Pilot terbangun dan sadar bahwa pesawat tidak berada pada jalur penerbangan yang benar.
Oleh STEPHANUS ARANDITIO
JAKARTA, KOMPAS — Pilot dan kopilot Batik Air BTK6723 tertidur selama 28 menit saat menerbangkan pesawat Airbus A320 rute Kendari-Jakarta pada 25 Januari 2024. Insiden ini disebabkan kopilot yang kelelahan karena sebelumnya sibuk mengurus anak dan sang pilot pun ikut tertidur di dalam kokpit.
Hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menunjukkan, peristiwa ini bermula saat pesawat berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten, pada pukul 03.14 WIB menuju Bandara Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara, dengan nomor penerbangan ID6723. Semua pilot, kopilot, dan awak kabin harus sudah bersiap pukul 01.25 WIB.
Sesaat setelah lepas landas, kopilot memberi tahu pilot bahwa dirinya tidak mendapatkan istirahat yang cukup sebelum terbang. Saat mencapai ketinggian jelajah 36.000 kaki, pilot pun menawari rekannya tersebut untuk beristirahat.
Kopilot lalu tidur sekitar 30 menit di kokpit. Beberapa menit sebelum mendarat, pilot membangunkannya dan kopilot kembali bekerja sampai mendarat dengan selamat di Kendari pukul 07.11 WITA.
Saat parkir, mereka tetap berada di kokpit sambil menyantap segelas mi instan sambil menunggu awak kabin dan petugas bandara menyiapkan pesawat untuk penerbangan kembali ke Jakarta. Kemudian, penumpang tujuan Jakarta satu per satu masuk.
Setelah proses transit dinyatakan siap, pesawat yang berganti nomor penerbangan BTK6723 ini lepas landas pukul 08.05 WITA. Tiga puluh dua menit kemudian, setelah mempertahankan ketinggian jelajah 36.000 kaki, kedua pilot melepas headset dan mengeraskan volume pengeras suara kokpit.
Tak lama kemudian, pilot meminta izin kepada kopilot untuk bergantian tidur dan kopilot mengambil alih kokpit. Satu jam berlalu, pilot sempat terbangun dan menanyai kopilot apakah ingin bergantian tidur. Kopilot menolak dan tetap melanjutkan pekerjaannya, keduanya sempat mengobrol 30 menit, lalu sang pilot tertidur kembali.
Sekitar pukul 08.43 WIB, kopilot yang masih menerbangkan pesawat melakukan kontak awal dengan pemandu lalu lintas udara (air traffic services/ATS) Jakarta, dan diinstruksikan menuju waypoint KURUS yang terletak di timur laut Bandara Soekarno-Hatta. Saat itu, A320 sedang terbang dengan arah 250 derajat dan berada di sebelah timur.
Satu menit setelah kontak dengan Jakarta, kopilot ikut tertidur. Komunikasi ATS dengan Batik Air BTK6723 pun terputus. ATS sempat meminta pesawat lain untuk mencoba kontak, tetapi juga tak ada jawaban. Beruntung, beberapa menit mendekati Jakarta, pilot terbangun dan langsung membangunkan kopilot, lalu kembali ke rute yang benar.
”Pada 09.11 WIB atau 28 menit setelah transmisi (komunikasi) terakhir yang direkam dari kopilot, si pilot terbangun dan sadar bahwa pesawat tidak berada pada jalur penerbangan yang benar. Pilot kemudian melihat kopilotnya tertidur, lalu membangunkannya,” tulis Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono dalam laporan investigasinya.
Tidak ada korban dalam insiden ini. Sebanyak 153 penumpang dan pesawat bisa mendarat dengan selamat di Bandara Soekarno-Hatta.
Saat diperiksa, pilot dan kopilot sebenarnya sudah lolos secara perizinan terbang dan pemeriksaan kesehatan sebelum terbang. Tekanan darah dan detak jantung mereka normal, serta tes alkoholnya negatif untuk dinyatakan layak terbang.
Namun, kopilot mengaku kurang tidur karena pada malamnya, 24 Januari, ia terjaga bersama istri mengurus kedua bayi kembar mereka yang masih berusia satu bulan. Sekitar pukul 19.00, kopilot dengan jam terbang 1.664 jam 45 menit ini sebenarnya sudah tidur, tetapi beberapa kali terbangun untuk merawat anaknya.
”Dia harus bangun beberapa kali untuk membantu istrinya merawat bayinya. Dia merasa kualitas tidurnya menurun akibat beberapa kali terbangun itu,” papar Soerjanto.
Terlebih lagi, pada sehari sebelumnya, ia juga sibuk pindah ke rumah baru mereka. Sementara, pukul 00.00, dia harus bangun dan bersiap menuju bandara.
Walau begitu, KNKT menilai peristiwa ini harus menjadi catatan penting bagi Batik Air dan semua maskapai terkait keselamatan penerbangan. KNKT mendesak Batik Air ”untuk mengembangkan prosedur rinci untuk melakukan pemeriksaan kokpit untuk memastikan bahwa pemeriksaan kokpit dapat dilaksanakan dengan benar”.
Terkait hasil investigasi KNKT ini, manajemen Batik Air hingga Sabtu (9/3/2024) pukul 08.00 belum memberikan tanggapan.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno meminta semua maskapai untuk memperketat pemeriksaan kesehatan kru pesawat sebelum terbang. Sebab, walau pesawat memiliki sistem autopilot, insiden ini sangat fatal jika keduanya tidak terbangun saat itu.
”Jika terjadi sesuatu, tim medis yang memeriksa kesehatan pilot sebelum berangkat bisa dimintai pertanggungjawaban. Kalau tim medisnya cermat, seharusnya dari tensi mungkin bisa ketahuan kualitas tidur seseorang,” ucap Djoko.
Penelitian dari Universitas Warwick, Inggris, tahun 2019 menunjukkan bahwa kualitas dan kuantitas tidur orangtua memang akan menurun sejak kelahiran anak sampai ia berusia enam tahun. Terutama bagi seorang ibu dalam tiga bulan pertama setelah kelahiran anak pertama.
Orangtua akan sering terbangun pada malam hari akibat anak yang menangis pada malam hari. Selain itu, ada pula faktor kekhawatiran menjadi orangtua yang terbayang hingga dalam tidur mereka.
”Meskipun memiliki anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar orangtua, ada kemungkinan peningkatan tuntutan dan tanggung jawab yang terkait dengan peran sebagai orangtua menyebabkan waktu tidur yang lebih singkat,” kata Sakari Lemola, anggota peneliti.
Penelitian ini dilakukan dengan mewawancarai orangtua berusia 30 tahunan, 2.541 ibu, dan 2.118 ayah, di Jerman setahun sekali selama delapan tahun pada 2008-2015. Hasilnya, para ibu kehilangan sekitar 40 menit waktu tidur mereka, baik setelah kelahiran anak pertama maupun selanjutnya, sedangkan ayah hanya kehilangan 13 menit waktu tidurnya.