JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi sedang mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan bantuan sosial presiden untuk penanganan pandemi Covid-19 tahun 2020. KPK telah menetapkan satu tersangka terkait kasus yang merugikan keuangan negara hingga Rp 125 miliar tersebut.

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tessa Mahardhika Sugiarto di Jakarta, Rabu (26/6/2024), mengungkapkan, KPK saat ini sedang menangani kasus dugaan korupsi bantuan sosial presiden untuk penanganan Covid-19 tahun 2020. ”(Nilai kerugian keuangan negara akibat korupsi ini) sementara kurang lebih Rp 125 miliar, tetapi masih dihitung, ya,” kata Tessa.

 

Ia menjelaskan, kasus ini terungkap ketika KPK sedang melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap sejumlah pejabat Kementerian Sosial (Kemensos) pada tahun 2020. Kasus tersebut melibatkan Bekas Menteri Sosial Juliari P Batubara.

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Tessa Mahardhika Sugiarto saat memberikan keterangan pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (14/6/2024).

KOMPAS/HIDAYAT SALAM

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Tessa Mahardhika Sugiarto saat memberikan keterangan pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (14/6/2024).

Saat OTT tersebut, banyak alat bukti yang tidak terkait dengan perkara yang sedang ditangani KPK. Barang bukti yang sudah ditemukan akhirnya diserahkan ke bagian penyelidikan. Setelah diproses oleh bagian penyelidikan, KPK meningkatkan kasus ini ke bagian penyidikan.

Adapun anggaran dari pengadaan bansos presiden ini berasal dari Kemensos. KPK telah menetapkan satu tersangka dalam kasus ini, yakni bekas Direktur Utama Mitra Energi Persada Ivo Wongkaren. Modus dugaan korupsi yang dilakukan ialah mengurangi kualitas bansos.

Transparansi yang dikembangkan oleh pemerintah saat ini masih bersifat informasi umum. Data detail atau rincian anggaran masih sulit untuk didapatkan.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata (depan kiri) dan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri (depan kanan) dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (23/8/2023).

KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata (depan kiri) dan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri (depan kanan) dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (23/8/2023).

Ivo sebelumnya juga terlibat dalam kasus korupsi penyaluran bansos beras dalam Program Keluarga Harapan (PKH) dI Kemensos tahun 2020-2021. Para terdakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 127 miliar dalam kasus dugaan korupsi penyaluran bansos beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan PKH Kemensos.

Dalam kasus tersebut, Ivo dituntut 13 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 12 bulan penjara. Namun, ia hanya divonis oleh majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi Jakarta pada Senin (10/6/2024) berupa hukuman penjara selama 8 tahun 6 bulan dan sanksi denda sebesar Rp 1 miliar subsider 12 bulan penjara.

Tessa mengatakan, penyelidikan kasus dugaan korupsi bansos presiden bukan dimulai dari fakta persidangan. Penanganan perkara ini simultan dengan penyidikan perkara yang sudah diputus.

”Jadi, ini tidak bergantung pada adanya fakta persidangan beberapa kerugian negara atau potensi kerugian negara yang harus dikembalikan oleh tersangka IW (Ivo). Namun, betul bahwa saat ini penyidik sedang berupaya untuk melakukan asset recovery di perkara ini,” kata Tessa.

Transparansi anggaran

Dihubungi secara terpisah, Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Misbakhul Hasan menegaskan arti penting transparansi anggaran, termasuk untuk bansos. Sebab, permasalahan transparansi anggaran bisa berdampak terhadap meningkatnya korupsi.

https://cdn-assetd.kompas.id/htZT0_4vq67JgpRxI8UNGEohaEs=/1024x1710/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2020%2F06%2F02%2F20200520-ANU-kasus-penyelewengan-bantuan-mumed_1591090898_png.png

”Transparansi yang dikembangkan oleh pemerintah saat ini masih bersifat informasi umum. Data detail atau rincian anggaran masih sulit untuk didapatkan,” kata Misbakhul.

Ia mengungkapkan, berdasarkan hasil Open Budget Survey (OBS) yang dilakukan International Budget Partnership (IBP) pada akhir Mei 2024, skor transparansi anggaran Indonesia stagnan di angka 70 dari skala 1-100 selama tiga putaran OBS.

”Skor 70 ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-20 dari 125 negara, turun tiga peringkat dibandingkan OBS 2021, di mana Indonesia menempati ranking ke-17 dari 120 negara,” ujar Misbakhul.

Misbakhul mendorong pemerintah meningkatkan transparansi anggaran, termasuk untuk bansos. Hal ini, di antaranya, dengan memperdalam informasi kinerja anggaran menyangkut efisiensi dan efektivitas anggaran saat publikasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)-Kita (Kinerja dan fakta), tidak hanya sekadar informasi serapan anggaran.

Pemerintah juga perlu membuka ruang partisipasi publik saat penyusunan dokumen penganggaran di tingkat nasional, tidak hanya sekadar sosialisasi saat dokumen anggaran sudah ditetapkan. Selain itu, laporan hasil analisis nota keuangan dan rancangan APBN diterbitkan secara daring yang bisa diakses oleh publik.

 
 
Editor:
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO