Setelah unggahan berhenti pada 22 Februari, Sirekap kembali memutakhirkan data hasil Pilpres 2024 dan Pileg 2024.

https://cdn-assetd.kompas.id/lWrD2DYAlEj7LmBWSqC-nsigPE4=/1024x1647/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F02%2F19%2F213b28dc-3df8-40a5-a9d4-2539188fc8d6_png.png

JAKARTA, KOMPAS — Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap Komisi Pemilihan Umum pada Minggu, 25 Februari 2024, kembali memutakhirkan datanya. Sebelumnya, unggahan data hasil Pemilihan Presiden 2024 dan Pemilihan Legislatif 2024 sempat berhenti sehingga data terakhir yang ditampilkan adalah versi 22 Februari 2024 pukul 23.00.

Berdasar versi 22 Februari 2024 pukul 23.00 tersebut, perkembangan data yang diunggah sebesar 75,26 persen, yakni sebanyak 619.579 dari 823.236 tempat pemungutan suara (TPS). Pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, memperoleh 65.049.492 suara (58,89 persen); pasangan nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, mendapat 26.581.455 suara (24,06 persen); dan pasangan calon nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, mendapatkan 18.833.011 suara (17,05 persen).

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.

Kunjungi Halaman Pemilu

 

Adapun berdasarkan pantauan di situs pemilu2024.kpu.go.id pada Minggu (25/2/2024), perkembangan data Sirekap yang diunggah pada pukul 09.00 mencapai 76,59 persen. Melalui Sirekap, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah mengunggah data 630.476 dari 823.236 TPS.

Hasil hitung suara untuk Pemilu Presiden 2024 situs tersebut menunjukkan, Prabowo-Gibran unggul dengan perolehan suara 58,84 persen atau 71.485.876 suara sah. Anies-Muhaimin berada di urutan kedua dengan perolehan suara 24,33 persen atau 29.564.620 suara. Adapun Ganjar-Mahfud berada di urutan ketiga dengan perolehan 16,83 persen atau 20.447.387 suara.

Baca juga: KPU Tetap Gunakan Sirekap

Kompas sudah mencoba menghubungi komisioner KPU Bidang Data dan Informasi, Betty Epsilon Idroos, untuk mengonfirmasi perihal pengoperasian Sirekap yang sudah dilanjutkan setelah berhenti pada 22 Februari 2024 ini. Namun, baik pesan singkat maupun telepon Kompas belum direspons hingga berita ini diturunkan.

Rekapitulasi suara Pemilu 2024 dari desa dan kelurahan di Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar, dilangsungkan di GOR Kompyang Sujana, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar, Bali, Selasa (20/2/2024).

KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA

Rekapitulasi suara Pemilu 2024 dari desa dan kelurahan di Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar, dilangsungkan di GOR Kompyang Sujana, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar, Bali, Selasa (20/2/2024).

Keputusan KPU tetap menggunakan Sirekap dinilai sudah tepat karena data C.Hasil yang diunggah di aplikasi itu diperlukan untuk mengontrol hasil Pemilu 2024. Walakin, desakan masyarakat untuk mengaudit total sistem teknologi informasi dan anggaran Sirekap juga penting diakomodasi oleh KPU demi akuntabilitas Sirekap.

Sebelumnya, saat konferensi pers pada Jumat (23/2/2024), Ketua KPU Hasyim Asy’ari menegaskan, KPU tetap akan menggunakan Sirekap meskipun mendapatkan penolakan dari sejumlah pihak. KPU beralasan bahwa penggunaan Sirekap bertujuan agar hasil pemungutan dan penghitungan suara menjadi transparan karena bisa diakses oleh siapa pun.

Mantan komisioner KPU periode 2012-2017, Hadar Nafis Gumay, saat dihubungi, Minggu, mengatakan, unggahan data C.Hasil dari Sirekap memang dibutuhkan oleh peserta pemilu ataupun masyarakat sipil yang memantau hasil Pemilu 2024. Oleh sebab itu, KPU tetap harus melanjutkan proses pengunggahan data C.Hasil dari TPS.

Baca juga: Ketika Menemukan Perbedaan Data antara Sirekap dan C.Hasil

Data tersebut dinilai sangat penting dan krusial bagi masyarakat untuk mengontrol hasil penghitungan suara di TPS. ”Kalau tidak ada data C.Hasil dari TPS yang diunggah ke Sirekap, bagaimana masyarakat sipil bisa mengawasi hasil pemungutan suara? Demikian juga dengan calon anggpta legislatif, mereka juga sulit mengawasi karena salinan C.Hasil biasanya dipegang oleh partai politik,” kata Hadar.

Direktur Eksekutif Netgrit Hadar Nafis Gumay saat meluncurkan aplikasi JagaSuara2024, Selasa (16/1/2024), di Jakarta. Aplikasi itu menjadi media bagi publik untuk mengawal Pemilu 2024.

KOMPAS/ZULKARNAINI

Direktur Eksekutif Netgrit Hadar Nafis Gumay saat meluncurkan aplikasi JagaSuara2024, Selasa (16/1/2024), di Jakarta. Aplikasi itu menjadi media bagi publik untuk mengawal Pemilu 2024.

Hadar bersama kawan-kawan masyarakat sipil memang mengembangkan aplikasi JagaSuara2024. Selain Hadar, koalisi masyarakat sipil lain juga membuat aplikasi serupa, seperti Jagapemilu, Warga Jaga Suara, dan berbagai platform aplikasi pemantauan proses serta hasil pemilu lainnya.

Kalau tidak ada data C.Hasil dari TPS yang diunggah ke Sirekap, bagaimana masyarakat sipil bisa mengawasi hasil pemungutan suara?

Menurut Hadar, proses yang dihentikan sementara oleh KPU adalah rekapitulasi suara di tingkat kecamatan. Proses itu dihentikan sementara karena ada masalah di Sirekap. KPU kemudian menginstruksikan kepada jajaran KPU provinsi dan kabupaten/kota untuk menghentikan sementara proses rekapitulasi berjenjang yang prosesnya baru sampai di tingkat kecamatan itu.

Walaupun secara aturan Sirekap tidak digunakan untuk proses rekapitulasi manual di tingkat kecamatan, menurut Hadar, pada saat rekapitulasi manual itu data Sirekap tetap dibuka oleh petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Jika ada data yang tidak akurat di Sirekap, harapannya masih bisa dikoreksi oleh petugas PPK dan disaksikan oleh saksi parpol ataupun pemantau pemilu.

Baca juga: Penghentian Rekapitulasi Jangan Sampai Menghambat

Namun, menurut Hadar, secara aturan, penggunaan Sirekap hanyalah sebagai alat bantu penghitungan suara. Sirekap bukanlah alat utama untuk rekapitulasi berjenjang baik di tingkat kecamatan, kabupaten/kota, maupun provinsi.

”Proses rekapitulasi manual berjenjang di tingkat kecamatan itu sangat krusial karena bisa jadi pintu masuk kecurangan pemilu. Makanya, data C.Hasil tetap harus diunggah di Sirekap dan jangan sampai dihentikan,” katanya.

https://cdn-assetd.kompas.id/FXPcRT0u_0K0Gx3pFG2rSMVRe70=/1024x886/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F09%2F09%2F20210908-ARJ-riset-2-mumed_1631129775_png.png

Hadar berpendapat, desakan dari masyarakat sipil untuk mengaudit total Sirekap sebenarnya bukan pada proses unggah data C.Hasil. Akan tetapi, desakan lebih pada sistem teknologi informasi yang digunakan KPU serta anggaran yang dikucurkan untuk membangun sistem aplikasi tersebut.

Desakan itu awalnya muncul karena banyak salah unggah data yang ditemukan warganet seusai hari pemungutan suara. Mereka kemudian mempertanyakan keandalan sistem yang dibangun KPU tersebut.

Selain dari masyarakat, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) juga mengirimkan surat penolakan penggunaan Sirekap. Dalam surat itu disebutkan, Sirekap dinilai telah gagal menjadi alat bantu dalam proses rekapitulasi perolehan suara di tingkat kecamatan. Masalah hasil penghitungan perolehan suara pada Sirekap bahkan diikuti perintah dari KPU kepada KPU kabupaten/kota untuk menunda proses rekapitulasi di tingkat kecamatan pada 18-19 Februari 2024 (Kompas, 22/2/2024).

Baca juga: Pimpinan KPU Segera Bahas Penolakan PDI-P atas Sirekap

Anggota Panitia Pemungutan Suara, Panitia Pemilihan Kecamatan, Panitia Pengawas Kecamatan, saksi dari partai politik, dan pemantau pemilu melakukan rekapitulasi suara Pemilu 2024 tingkat kecamatan di GOR Cilandak, Jakarta Selatan, Senin (20/2/2024).

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Anggota Panitia Pemungutan Suara, Panitia Pemilihan Kecamatan, Panitia Pengawas Kecamatan, saksi dari partai politik, dan pemantau pemilu melakukan rekapitulasi suara Pemilu 2024 tingkat kecamatan di GOR Cilandak, Jakarta Selatan, Senin (20/2/2024).

Hadar menilai, KPU harus terbuka terhadap masukan audit total Sirekap. Sebab, pembuatan sistem itu dibiayai oleh anggaran negara yang jumlahnya tidak sedikit. KPU harus mendengarkan masukan publik dan merespons desakan itu dengan baik. Jangan malah terkesan KPU menutupi nilai anggaran yang digunakan untuk membangun sistem tersebut.

Baca juga: KPU Dituntut Ungkap Masalah Sirekap

Apalagi, menurut Hadar, sistem itu sebenarnya bukanlah hal baru bagi KPU. Sirekap hanya pengembangannya dari Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) yang sudah digunakan dan terus dikembangkan sejak Pemilu 2004.

”Jangan sampai Ketua KPU menolak membuka anggaran untuk Sirekap. Anggaran itu bukanlah rahasia dan harus dipertanggungjawabkan kepada publik penggunaannya,” katanya.

Kompas pun sudah mencoba menghubungi Betty Epsilon Idroos untuk mengonfirmasi perihal isu nilai anggaran tersebut. Namun, hingga berita ini diturunkan belum ada respons.