JAKARTA, KOMPAS — Kualitas panitia seleksi pimpinan dan dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mencerminkan kualitas pimpinan dan dewan pengawas KPK periode 2024–2029. Oleh karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil mendorong pembentukan panitia seleksi KPK yang berkualitas, transparan, dan mengedepankan partisipasi berarti dari masyarakat.
Pernyataan sikap itu disampaikan oleh perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil di Jakarta, Rabu (8/5/2024).
Pimpinan KPK 2015–2019, Saut Situmorang mengatakan, kualitas pimpinan dan dewan pengawas KPK periode mendatang punya tugas berat untuk memimpin lembaga antikorupsi di tengah gelombang korupsi yang masif dan terstruktur. Di samping itu, menjelang berakhirnya masa jabatan Presiden Joko Widodo, nasib pemberantasan korupsi Indonesia kian mengkhawatirkan.
Hal ini tergambar dalam Indeks Persepsi Korupsi yang baru saja diluncurkan Transparency International Indonesia. Di mana skor pada tahun 2023 mengalami stagnasi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Indonesia memperoleh skor 34 dan peringkatnya merosot dari 110 menjadi 115. Jika ditarik ke belakang, skor IPK Indonesia saat ini sama dengan saat pertama kali Presiden Jokowi menjabat sebagai Presiden pada tahun 2014.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif Firli Bahuri seusai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Jumat (1/12/2023).
Apalagi, sejumlah pimpinan KPK periode 2019–2024 terjerat kasus hukum dan kode etik, termasuk Ketua KPK Firli Bahuri yang ditetapkan menjadi tersangka kasus pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo oleh Polda Metro Jaya. Terdapat pula kasus dugaan pemerasan yang melibatkan 15 pegawai KPK.
Oleh karena itu, menurut Saut, pimpinan dan dewan pengawas KPK mendatang punya tugas berat untuk mengembalikan nilai-nilai integritas yang bisa mencegah terjadinya tindak korupsi. Kesembilan nilai yang dianut oleh KPK itu adalah jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil.
”Sebelum nilai-nilai itu dikembalikan konsisten sesuai filosofinya, apa pun yang dilakukan, Undang-undang diganti, sistem diganti, atau orang-orangnya diganti, tapi tetap saja berhadapan dengan indeks persepsi korupsi rendah,” katanya.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Suara dan keinginan masyarakat agar korupsi bisa diberantas tecermin dalam mural yang menghiasi tembok di Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, Banten, Minggu (27/8/2023). Meski sudah dinyatakan sebagai kejahatan yang luar biasa, nyatanya praktik korupsi masih banyak terjadi.
Sebelum nilai-nilai itu dikembalikan konsisten sesuai filosofinya, apa pun yang dilakukan, Undang-undang diganti, sistem diganti, atau orang-orangnya diganti, tetapi tetap saja berhadapan dengan indeks persepsi korupsi rendah.
Menurut Saut, memilih pimpinan dan dewan pengawas KPK tidak mudah. Penilaian menggunakan psikotes dan rekam jejak tidak sepenuhnya efektif. “Psikotes dan trackrecord bisa menipu juga. Psikotes bagus, atau track-record bagus, tetapi ternyata kinerjanya buruk,” kata Saut.
Oleh karena itu, menurut dia, dibutuhkan cara penilaian baru yang dapat mengukur pemahaman seseorang terhadap nilai-nilai KPK di samping memahami kemampuan dan keahliannya untuk mengungkap kasus hukum.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI (RAD)
Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean (kiri) dan Ketua KPK Firli Bahuri saat mengikuti serah terima jabatan dan pisah sambut pimpinan KPK 2019-2023 di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (20/12/2019).
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mengatakan, pimpinan dan dewan pengawas KPK yang ada saat ini merupakan cerminan proses seleksi pimpinan dan dewan pengawas KPK pada 2019.
”Lima tahun lalu, perhatian publik menyasar kepada proses seleksi pimpinan KPK. Dari nama-nama kandidat yang ada, tidak ada tone positif dari masyarakat. Tetapi, kita dipaksa berjalan dengan panitia seleksi yang tidak partisipatif,” ujarnya.
Ia mencontohkan, panitia seleksi meloloskan nama-nama kandidat pimpinan KPK yang tidak punya kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Padahal, pelaporan LHKPN merupakan salah satu bukti integritas administratif dari calon pimpinan. Oleh karena itu, ia tidak heran proses seleksi itu menghasilkan pimpinan KPK bermasalah.
Untuk mencegah terulangnya kasus serupa, Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Transparency International Indonesia, IM57+ Institute, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), serta Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong agar pembentukan panitia seleksi KPK harus mempertimbangkan kriteria rekam jejak dalam pemberantasan korupsi serta integritas yang teruji.
Selain itu, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak proses seleksi dan pemilihan pansel dilakukan secara terbuka dan melibatkan partisipasi bermakna dari masyarakat. Pansel juga harus memiliki sensitifitas pada tiga isu utama, yaitu jatuhnya independensi KPK pasca revisi Undang-undang KPK 2019, penguatan kembali fungsi KPK dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi, dan memprioritaskan pencegahan korupsi di sektor politik.
KOMPAS/NINA SUSILO
Koordinator Staf Khusus Presiden Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Jumat (2/2/2024).
Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana mengatakan, pembentukan panitia seleksi calon pimpinan KPK 2024-2029 masih dalam proses. Rencananya, pansel akan diumumkan bulan ini (Kompas.com, 8/5/2024).
Pimpinan KPK 2010–2015 serta Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM, dan Hikmah Busyro Muqqodas mendorong pansel terdiri dari beragam unsur masyarakat. Pansel semestinya memenuhi unsur keterwakilan akademisi, organisasi atau kelompok masyarakat sipil yang integritasnya sudah teruji, perwakilan organisasi profesi, dan keagamaan. Ia juga berharap unsur politik tidak masuk dalam pansel.
”Presiden Jokowi punya kewajiban moral untuk merespons masukan dari masyarakat. Seandainya Presiden Jokowi menolak usulan masyarakat ini, publik semakin tahu sikap dan keberpihakan presiden seperti apa,” kata Busro.