KOMPAS/AGUS SUSANTO
Pendukung capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, memeriahkan kampanye di kawasan Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (10/2/2024). Prabowo menegaskan komitmennya untuk menjalankan program makan siang gratis bagi anak-anak Indonesia jika terpilih menjadi presiden ke-8 RI.
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan investasi pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, disinyalir akan memprioritaskan sektor padat karya. Ini dilakukan agar sektor pangan, energi, dan industri manufaktur selaku tiga ”mesin” utama pendorong perekonomian andalan pemerintah baru kelak punya efek berganda dalam penyerapan tenaga kerja.
Berlandaskan visi dan cita-cita ekonomi yang digaungkan Prabowo, Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional (PAN) Drajad Wibowo, yang juga menjadi anggota dewan pakar di tim pemenangan Prabowo-Gibran, melihat indikasi bahwa pemerintahan selanjutnya tetap akan membuka keran investasi padat modal. Namun, prioritas utama akan diarahkan untuk investasi padat karya.
”Pak Prabowo itu sangat menaruh perhatian pada bidang pangan. Jadi, kalau kami melihat sih kayaknya penyerapan lapangan kerja di situ yang akan digenjot dari situ, makanya food estate akan semakin kita genjot,” ujar Dradjad kepada Kompas, Minggu (24/3/2024).
Produk-produk pangan yang selama ini kelihatannya simple ternyata selama ini kita banyak memenuhinya dengan impor.
Sektor pangan ia yakini dapat memberikan efek berganda terhadap pembukaan lapangan pekerjaan dan penyerapan tenaga kerja. Dradjad mencontohkan upaya meningkatkan luas panen dan rotasi tanaman di sektor pertanian, ataupun restrukturisasi peternakan sapi perah dan sapi potong di sektor peternakan, sama-sama akan menyerap banyak tenaga kerja.
”Produk-produk pangan yang selama ini kelihatannya simple ternyata selama ini kita banyak memenuhinya dengan impor. Untuk mengejar produktivitas pangan di dalam negeri memang butuh investasi,” kata Dradjad.
Sebelumnya, dalam Kompas Collaboration Forum edisi Maret 2024, Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, Burhannudin Abdullah, menjelaskan pembangunan ekonomi Indonesia periode 2024-2029 akan mengandalkan sektor pertanian, energi, dan manufaktur sehingga diharapkan dapat tumbuh lebih cepat, mandiri, dan inklusif.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Burhanuddin Abdullah, berbicara dalam Kompas Collaboration Forum di Jakarta, Jumat (22/3/2024). Forum pertemuan tersebut mengangkat tema ”Arah dan Mesin Kebijakan Ekonomi Pembangunan 2025-2029”.
Untuk memperbaiki iklim investasi di ketiga sektor padat modal tersebut, khususnya yang berbasis sumber daya alam, rezim pemerintah baru mesti memacu dengan memperbaiki kondisi daya saing berusaha, mulai dari sisi kepastian hukum, perizinan, hingga kemudahan berbisnis di Indonesia.
Baca juga: “Mimpi” Mendorong Ekonomi Mandiri, Prabowo-Gibran Pacu Tiga Mesin Pertumbuhan
Menurut Burhanuddin, hal itu tidak mustahil dilakukan. Indonesia memiliki potensi sumber daya alam serta energi baru dan energi terbarukan yang melimpah dan bisa diolah menjadi beragam produk manufaktur. Ketiga sektor itu, terutama pertanian dan manufaktur, juga akan menciptakan lapangan kerja yang lebih luas.
”Oleh karena itu, tiga hal ini, pertanian, pangan, dan manufaktur, harus menjadi mesin pertumbuhan ekonomi kita ke depan. Meskipun, pada dasarnya, tentu saja semua sektor ekonomi ke depan akan didorong untuk tumbuh dan berkembang,” kata Burhanuddin, Jumat (22/3/2024) sore, di Jakarta.
Dari kacamata pelaku usaha, sektor industri padat karya masih diperlukan untuk menyerap lapangan kerja. Sebab, angkatan kerja nasional masih didominasi oleh lulusan sekolah menengah ke bawah.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam mengatakan, penyerapan tenaga kerja semestinya menjadi indikator keberhasilan kebijakan oleh Pemerintah Indonesia. Sebagai contoh, investasi - investasi sektor pertambangan berkontribusi besar terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), tetapi belum berkontribusi banyak ke penyerapan tenaga kerja.
”Bukan berarti kami anti terhadap sektor pertambangan. Akan tetapi, pemerintah perlu menaruh perhatian juga kepada industri manufaktur. Indonesia membutuhkan industri padat modal dan padat karya secara bersamaan,” ujar Bob, yang ditemui di sela-sela sesi Kompas Collaboration Forum.
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Bob Azam, Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia
Industri padat modal, Bob melanjutkan, memberikan nilai tambah dan menyerap tenaga kerja berketerampilan tinggi. Akan tetapi, jangan lupa, Indonesia masih mempunyai angkatan kerja berpendidikan menengah ke bawah yang porsinya 50 persen lebih terhadap total angkatan kerja.
Lebih jauh, ia mengatakan bahwa industri padat karya sensitif terhadap kebijakan pajak dan kemudahan berusaha. Pemerintah Indonesia ke depan perlu menaruh perhatian terhadap isu tersebut. Omnibus law Cipta Kerja semestinya terus dikawal implementasinya. Beberapa peraturan turunannya yang perlu direvisi seharusnya segera diperbaiki, tetapi jangan sampai mengekang industri untuk tumbuh.
”Kementerian Perindustrian harus menjadi lead. Lalu, kementerian/lembaga lain ikut menyusun kebijakan yang mendukung sehingga pada akhirnya terjadi penyerapan tenaga kerja yang banyak,” katanya.
Baca juga: Tuntutan Dunia Usaha kepada Prabowo-Gibran demi Kemajuan Indonesia
President Commissioner PT Sreeya Sewu Indonesia Tbk Anton J Supit, yang juga ditemui di sesi yang sama, berpendapat senada. Masih banyaknya angkatan kerja berlatar belakang pendidikan menengah ke bawah membuat Indonesia masih membutuhkan industri padat karya. Angkatan kerja seperti itu butuh pekerjaan, tetapi keterampilan mereka perlu terus ditingkatkan melalui pelatihan vokasional.
”Bukan berarti kita cinta industri padat karya, tetapi realitas angkatan kerja masih seperti itu. Walaupun lulusan menengah ke bawah, jika mereka diikutsertakan dalam pelatihan vokasional, keterampilan mereka pasti meningkat,” ujarnya.
Negara-negara lain, seperti Thailand, Vietnam, dan China, semula memiliki sektor padat karya. Akan tetapi, negara-negara ini terus meningkatkan keterampilan sumber daya manusianya sehingga sektor padat karyanya maju. Pada saat bersamaan, lanjut dia, Pemerintah Indonesia perlu mendorong peningkatan keterampilan tenaga kerja supaya bisa menyambut industri berteknologi tinggi.
Selanjutnya, Anton memandang, keluhan perizinan usaha yang sampai sekarang masih ada itu perlu segera ditangani. Implementasi sistem pelayanan perizinan berusaha berbasis risiko (OSS RBA) perlu selalu dimonitor.
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Anton Supit, Ketua Apindo
”Singapura menjadi negara maju karena ada peran industri. Itu merupakan warisan Lee Kuan Yew karena dia menekankan industri harus berkontribusi 25 persen terhadap PDB. Di negara maju mana pun, sektor industri maju dan menciptakan banyak lapangan kerja ataupun ekspor,” kata Anton.
Dihubungi secara terpisah, aktivis buruh Kokom Komalawat berpendapat, hal yang dibutuhkan kelompok pekerja/buruh dari rezim pemerintah mendatang adalah program yang berpihak pada pembukaan lapangan kerja dan kesejahteraan pekerja/buruh.
Formula penghitungan upah minimum yang tercantum dalam omnibus law Cipta Kerja berpotensi membuat kenaikan upah minimum setiap tahun menjadi ”tipis” sehingga perlu ada kebijakan lain yang membantu menyejahterakan pekerja/buruh.
”Salah satu program Prabowo - Gibran yang paling banyak menarik perhatian masyarakat adalah makan siang gratis. Kelompok-kelompok pekerja/buruh bertanya-tanya sejauh mana program itu menyerap banyak lapangan kerja? Sejauh mana program itu mengatasi masalah kesejahteraan buruh-buruh industri perempuan?” katanya.