JAKARTA, KOMPAS — Komisi III DPR berharap, panitia seleksi calon pimpinan KPK memiliki rekam jejak yang baik dan tidak partisan. Jangan sampai panitia seleksi nanti didominasi oleh unsur pemerintah. Sebab, jika itu terjadi, dipastikan calon pimpinan KPK yang akan terpilih sudah dapat ”dikondisikan” dan hanya mengikuti selera pemerintah. Ini akan semakin menggerus kepercayaan publik terhadap KPK.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Trimedya Panjaitan saat dihubungi di Jakarta, Senin (13/5/2024), mengatakan, rekam jejak panitia seleksi (pansel) calon pimpinan (capim) KPK harus diperhatikan. Mereka harus memenuhi kriteria, di antaranya memiliki rekam jejak yang baik, tidak pernah terlibat dalam perkara korupsi secara langsung ataupun tidak langsung, serta bukan partisan.

 

Lebih dari itu, lanjut Trimedya, pemilihan nama-nama anggota pansel juga jangan sampai hanya mengikuti selera pemerintah. Sebab, jika demikian, pansel itu sangat mungkin digiring untuk memilih calon-calon tertentu yang sudah dikehendaki pemerintah.

”Bisa saja orang-orang yang menjadi pimpinan KPK nanti sudah ada, sudah dipersiapkan, sesuai kriteria pemerintah. Ini, kan, bahaya. Bahasa saya, ada pengondisian tertentu. Belum pendaftaran (capim KPK) saja, pemerintah sudah tahu siapa yang bakal menjadi pimpinan KPK," ujar Trimedya.

Trimedya Panjaitan

KOMPAS/SATRIO PANGARSO WISANGGENI

Trimedya Panjaitan

Karena itu, ia sangat tidak setuju jika anggota pansel capim KPK lebih didominasi unsur pemerintah dibandingkan unsur masyarakat sipil dan akademisi. Hal tersebut sangatlah tidak lazim karena suara masyarakat sipil dan akademisi akan kalah dalam proses penentuan capim KPK nantinya.

Nah, itu yang harus terus kita kawal. Kinerja KPK jangan menjadi lebih buruk. Paling tidak, KPK ke depan harus bisa menyaingi kinerja Kejaksaan Agung.

Akibatnya, capim KPK yang dihasilkan dari proses itu akan berkinerja tidak baik. KPK justru rentan dipakai sebagai alat politik untuk memukul lawan politik. Apalagi KPK sekarang sudah menjadi bagian dari rumpun eksekutif sejak revisi Undang-Undang KPK.

”Nah, itu yang harus terus kita kawal. Kinerja KPK jangan menjadi lebih buruk. Paling tidak, KPK ke depan harus bisa menyaingi kinerja Kejaksaan Agung,” ucap Trimedya.

Pimpinan Komisi III DPR dalam rapat kerja di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (24/1/2022).

KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU

Pimpinan Komisi III DPR dalam rapat kerja di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (24/1/2022).

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Sarifuddin Suding, sepakat dengan Trimedya. Pansel yang dibentuk nantinya harus memahami tentang lahirnya KPK di mana ketika itu semua pihak menghendaki agar pemberantasan korupsi dilakukan scara masif, independen, dan bebas dari campur tangan pihak mana pun.

Jangan sampai, wah, capim KPK yang diloloskan seakan-akan sudah dikondisikan oleh pihak pemerintah.

Untuk itu, menurut dia, anggota-anggota pansel nantinya harus berintegritas tinggi. Unsur masyarakat dan akademisi pun diharapkan lebih dominan dibandingkan unsur pemerintah. Artinya, jangan sampai nanti memunculkan persepsi di masyarakat bahwa ada pengondisian pansel hingga capim KPK terpilih nantinya.

”Jangan sampai, wah, capim KPK yang diloloskan seakan-akan sudah dikondisikan oleh pihak pemerintah sehingga lembaga KPK yang tadinya independen dan kredibel tetapi karena kepentingan di balik itu semua, bisa saja kepercayaan masyarakat menjadi tergerus. Persepsi publik menjadi jelek,” ucapnya.

Mengawal independensi KPK

Sementara itu, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menegaskan bahwa KPK lahir dari UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK di mana KPK merupakan lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif. Artinya, KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya itu bersifat independen serta bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri

Untuk itu, pemberantasan korupsi harus dipastikan dapat ditegakkan independensinya agar efektif dan memberikan kebermanfaatan bagi masyarakat dengan tidak adanya benturan kepentingan dan risiko terjadinya tindak pidana korupsi dalam proses penegakan hukumnya.

”Maka, untuk menjaga dan mengawal independensi KPK salah satunya adalah dengan mengawal pemilihan calon pimpinan dan Dewan Pengawas KPK sedari awal,” ujar Ali.

Oleh karena itu, lanjut Ali, pansel capim KPK tentunya harus memahami problem dan tantangan pemberantasan korupsi ke depan dan bekerja secara independen serta obyektif dalam memilih para capim dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

Nah, kalau situasinya seperti itu, enggak mungkin pimpinan itu, nyaris tidak mungkin akan menyatakan ’stop’ karena ini menyangkut pihak-pihak tertentu, kan, begitu.

KPK berharap, pimpinan dan Dewas terpilih nantinya bisa optimal melaksanakan tugas pemberantasan korupsi yang sejalan dengan visi misi Indonesia Emas 2045, yakni mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, sejahtera, dan berbudaya antikorupsi. ”Sehingga kita bisa meningkatkan kembali kepercayaan dan dukungan publik dalam agenda pemberantasan korupsi nasional," ucap Ali.

Tidak maju kembali

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menambahkan, dari 8-9 tahun pengalamannya sebagai pimpinan KPK, semakin seseorang tidak memiliki afiliasi dengan instansi tempat asal atau mempunyai hubungan dengan para pejabat-pejabat tinggi yang lain, itu lebih baik. Artinya, ketika pimpinan KPK ingin melakukan penindakan, tidak ada rasa sungkan.

Meski demikian, sebetulnya, menurut Alexander, penanganan perkara di KPK secara sistem di tataran pimpinan nyaris tertutup pintu untuk diintervensi oleh pihak luar. Sebab, bukti yang dimiliki oleh penyidik sudah cukup kuat hingga akhirnya ada penetapan tersangka.

”Nah, kalau situasinya seperti itu, enggak mungkin pimpinan itu, nyaris tidak mungkin akan menyatakan ’stop’ karena ini menyangkut pihak-pihak tertentu, kan, begitu,” ungkap Alexander.

Alexander Marwata

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Alexander Marwata

Baca juga: Godok Calon Pansel KPK, Istana Diharapkan Pilih Sosok Independen dan Berintegritas

Di sisi lain, tentu patut dinilai pula terkait persoalan profesionalisme dan integritas dari para capim KPK. Tak hanya itu, capim KPK juga harus memahami sejumlah isu, mulai dari proses bisnis, celah korupsi, hingga modusnya-modusnya. Jika tidak, pimpinan KPK justru akan di-kadalin oleh pelaku korupsi.

Alexander pun menegaskan, dirinya sudah tidak berminat lagi untuk maju menjadi capim KPK. Ia juga bertanya kepada Ketua KPK Nawawi Pomolango dan menyatakan tidak akan maju kembali. Untuk pimpinan KPK yang lain di periode sekarang, ia mengaku tidak mengetahuinya.

 
 
Editor:
SUHARTONO