakan siapa pun untuk mengauditnya. Mengenai audit anggaran pengadaan Sirekap, ia mengatakan, penyelenggaraan pemilu menggunakan anggaran negara sehingga pasti akan diaudit oleh otoritas yang berwenang sesuai dengan mekanisme perundang-undangan. ”Hal demikian sudah diatur mekanismenya dalam Undang-Undang Pemilu,” ujar Idham.

Setelah kegaduhan akibat Sirekap kian kuat dari hari ke hari, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja memastikan pihaknya akan membuat saran perbaikan kepada KPU, terutama untuk memperbaiki input data yang salah. Usulan masyarakat sipil agar Sirekap diaudit total karena dianggap tidak andal sistemnya juga bisa masuk dalam saran perbaikan dari Bawaslu.

Kita tunggu.