Hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan pemilu dinilai perlu disambut positif guna penguatan demokrasi.
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla menganggap penggunaan hak angket DPR untuk mengungkap dugaan kecurangan pemilu baik untuk semua pihak. Pengguliran hak angket merupakan momen klarifikasi terhadap kecurigaan kecurangan pemilu. Apabila tidak curang atau bersih seharusnya tak perlu khawatir.
Wacana penggunaan hak angket DPR muncul atas saran calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo. Hal itu direspons positif oleh PDI Perjuangan, partai politik (parpol) pendukungnya meski partai belum bersikap. Tak berselang beberapa lama, capres nomor urut 1, Anies Baswedan, beserta parpol pengusungnya, Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), juga mendukung pengajuan hak angket itu.
”Tentunya hak angket itu baik bagi pihak tergugat karena sekarang banyak isu bahwa ini (pemilu) ada masalah. Jadi, kalau ada hak angket, kalau memang tidak ada soal, itu bagus sehingga menghilangkan kecurigaan,” ujar JK seusai menghadiri ujian promosi doktor mantan Menteri Perindustrian Saleh Husin di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Sabtu (24/2/2024).
Menurut JK, pihak tergugat bisa mengklarifikasi dugaan kecurangan pemilu guna menghilangkan kecurigaan yang selama ini muncul. Apabila tidak ada kecurangan atau kesalahan dalam pemilu, semua pihak tak perlu khawatir.
Baca juga: PDI-P Tegaskan Hak Angket Langkah Penting Usut Kecurangan Pemilu
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN
Demonstran melakukan aksi di depan Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Rabu (21/2/2024). Peserta aksi yang tergabung ke dalam Poros Buruh menggelar demonstrasi karena menganggap terdapat banyak permasalahan dalam pelaksanaan pemilu tahun ini.
Hak angket DPR bisa digunakan untuk menyelidiki pelaksanaan undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, hingga kehidupan masyarakat.
Pihak tergugat, menurut JK, tidak perlu khawatir atau menolak wacana hak angket. Kekhawatiran yang dimunculkan oleh tergugat bisa menjadi indikasi adanya kecurangan dalam Pemilu 2024, khususnya pemilihan presiden dan wakil presiden.
Tentunya hak angket itu baik bagi kedua belah pihak karena sekarang banyak isu bahwa ini (pemilu) ada masalah. Jadi, kalau ada hak angket, kalau memang tidak ada soal, itu bagus sehingga menghilangkan kecurigaan.
”Jalani saja, tidak usah khawatir. Kalau memang tidak apa-apa bisa jadi klarifikasi, kecuali ada apa-apa tentu takut jadinya,” ucap JK.
Sebelumnya, sejumlah penolakan terhadap hak angket muncul dari kubu pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, seperti pernyataan yang disampaikan elite Partai Golkar dan Partai Demokrat. Alasannya, tak ada kecurangan dalam pemilu.
Baca juga:
> Indikasi Kecurangan Pemilu Jangan Dibiarkan, Bisa Terulang di Pilkada 2024
> Presiden Jokowi Sebut Hak Angket sebagai Hak Demokrasi
Secara terpisah, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menuturkan, hak angket merupakan salah satu fungsi pengawasan yang pernah digunakan DPR di masa pemerintahan semua presiden pasca-reformasi. Dalam dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo atau sejak 2014, DPR baru sekali menggunakan hak angket, yakni pada 2017. Walakin, itu tidak digunakan terhadap kebijakan pemerintah, tetapi terhadap kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Wacana pengguliran hak angket oleh DPR, tutur dia, sebaiknya disambut secara positif dalam rangka penguatan sistem demokrasi. Di sisi lain, proses politik dan penyelesaian perkara yang berkaitan dengan pemilu, baik di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT-TUN), Mahkamah Konstitusi (MK), maupun peradilan lain harus dimanfaatkan dengan baik.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Pemimpin sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (7/11/2023).
”Proses politik dan hukum ini sama-sama penting untuk memindahkan ketidakpuasan dan kemarahan publik terhadap proses dan hasil pemilu, terutama hasil pilpres, melalui mekanisme yang resmi ke ruang-ruang sidang yang resmi di DPR ataupun di Bawaslu dan di MK,” terang Jimly lewat keterangan tertulis, Sabtu (24/2/2024).
Meskipun begitu, anggota DPR dinilai perlu memahami batas-batas kewenangannya saat menggulirkan hak angket dengan mempertimbangkan maksud, tujuan, dan substansi isu yang dibahas. Dengan demikian, pembahasan tidak melebar pada isu liar, seperti pemakzulan presiden, pembatalan hasil pemilu, dan tindakan makar.