Ombudsman RI menilai regulasi Tapera tidak dimitigasi dengan baik.

Oleh BM LUKITA GRAHADYARINI

JAKARTA, KOMPAS — Penerapan program Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera dinilai masih butuh tahapan panjang dan masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Sementara itu, Ombudsman RI menilai regulasi Tapera tidak dimitigasi dengan baik. Oleh karena itu, tidak tertutup kemungkinan dilakukan perubahan regulasi jika dihendaki oleh DPR dan pemerintah.

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menilai ada persoalan terkait regulasi Tapera yang tidak dimitigasi dengan baik. Oleh karena itu, tidak tertutup kemungkinan dilakukan perubahan regulasi jika ada usulan DPR RI untuk mengubah UU Tapera serta inisiatif pemerintah untuk mengubah PP Tapera.

Yeka menilai, regulasi Tapera tidak menerapkan prinsip kehati-hatian. Mitigasinya dinilai tidak hati-hati. Sementara BP Tapera hanya sebagai pelaksana. Ombudsman berperan mengawasi jangan sampai pelaksanaan Tapera mengganggu urusan pelayanan publik.

”Kalau urusan ke atas, kami lihat memang ada persoalan terkait regulasi yang tidak dimitigasi dengan baik. Itu harus diubah. PP Tapera, kalaupun itu bermasalah, harus diubah. UU Tapera kalau, misalkan, DPR RI mengatakan bermasalah, ya diubah aja,” lanjut Yeka seusai pertemuan tertutup dengan Badan Pengelola Tapera di Gedung BP Tapera, Jakarta, Senin (10/6/2024).

Adapun terkait dengan keberatan pelaku usaha terhadap kewajiban iuran Tapera, ia menilai, perlu menjadi pertimbangan pemerintah. Kewajiban iuran Tapera juga akan mempertimbangkan kemampuan perusahaan. Jika pungutan wajib memberatkan, program tak perlu dipaksakan.

”Kalau memang pihak pengusaha keberatan, saya yakin pemerintah akan mendengarkan itu. Seyogianya, iuran Tapera itu tidak melibatkan pengusaha, tetapi sebagai kesadaran dari pekerja untuk masuk dalam kepesertaan Tapera,” kata Yeka.

Ketentuan Tapera diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang ditetapkan pada tanggal 20 Mei 2024.

Regulasi ini merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Dalam PP Tapera, pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerjanya kepada Badan Pengelola Tapera paling lambat tujuh tahun sejak aturan itu berlaku atau pada 2027.

Untuk karyawan perusahaan, simpanan Tapera ditanggung bersama oleh karyawan dan perusahaan, masing-masing dipotong 2,5 persen dan 0,5 persen dari gaji karyawan. Sementara untuk pekerja mandiri, potongan 3 persen sepenuhnya ditanggung pekerja bersangkutan.

Potongan ini bersifat wajib bagi pekerja dengan penghasilan sedikitnya senilai upah minimum. Tata kelolanya dilakukan Badan Pengelolaan Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).

Tahapan panjang

Menjawab pertanyaan wartawan pada kesempatan yang sama, komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, mengemukakan, BP Tapera masih memiliki banyak pekerjaan rumah guna memastikan konsep dan pemanfaatan Tapera bisa dirasakan secara adil oleh seluruh segmen peserta, baik masyarakat berpenghasilan rendah maupun penabung non-kategori masyarakat berpenghasilan rendah.

Menurut Heru, BP Tapera kini masih dalam tahap finalisasi rencana strategis pelaksanaan kepesertaan Tapera. Ia mengutip pernyataan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono yang juga Ketua Komite Tapera bahwa pelaksana Tapera tidak perlu tergesa-gesa.

Oleh karena itu, ia cenderung fokus memastikan kesiapan BP Tapera. Ia juga fokus meningkatkan tata kelola secara lebih berhati-hati, transparan, dan bertanggung jawab guna membangun kepercayaan masyarakat.

BP Tapera, Heru melanjutkan, juga berkomitmen untuk sangat berhati-hati dalam menerjemahkan soal wajib kepersertaan. Secara bertahap, kepesertaan itu akan dibuat mengikuti bisnis model yang dibangun BP Tapera, serta disetujui pemangku kepentingan.

”Kami juga memiliki pekerjaan rumah masih cukup banyak. Konsep keadilan dan pemanfaatan harus bisa dirasakan seluruh segmen peserta, bukan saja segmen masyarakat berpenghasilan rendah yang mendapatkan prioritas untuk mendapatkan KPR, tetapi juga penabung mulia,” ujarnya.

Pelaksanaan kepesertaan Tapera, tambah Heru, akan dilakukan bertahap dan belum dapat dipastikan terlaksana paling lambat 2027. BP Tapera membutuhkan sejumlah kesiapan, di antaranya adalah sistem teknologi informasi dan sumber daya manusia.

Selain itu, tata kelola BP Tapera harus sudah dibangun dengan baik. Model bisnisnya harus mengedepankan kemanfaatan bagi seluruh segmen peserta. Saat ini, BP Tapera hanya memiliki 197 pegawai dan belum punya kantor cabang di seluruh Indonesia.

”Ada capaian-capaian yang kami tuju sebelum mendapatkan kepercayaan publik untuk memungut iuran Tapera. (Kepersertaan) Ini pasti akan bertahap, bertumbuh, dan tidak mungkin semua serentak tiba-tiba (masyarakat) dipungut harus menyimpan, harus menabung. Instrumen untuk pemotongan (gaji) serempak, kan, juga pasti susah,” lanjut Heru.

Heru menambahkan, BP Tapera hingga kini belum melakukan pungutan kepada peserta Tapera. Dana Tapera yang dikelola saat ini merupakan dana eks Bapertarum. Pengelolaan dana eks Bapertarum tengah didorong agar lebih meningkat transparansi dan akuntabilitasnya.

Peningkatan tata kelola bisnis model Tapera meliputi tiga aspek. Pertama, aspek pengerahan dana. Ini ditempuh dengan otomasi berbasis sistem sehingga masyarakat atau peserta Tapera bisa memantau langsung nilai simpanan dan hasil pemupukan

Kedua, aspek pemupukan dana. Ini penting guna memastikan dana masyarakat disimpan aman dan menguntungkan. Ketiga, aspek pemanfaatan dana. Aspek ini memastikan agar masyarakat bisa mendapatkan rumah yang layak dan terjangkau dengan suku bunga di bawah suku bunga pasar.

Bunga 5 persen

Program Tapera memberikan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) tetap sebesar 5 persen per tahun dengan tenor 30 tahun. Ini berbeda dengan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) dengan suku bunga 5 persen per tahun dan tenor pinjaman maksimal 20 tahun. KPR-Tapera ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan penghasilan maksimal Rp 8 juta per bulan.

Sementara itu, dana Tapera dari simpanan penabung atau peserta yang sudah memiliki rumah atau nonmasyarakat berpenghasilan rendah akan diinvestasikan pada deposito dan surat berharga negara. Pihaknya juga akan mengembangkan skema kemanfaatan lainnya bagi para penabung.

Menyikapi polemik publik terkait pungutan Tapera dan harga jual rumah yang sulit terjangkau saat ini, Heru mengemukakan, BP Tapera fokus menangani aspek pembiayaan perumahan. Aspek pembiayaan yang merupakan bagian dari keseluruhan ekosistem perumahan dinilai harus sejalan dengan kebijakan di sisi perumahan dan kawasan permukiman.

”Tentunya berbagai stakeholder terkait juga akan dilibatkan dalam proses regulasi selanjutnya supaya masyarakat yang belum punya rumah bisa terakses rumah yang terjangkau dan layak,” ujarnya.