KPU diingatkan agar penghentian rekapitulasi tak hambat proses rekapitulasi. Sebab, ada batas waktu yang harus ditaati.

JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum membantah instruksi menghentikan rekapitulasi suara Pemilu 2024 di sebagian besar kecamatan terhitung pada 18-19 Februari untuk mengakali perolehan suara peserta pemilu. Sementara itu, sejumlah kalangan menyayangkan penghentian rekapitulasi itu karena justru menimbulkan kecurigaan publik.

KPU pun diingatkan agar penghentian rekapitulasi itu tak sampai menghambat proses rekapitulasi di kecamatan ataupun jenjang berikutnya. Sebab, ada batas waktu yang harus ditaati, yakni rekapitulasi di tingkat kecamatan pada 2 Maret, kabupaten/kota pada 5 Maret, provinsi pada 10 Maret, dan nasional pada 20 Maret.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.

Kunjungi Halaman Pemilu

 

KPU, Senin (19/2/2024), tetap pada pendiriannya bahwa penghentian rekapitulasi untuk memberikan waktu bagi jajaran KPU melakukan sinkronisasi data Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) dengan formulir C.Hasil yang memuat perolehan suara di tiap tempat pemungutan suara (TPS). Sinkronisasi itu dilakukan karena ada berbagai masalah ditemukan pada sistem itu.

Jika di Sirekap ditemukan data anomali di suatu TPS, rekapitulasi untuk TPS tersebut dilewati terlebih dahulu sembari data diperbaiki oleh KPU kabupaten/kota.

Dalam jumpa pers di Jakarta, Senin malam, Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengatakan, penghentian sementara rekapitulasi di tingkat kecamatan untuk memastikan data yang terbaca di Sirekap sama dengan data di formulir C.Hasil. Untuk itu, KPU telah meminta rekapitulasi di kecamatan dilanjutkan pada 20 Februari.

Hasyim mengatakan, jika di Sirekap ditemukan data anomali di suatu TPS, rekapitulasi untuk TPS tersebut dilewati terlebih dahulu sembari data diperbaiki oleh KPU kabupaten/kota. ”Yang dimaksud dengan dihentikan sementara itu tidak pernah berhenti total. Rekapitulasi tetap dilanjutkan sembari mensinkronisasi data Sirekap agar sesuai dengan formulir C Hasil,” ujarnya.

Hasyim pun menegaskan, rekapitulasi suara didasarkan pada formulir C Hasil. Adapun data di Sirekap hanya sebagai pembanding.

Ketua KPU Hasyim Asyari

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Ketua KPU Hasyim Asyari

Dihitung manual

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari KPU, ada beberapa provinsi yang tetap melaksanakan rekapitulasi tingkat kecamatan, yakni Provinsi DKI Jakarta dan Nusa Tenggara Timur. Seperti di Jakarta, berdasarkan pengamatan Kompas, rekapitulasi suara wilayah Kecamatan Tanah Abang di Gelanggang Remaja Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin, dilaksanakan sepenuhnya secara manual. Lain halnya rekapitulasi suara beberapa waktu lalu, seperti terpantau pada Jumat (16/2/2024), petugas melakukan penghitungan secara manual dan juga menggunakan Sirekap di situs pemilu2024.kpu.go.id.

Anggota KPU, Betty Epsilon Idroos, menambahkan, sejauh ini Sirekap telah dapat mendeteksi data anomali yang diunggah ke sistem. Data anomali tersebut langsung diperbaiki oleh KPU kabupaten/kota. Hingga Senin pukul 09.00, data anomali untuk pilpres masih ada 1.223 TPS dari total 586.646 TPS atau sekitar 0,21 persen.

Sebelumnya, anggota KPU, Idham Holik, juga menyampaikan, selama penghentian rekapitulasi dilakukan, KPU kabupaten/kota melakukan peningkatan akurasi data yang ditampilkan di Sirekap.

Baca juga: Bagaimana "Quick Count" Litbang Kompas Bisa Ikut Mencegah Kecurangan Pemilu

Ia pun membantah tudingan bahwa penghentian rekapitulasi dilakukan untuk mengakali suara peserta pemilu. Menurutnya, selama rekapitulasi dihentikan pada 18-19 Februari, jajaran KPU kabupaten/kota dibantu PPK melakukan sinkronisasi data Sirekap dengan formulir C Hasil yang diunggah ke Sirekap. Selama itu tidak ada kegiatan membuka surat suara ataupun formulir-formulir karena sinkronisasi hanya membutuhkan foto C Hasil yang sudah ada di Sirekap.

”Tidak ada yg membuka dan memfoto ulang formulir C Hasil. Semua sudah diunggah di aplikasi Sirekap,” ujarnya saat dihubungi pada Senin (19/2/2024).

Idham mengatakan, akurasi data di Sirekap dibutuhkan saat rekapitulasi di tingkat kecamatan. Sebab, saat itu dilakukan pembacaan formulir C Hasil tiap TPS oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Pada saat bersamaan, PPK memperlihatkan data di Sirekap pada layar proyektor.

Petugas mengangkut kotak suara untuk dihitung dalam rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kecamatan di Gelanggang Remaja Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (19/2/2024).

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Petugas mengangkut kotak suara untuk dihitung dalam rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kecamatan di Gelanggang Remaja Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (19/2/2024).

Timbulkan kecurigaan

Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mardani Ali Sera, menyayangkan penghentian rekapitulasi di sebagian besar kecamatan. Kesalahan yang timbul dari pembacaan data Sirekap semestinya tidak menghambat proses rekapitulasi manual. Sebab, Sirekap hanya alat bantu rekapitulasi, bukan dijadikan rujukan rekapitulasi berjenjang.

Penghentian rekapitulasi, lanjutnya, justru menimbulkan kecurigaan publik dan memunculkan isu-isu liar. ”Kalau Sirekap bermasalah sehingga rekapitulasi manual dihentikan, orang menjadi berpikir bahwa rekapitulasi manual harus mengacu pada Sirekap. Padahal, Sirekap bukan menjadi rujukan, hanya sebagai alat bantu. Rekapitulasi manual itulah yang menjadi alat hitung utamanya,” kata Mardani.

Hal senada juga disampaikan mantan anggota KPU, Evi Novida Ginting Manik. Ia mengatakan, Sirekap memang bisa membuka akses kepada publik dan semua pihak terhadap hasil penghitungan suara. Sebagai alat bantu, Sirekap bisa menjadi bagian dari akuntabilitas KPU terhadap publik untuk proses rekapitulasi.

Namun, lanjutnya, jika saat ini ditemukan masalah pada Sirekap, seharusnya hal itu tidak menghentikan proses rekapitulasi di tingkat kecamatan. Untuk melakukan rekapitulasi suara, KPU bisa menggunakan formulir C Hasil yang merupakan data otentik dari TPS yang menjadi sumber data rekapitulasi. Formulir itu pun sudah ditandatangani oleh saksi di TPS dan KPPS.

Titi Anggraini mengingatkan, ada tenggat waktu yang telah ditentukan untuk rekapitulasi suara.

Jangan mengganggu

Terlepas dari berbagai masalah yang ditemukan pada Sirekap, pengajar Hukum Pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengingatkan, ada tenggat waktu yang telah ditentukan untuk rekapitulasi suara. Untuk rekapitulasi suara tingkat kecamatan dibatasi hingga 2 Maret, kabupaten/kota pada 5 Maret, provinsi pada 10 Maret, dan nasional pada 20 Maret. Untuk itu, KPU harus memastikan ada solusi terkait masalah Sirekap agar tidak menghambat proses rekapitulasi di kecamatan ataupun jenjang berikutnya.

”Ada tenggat yang harus dipatuhi KPU, khususnya tenggat penetapan hasil pemilu secara nasional yang harus dilakukan paling lambat 35 hari setelah hari pemungutan suara,” katanya.

Titi Anggraini

KOMPAS/PRADIPTA PANDU

Titi Anggraini

Titi menengarai, penundaan rekapitulasi di kecamatan tidak lepas dari adanya ketentuan bahwa Sirekap menjadi instrumen sumber data perolehan suara dalam pelaksanaan rekapitulasi penghitungan suara di kecamatan ataupun tingkatan di atasnya. Hal itu diatur dalam PKPU Nomor 5 Tahun 2024 tentang Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilu.

Berbagai dokumen yang dihasilkan saat rekapitulasi juga harus diunggah melalui Sirekap. Apabila Sirekap bermasalah, dapat dipastikan akan mengganggu jalannya pelaksanaan rekapitulasi suara. Sebab, bahan yang ditampilkan sebagai basis rekapitulasi suara adalah bahan yang bersumber dari Sirekap.