JAKARTA, KOMPAS — Komposisi panitia seleksi atau pansel calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi diharapkan lebih banyak melibatkan unsur masyarakat. Hal itu bertujuan untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan. Gabungan unsur masyarakat dan pemerintah diharapkan memiliki cita-cita yang sama dalam mencari calon pemimpin KPK yang kredibel dan berani memberantas korupsi.

Peneliti Transparency International Indonesia, Izza Akbarani, mengatakan, pemerintah seharusnya lebih banyak melibatkan unsur masyarakat di dalam komposisi pansel calon pimpinan (capim) KPK. Jika pansel diisi lebih banyak oleh orang-orang yang terkait erat dengan pemerintah, rawan terjadi konflik kepentingan.

”Komposisi tersebut dapat diisi oleh akademisi, perwakilan organisasi masyarakat sipil, organisasi profesi, keagamaan, dan lain-lain,” kata Izza saat dihubungi di Jakarta, Jumat (10/5/2024).

Selain itu, orang-orang yang menjadi pansel harus berintegritas, mempunyai rekam jejak yang tidak problematik, dan independen. Pansel diharapkan mempunyai sensitivitas pada tiga isu utama, yakni runtuhnya independensi KPK pascarevisi Undang-Undang KPK, penguatan kembali fungsi KPK dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi, serta memprioritaskan pencegahan korupsi di sektor politik.

Koordinator Staf Khusus Presiden Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Jumat (2/2/2024).

NINA SUSILO

Koordinator Staf Khusus Presiden Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Jumat (2/2/2024).

Sebelumnya, Koordinator Staf Khusus Presiden Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana mengatakan, pansel capim dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK akan diumumkan pada pertengahan bulan ini. ”Nama-nama calon angggota pansel capim dan Dewas KPK masih terus digodok dengan memperhatikan harapan-harapan masyarakat untuk mendapatkan anggota pansel yang kredibel dan berintegritas,” ujarnya.

Ari mengungkapkan, pansel terdiri dari sembilan anggota yang ditetapkan melalui keputusan presiden. Lima orang di antaranya berasal dari unsur pemerintah dan empat lainnya dipilih dari unsur masyarakat.

Perlu jaminan komposisi

Dihubungi secara terpisah, Guru Besar Hukum Acara Pidana pada Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Hibnu Nugroho, mengatakan, idealnya unsur masyarakat perlu lebih dominan di dalam pansel. Namun, realitasnya komposisi pemerintah lebih dominan di dalam pansel. Karena itu, perlu ada jaminan dari pemerintah bahwa pansel tersebut bisa menghasilkan capim yang bisa membuat kemajuan arah pemberantasan korupsi di Indonesia.

Komposisi pansel sebaiknya ada perimbangan yang bisa diterima oleh masyarakat dan transparan. Gabungan unsur masyarakat dan pemerintah di dalam pansel harus memiliki cita-cita yang sama dalam rangka mencari pemimpin KPK yang kredibel dan berani.

Menurut Hibnu, komposisi pansel sebaiknya ada perimbangan yang bisa diterima oleh masyarakat dan transparan. Gabungan unsur masyarakat dan pemerintah di dalam pansel harus memiliki cita-cita yang sama dalam rangka mencari pemimpin KPK yang kredibel dan berani.

https://cdn-assetd.kompas.id/mQxtTgh4AaKVOan4ZULxJmjCSPQ=/1024x878/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F04%2F10%2Fb674d640-8696-46f9-b6c0-c7d5a5f90e63_jpg.jpg

Perlu keberanian

 

Keberanian menjadi penting karena tantangan capim KPK tersebut lebih berat dari sekarang.

Keberanian menjadi penting karena tantangan capim KPK tersebut lebih berat dari sekarang. Mereka harus berhadapan dengan orang-orang eksekutif yang berlatar belakang dari partai politik yang lebih sulit untuk ditangani daripada birokrat murni.

Dengan komposisi yang ada, pansel tersebut harus diisi oleh orang-orang yang berintegritas, mumpuni dalam bidang hukum, dan berani. Pansel dapat diisi oleh orang-orang berlatar belakang aparat penegak hukum, akademisi, tokoh masyarakat, dan mantan pimpinan KPK.

Hibnu mengingatkan agar tidak ada permainan dalam penunjukan pansel. Sebab, taruhannya dengan arah pemberantasan korupsi ke depan. ”Karena ini baru awal, baru awal itu jangan sampai main-main. Kalau awal main-main, hasilnya juga permainan nanti,” tuturnya.

 
 
Editor:
SUHARTONO