Uya Kuya dan Once Mekel menggunakan nama panggung mereka di surat suara sebagai strategi memenangi pemilu legislatif.

JAKARTA, KOMPAS — Dua pesohor yang untuk pertama kali bertarung memperebutkan kursi DPR dari Daerah Pemilihan DKI Jakarta II, Uya Kuya dan Once Mekel, berpeluang lolos ke Senayan, tempat anggota DPR berkantor. Mengacu pada data sementara Sistem Rekapitulasi Suara atau Sirekap milik KPU, raihan suara kedua figur itu masuk sepuluh besar di antara calon anggota DPR lain di daerah pemilihan yang mencakup Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan luar negeri. Bahkan, sejumlah petahana terancam kalah.

Hingga pukul 23.00, Kamis (22/2/2024), dengan data masuk suara dari 57,11 persen tempat pemungutan suara (TPS) atau 5.622 dari total 9.844 TPS, Uya Kuya meraih 42.296 suara, sedangkan Once Mekel 24.817 suara. Uya Kuya merupakan calon anggota legislatif (caleg) bernomor urut dua dari Partai Amanat Nasional, sedangkan Once Mekel caleg bernomor urut dua dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.

Kunjungi Halaman Pemilu

 

Uya hanya kalah dari Hidayat Nur Wahid, caleg petahana dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang untuk sementara meraih suara tertinggi dari Daerah Pemilihan (Dapil) DKI Jakarta II, yakni 83.028 suara. Adapun Once berada di peringkat keenam peraih suara tertinggi. Di atasnya, selain Hidayat dan Uya, ada nama Himmatul Aliyah dari Gerindra (34.740 suara), Ida Fauziyah dari Partai Kebangkitan Bangsa (27.895 suara), dan Abraham Sridjaja dari Golkar (27.817 suara).

Empat caleg lain yang raihan suaranya di bawah Once, berturut-turut, adalah Kurniasih Mufidayati dari PKS (22.129 suara), Melani Leimena Suharli dari Demokrat (19.737 suara), Eriko Sotarduga dari PDI-P (19.641 suara), dan Ronny Talapessy dari PDI-P (19.259 suara).

Dari nama-nama itu, selain Hidayat Nur Wahid, caleg petahana adalah Himmatul Aliyah, Kurniasih Mufidayati, Melani Leimena Suharli, dan Eriko Sotarduga. Untuk diketahui, total kursi DPR yang diperebutkan di Dapil DKI Jakarta II hanya tujuh kursi.

Sementara urutan suara caleg yang dikutip hanya dari partai politik (parpol) yang raihan suaranya secara nasional diperkirakan lolos ambang batas parlemen, 4 persen. Perkiraan itu mengacu pada hasil hitung cepat sejumlah lembaga, termasuk hitung cepat Litbang Kompas. Lolos ambang batas parlemen menjadi syarat pertama yang harus dipenuhi agar raihan suara partai bisa dikonversi menjadi kursi di DPR.

Baca juga: Baliho Ridwan Kamil, Ahmad Sahroni, dan Spekulasi Kandidat Gubernur Jakarta

Hasil hitung suara dari Sistem Rekapitulasi Suara (Sirekap) milik KPU di Daerah Pemilihan DKI Jakarta II, yakni Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan luar negeri.

TANGKAPAN LAYAR

Hasil hitung suara dari Sistem Rekapitulasi Suara (Sirekap) milik KPU di Daerah Pemilihan DKI Jakarta II, yakni Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan luar negeri.

Uya Kuya saat dihubungi Kompas, Jumat (23/2/2024), mengatakan, kalkulasinya saat ini menunjukkan dirinya bakal mendapatkan kursi ke-5 atau ke-6. Walakin, ia masih harus menunggu informasi jumlah kursi yang didapat PAN.

Capaian suara tertinggi di PAN, sejauh ini, merupakan buah hasil turun ke lapangan lebih dari satu tahun. ”Saya kan sama istri saya turun ke masyarakat sudah setahun lebih, saya turun tiap hari, malah bisa dibilang caleg di Jakarta yang turunnya paling banyak ke masyarakat itu saya sama istri saya,” katanya.

Baca juga: Ramai-ramai Caleg Klaim Kemenangan, Berapa ”Harga” Satu Kursi DPR?

Penggunaan media sosial sebagai platform kampanye dinilai turut memengaruhi capaian suara yang di atas ekspektasi Uya. Selain rutin turun lapangan, unggahan konten di Instagram juga mendapatkan interaksi yang masif. Terdapat 1,5 juta penonton dan 4.000 komentar dalam salah satu unggahannya yang bertanya soal siapa pemilih Uya dari luar negeri.

Meskipun begitu, fenomena dugaan kecurangan diyakini mengurangi perolehan suaranya. Sehari sebelum pencoblosan, Uya mengaku banyak menerima pesan singkat dari publik terkait adanya serangan fajar terhadap pemilihnya. Hal itu membuat perolehan suaranya tidak maksimal.

Saya kan sama istri saya turun ke masyarakat sudah setahun lebih, saya turun tiap hari, malah bisa dibilang caleg di Jakarta yang turunnya paling banyak ke masyarakat itu saya sama istri saya.

”Ibaratnya apa yang kami bina selama setahun ini bisa kalah dalam waktu semalam saja. Cara mengukurnya gampang, kalau saya itu dengan istri saya di semua TPS, 98 persen ada suaranya. Walaupun tak banyak, ada terus,” jelasnya.

Nama panggung

Di sisi lain, selain dirinya, Uya melihat kejadian menarik di PDI-P yang terdapat dua caleg petahana, yakni Eriko dan Masinton. Namun, Once Mekel justru yang bersinar dan berpotensi mendapatkan satu kursi.

”Kebetulan, tapi yang menarik justru di PDI-P, Once bersinar nih, sementara di PDI-P ada dua incumbent. Kalau mereka cuma, misalnya, dapat satu kursi, so far bisa jadi Once,” ucap Uya.

https://cdn-assetd.kompas.id/b0sRK_JLaQbi823RDdQgKSWDC2M=/1024x3610/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F12%2F19%2Fb68b9151-4b58-40ba-91d2-fc5fbc56eb70_png.png

Jika memang Uya Kuya dan Once Mekel lolos, tak sia-sia upaya mereka memertahankan nama panggung untuk dicatatkan di surat suara. Sebelum kontestasi Pemilu 2024, mereka mengajukan perubahan nama asli masing-masing ke pengadilan agar nama panggung mereka yang dicatatkan di surat suara. Strategi yang kerap dipakai oleh pesohor, tak hanya Uya Kuya dan Once Mekel, dengan harapan nama beken mereka bisa diingat dan dipilih pemilih saat pemungutan suara pemilu, 14 Februari lalu.

Meski demikian, perlu dicatat, raihan suara tinggi tak menjadi penentu caleg tersebut lolos. Selain raihan suara parpol secara nasional harus terlebih dulu lolos ambang batas parlemen, ada serangkaian tahapan lain yang harus dilalui untuk mengonversi suara menjadi kursi di DPR.

Tahap berikutnya setelah parpol dipastikan lolos ambang batas parlemen adalah penggunaan metode Sainte Lague. Ini seperti tertuang di Pasal 415 Ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Penghitungan perolehan kursi DPR dimulai dengan penjumlahan suara sah setiap parpol yang lolos ambang batas parlemen 4 persen.

Kemudian, perolehan suara sah parpol itu dibagi dengan bilangan ganjil secara berturut-turut, dimulai dengan angka 1, 3, 5, 7, dan seterusnya. Penghitungan itu dilakukan di setiap dapil, bukan kumulatif secara nasional.

Baca juga: Indikasi Kecurangan Pemilu Jangan Dibiarkan, Bisa Terulang di Pilkada 2024

Saksi mengabadikan hasil penghitungan suara TPS dalam rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kecamatan di GOR Duren Sawit, Jakarta Timur, Sabtu (17/2/2024).

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Saksi mengabadikan hasil penghitungan suara TPS dalam rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kecamatan di GOR Duren Sawit, Jakarta Timur, Sabtu (17/2/2024).

Terakhir, setelah semua kursi dibagi kepada parpol, maka dilakukan penentuan caleg yang berhak memperoleh kursi di DPR. Kursi tersebut diberikan secara urut kepada caleg dengan perolehan suara terbanyak di dapil tersebut. Hal ini disebabkan Indonesia menerapkan sistem proporsional daftar terbuka.

”Jadi memang ratusan ribu suara yang diperoleh caleg belum tentu menjamin bisa langsung memperoleh kursi. Sebab, kalau partainya tidak memenuhi syarat untuk mendapat kursi, maka caleg pun tidak bisa bisa memperoleh kursi. Selain itu, ada beberapa syarat lain yang harus dilalui,” kata pengajar Hukum Pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini.