JAKARTA, KOMPAS — Gagasan untuk merevisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi kian menguat. Apalagi, KPK akan menganggarkan Rp 2,1 miliar untuk pembahasan rancangan revisi. Salah satu perubahannya adalah penjelasan kewenangan Dewan Pengawas KPK dan pimpinan KPK.

Hal itu terungkap dalam rapat kerja Komisi III DPR bersama KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/6/2024). KPK menyampaikan, kebutuhan anggaran tahun 2025 mencapai Rp 1,35 triliun, yang sudah termasuk usulan penambahan anggaran Rp 117 miliar.

Pelaksana tugas Ketua KPK Nawawi Pomolango, saat ditemui seusai rapat kerja, enggan berkomentar banyak soal rencana revisi UU KPK. Ia hanya menyebut revisi UU KPK menarik karena kerap dilakukan di tiap masa kepemimpinan. Nawawi pun mempertanyakan seperti apa kelembagaan apabila terus mengalami perubahan.

”Menarik kalau tiap masa kepemimpinan dilakukan revisi, kan, menjadi menarik malah. Ya, kalau sesuatu diubah-ubah terus, kan, seperti apa lembaganya, gitu, kan,” katanya. Namun, Nawawi tak merinci lebih jauh anggaran yang disiapkan Rp 2,1 miliar dengan keharusan merevisi UU KPK di tiap masa pimpinan KPK.

Menarik kalau tiap masa kepemimpinan dilakukan revisi, kan, menjadi menarik malah. Ya, kalau sesuatu diubah-ubah terus, kan, seperti apa lembaganya, gitu, kan.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata

Perjelas Dewas dan pimpinan KPK

Ditemui secara terpisah, Wakil Ketua KPK Alex Marwata menambahkan, poin utama revisi UU KPK adalah memperjelas kedudukan kelembagaan Dewan Pengawas (Dewas) KPK dan pimpinan KPK. Ia merasa saat ini terdapat 10 pimpinan KPK. Padahal, secara aturan hanya 5 orang yang menjadi pimpinan KPK—satu ketua merangkap anggota dan empat wakil ketua merangkap anggota.

Alex pun mencontohkan dilema yang dialami stafnya ketika ada undangan rapat pimpinan KPK dan panggilan Dewas KPK pada waktu bersamaan. Staf bingung apa yang harus didahulukan. Di sisi lain, Dewas KPK juga bisa menghubungi staf KPK tanpa melalui mekanisme pimpinan KPK.

Jadi, kadang-kadang kami enggak ngerti. Wah, (staf) dipanggil Dewas, dalam rangka apa? Kami enggak ngerti. Artinya, harus ditegaskan di situ bahwa Dewas itu betul dibutuhkan dalam rangka untuk quality assurance dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) KPK di pimpinan.

”Jadi, kadang-kadang, kami enggak ngerti. Wah, (staf) dipanggil Dewas, dalam rangka apa? Kami enggak ngerti. Artinya, harus ditegaskan di situ bahwa Dewas itu betul dibutuhkan dalam rangka untuk quality assurance dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) KPK di pimpinan,” ujarnya.

Menurut Alex, Dewas KPK tidak di atas pimpinan KPK selaku penanggung jawab lembaga. Dewas KPK perlu ditegaskan sebagai komisioner di perusahaan. Ini mirip seperti Komisi Kejaksaan (Komjak) atau Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).

Alasannya, KPK sudah memiliki inspektorat yang menangani masalah teknis. Alex melihat adanya tumpang-tindih kewenangan antara Dewas dan inspektorat. Hal ini kerap menimbulkan gesekan dalam instansi. Karena itu, ia menganggap seolah terdapat 10 pimpinan KPK karena ketambahan personel Dewas KPK.

Keinginan semua

Sementara itu, Ketua Komisi III Bambang Wuryanto menilai, rencana revisi UU KPK semakin serius karena KPK sudah menganggarkan Rp 2,1 miliar untuk prosesnya. Anggaran itu akan digunakan untuk sosialisasi, kajian pakar, dan lainnya.

Jadi, artinya nanti, kan, tinggal mau melalui mana, mau melalui inisiatif DPR atau dari inisiatif pemerintah. Kalau inisiatif perorangan, pun bisa masuk atau inisiatif fraksi. Tapi, itu nanti di timeline dulu, di- collect kalau dari DPR.

”Jadi, artinya nanti, kan, tinggal mau melalui mana, mau melalui inisiatif DPR atau dari inisiatif pemerintah. Kalau inisiatif perorangan, pun bisa masuk atau inisiatif fraksi. Tapi, itu nanti di timeline dulu, di-collect kalau dari DPR,” tuturnya.

Ketua Komisi III Bambang Wuryanto memimpin rapat dengar pendapat Komisi III DPR dengan Komisi Pemberantasan Korupsi terkait anggaran untuk 2025 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/6/2024). KPK mengusulkan tambahan anggaran lebih dari Rp 117 miliar untuk 2025. Kebutuhan anggaran KPK untuk 2025 mencapai sekitar Rp 1,3 triliun. Namun, pagu indikatif yang tersedia saat ini hanya sekitar Rp 1,2 triliun.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Ketua Komisi III Bambang Wuryanto memimpin rapat dengar pendapat Komisi III DPR dengan Komisi Pemberantasan Korupsi terkait anggaran untuk 2025 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/6/2024). KPK mengusulkan tambahan anggaran lebih dari Rp 117 miliar untuk 2025. Kebutuhan anggaran KPK untuk 2025 mencapai sekitar Rp 1,3 triliun. Namun, pagu indikatif yang tersedia saat ini hanya sekitar Rp 1,2 triliun.

Revisi UU KPK bisa memperkuat penindakan tindak pidana korupsi, independensi, dan pemulihan aset negara. Lebih jauh, sumber daya manusia dalam KPK juga harus dibenahi.

Dari pandangan KPK, Bambang menyimpulkan, semua pemangku kepentingan menginginkan revisi UU KPK. Ini termasuk wacana awal saat rapat kerja Komisi III DPR dengan Dewas KPK. Artinya, KPK, Dewas KPK, dan DPR sama-sama menginginkan perubahan UU KPK.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasir Djamil, menuturkan, hingga saat ini belum ada pembahasan lebih serius antarfraksi untuk merumuskan revisi UU KPK. Ia pun belum tahu poin-poin yang akan direvisi.

Meskipun demikian, Nasir sepakat apabila revisi UU KPK bisa memperkuat penindakan tindak pidana korupsi, independensi, dan pemulihan aset negara. Lebih jauh, sumber daya manusia dalam KPK juga harus dibenahi.

 
 
Editor:
SUHARTONO