Program Tapera dikhawatirkan menjadi harapan palsu karena iuran yang terkumpul tak cukup untuk membeli rumah.

Oleh COKORDA YUDISTIRA M PUTRA

DENPASAR, KOMPAS — Program Tabungan Perumahan Rakyat dinilai memberatkan pekerja sektor formal ataupun informal. Alih-alih membantu masyarakat untuk memiliki rumah, program tersebut justru dikhawatirkan membebani masyarakat dan sekadar menjanjikan harapan palsu.

Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Mandiri Indonesia (FSPMI) Regional Bali Ida I Dewa Made Raibudi Darsana mengatakan, program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) masih sulit diterima dengan akal sehat.

 

”Dengan upah minimum yang masih kecil, bagaimana hal (Tapera) itu bisa terwujud dalam 20 tahun atau 25 tahun ke depan. Nilai uang pada saat itu, kan, mungkin tidak sebanding dengan harga tanah atau rumah,” kata Darsana saat dihubungi, Kamis (30/5/2025).

Berdasarkan Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera, besaran simpanan peserta Tapera ditetapkan 3 persen dari upah pekerja atau penghasilan pekerja mandiri.

Sementara itu, besaran upah minimum provinsi (UMP) Bali pada 2024 ditetapkan Rp 2,813 juta. Jika dirata-rata, pekerja di Bali dengan upah sesuai UMP akan menyetorkan sekitar Rp 84.410 sebagai simpanan peserta Tapera.

Jika setoran sebesar itu dilakukan selama 20 tahun, peserta Tapera akan memiliki tabungan sekitar Rp 20,25 juta. Jumlah itu tentu tidak cukup untuk membeli rumah.

”Bisa dihitung jumlahnya sangat kecil, bahkan mungkin hanya bisa untuk membeli gentengnya saja pada saat akhir program itu,” ujar Darsana.

Di sisi lain, Ketua Dewan Pengurus Daerah Real Estat Indonesia (REI) Bali Anak Agung Ngurah Made Dharma Setiawan menyatakan mendukung program Tapera. Setiawan menilai, program itu bagus karena mendidik karyawan untuk menabung. Selain itu, besaran potongan upah untuk simpanan Tapera juga dinilai tidak memberatkan pekerja.

Menurut Setiawan, pemerintah tentunya sudah melakukan kajian sebelum membuat program Tapera. Apalagi, pada zaman dulu, sudah pernah ada program serupa bernama Taperum.

”Jika program Tapera sekarang sama dengan yang dulu (Taperum), maka setelah tiga tahun (tabungan) sudah bisa dijadikan uang muka untuk pembelian rumah,” kata Setiawan.

Sementara itu, Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa, program Tapera adalah program terbuka dan bersifat altruistik. ”Mirip-mirip tabungan haji,” katanya seusai menghadiri acara di Kantor Gubernur Bali, Kota Denpasar, Rabu (29/5/2024).

Suharso menyatakan, Tapera menjadi upaya memenuhi kebutuhan rumah masyarakat. Dia menyebut, melalui program itu, pemerintah berupaya mengurangi kesenjangan antara kebutuhan rumah dan rumah yang terbangun atau backlog.

”Kebutuhan perumahan seperti deret ukur, sedangkan suplai (perumahan) seperti deret hitung,” kata Suharso.