Rumitnya persyaratan dan proses validasi ditengarai membuat waktu penyaluran ”rice cooker” hibah sempit.

Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA

JAKARTA, KOMPAS — Program pembagian alat memasak berbasis listrik, yakni penanak nasi atau rice cooker, hanya tersalurkan kepada 342.621 rumah tangga atau 68 persen dari target 500.000 rumah tangga. Rumitnya persyaratan dan validasi calon penerima ditengarai menjadi penyebab tak terpenuhinya target. Meski demikian, Komisi VII DPR RI meminta program tetap dilanjutkan.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman P Hutajulu, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, di kompleks Parlemen, di Jakarta, Senin (25/3/2024), menjelaskan, program dimulai dari rapat di komisi VII DPR RI pada September 2022. Mulanya disepakati untuk dianggarkan Rp 340 miliar untuk 680.000 unit rice cooker.

 

Sempat tak mendapat restu, Kementerian Keuangan serta Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) akhirnya menyetujui dalam pertemuannya dengan Kementerian ESDM pada 8 dan 12 September 2023. Alokasi anggaran disetujui Rp 322 miliar untuk 500.000 unit penanak nasi. Lalu, dari total usulan 811.109 rumah tangga, hanya 342.621 rumah tangga yang dinyatakan valid dan lengkap.

https://cdn-assetd.kompas.id/GprvYusn1Iu7sj-Pj87MgT-heRI=/1024x2116/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F07%2F11%2F6db2e3d9-5642-4851-b0e8-e5f9e2dba1fe_jpg.jpg

Dalam penetapan terakhir pada 18 Desember 2023, rice cooker terdistribusi kepada 342.621 rumah tangga di 36 provinsi, 325 kabupaten/kota, 2.460 kecamatan, dan 12.961 desa/kelurahan. Pendistribusian dilakukan pada 12 Desember 2023-13 Februari 2024. Adapun 5 merek yang memenuhi persyaratan serta tingkat komponen dalam negeri (TKDN) ialah Cosmos, Miyako, Maspion, Sanken, dan Sekai.

Proses validasi calon penerima yang memenuhi kriteria serta keterbatasan waktu dalam penetapannya membuat target 500.000 rumah tangga penerima gagal tercapai. ”Maaf apabila dalam program ini belum bisa memenuhi harapan. Ini program pertama di Kementerian ESDM sehingga memerlukan persiapan-persiapan yang lebih panjang,” ujar Jisman.

Baca juga: ”Rice Cooker” Hibah Mulai Dibagikan, Efektivitasnya Dipertanyakan

Dalam evaluasi, lanjut Jisman, diketahui ada pola dan format data calon penerima yang berbeda-beda sehingga perlu waktu tambahan dalam memprosesnya. Di samping itu, proses validasi lapangan dilakukan paralel dengan pengumpulan data sehingga tak cukup waktu untuk klarifikasi dengan pengusul dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk perbaikan data.

Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penyediaan Alat Memasak Berbasis Listrik (AML) bagi Rumah Tangga, kategori penerima ialah rumah tangga pelanggan PLN atau PLN Batam golongan tarif 450 volt-ampere (VA), 900 VA, dan 1.300 VA. Selain itu, berdomisili di daerah dengan pasokan listrik 24 jam per hari serta tidak memiliki alat memasak listrik (AML). Adapun calon penerima diusulkan berdasarkan validasi kepala desa/lurah setempat atau pejabat setingkat.

Petugas salur PT Pos Indonesia menyerahkan alat memasak berbasis listrik (AML)/<i>rice cooker</i> dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Selasa (12/12/2023).

KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA

Petugas salur PT Pos Indonesia menyerahkan alat memasak berbasis listrik (AML)/rice cooker dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Selasa (12/12/2023).

 

Dicecar pertanyaan

Mendengar pemaparan Jisman, sejumlah anggota Komisi VII DPR mencecarnya dengan sejumlah pertanyaan. Salah satunya mengenai manajemen terkait pendistribusian rice cooker hibah itu kepada masyarakat. Wakil rakyat merasa tak dilibatkan atau diikutsertakan dalam penyerahan rice cooker kepada masyarakat. Sementara Jisman menuturkan, sempitnya waktu membuat ada ketidaksesuaian waktu antara PT Pos dan para anggota DPR dalam menyalurkannya.

Lantaran tidak ada kejelasan komunikasi terkait penyaluran penanak nasi listrik itu kepada masyarakat, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Muhammad Nasir, bahkan menilai proyek itu tidak jelas. Menurut dia, dalam program itu, anggaran ada, sasaran ada, tetapi regulasi serta administrasi yang disiapkan Kementerian ESDM tak jelas. Ia meminta Badan Pemeriksa Keuangan memeriksa proyek itu.

Sejumlah anggota Komisi VII DPR lain juga menyoroti rumitnya persyaratan dan validasi bagi calon penerima rice cooker. ”Ini program untuk masyarakat, tetapi kenapa implementasinya rumit? Menurut saya persyaratan tak penting dihilangkan. Tidak usah membuat rumit keadaan karena ini untuk kepentingan masyarakat,” ujar anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Mercy Crhiesty Barends.

Baca juga: Urgensi Rencana Pembagian ”Rice Cooker” untuk Warga Dipertanyakan

Adapun sisa anggaran dari program itu sebesar Rp 146,44 miliar. Selain jumlah pengadaan AML lebih sedikit dibandingkan target, juga karena nilai kontrak harga satuan rata-rata AML dan biaya pengiriman lebih rendah dari rencana anggaran biaya.

Satiman (63), warga Kelurahan Pulo Gebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, menerima alat memasak berbasis listrik (AML)/<i>rice cooker </i>dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Selasa (12/12/2023).

KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA

Satiman (63), warga Kelurahan Pulo Gebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, menerima alat memasak berbasis listrik (AML)/rice cooker dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Selasa (12/12/2023).

Sejumlah anggota Komisi VII DPR meminta program dilanjutkan. ”Kami minta agar anggaran sebesar itu diluncurkan kembali untuk memulihkan (kekecewaan) warga yang tak menerima itu. Saya minta sisa anggaran digunakan untuk nomenklatur sama, tidak pindah, sehingga kita bisa mengobati perasaan masyarakat,” tutur anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Partai Keadilan Sejahtera, Mulyanto.

Sebelumnya, urgensi dan efektivitas proyek hibah rice cooker kepada masyarakat dipertanyakan sejumlah kalangan. Ketua Program Studi Magister Energi Sekolah Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang, Jaka Windarta menuturkan, peningkatan konsumsi listrik mungkin saja terjadi karena ada penambahan penggunaan rice cooker. Namun, ia belum melihat sosialisasi yang masif tentang apa manfaat yang didapat masyarakat dengan menggunakan penanak nasi listrik ketimbang elpiji.

”Apabila tidak disosialisasikan dengan baik, dikhawatirkan hanya menjadi cadangan karena untuk memasak lainnya pun masih harus menggunakan kompor. Sebenarnya asas manfaat yang seharusnya disampaikan ke penerima, bukan sekadar dibagi-bagikan. Tujuan dan implementasinya mesti lebih jelas,” papar Jaka (Kompas.id, 12/12/2023).