Banyaknya persoalan teknis yang terjadi bisa menjadi bahan untuk berbenah agar tak mengulang kesalahan yang sama.
Oleh YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
Penerbangan haji yang dimulai sejak Mei banyak mendapat sorotan. Sederet persoalan teknis menghambat perjalanan jemaah dengan sejumlah keterlambatan penerbangan. Meski tak seluruh isu di bawah kendali maskapai Indonesia, pembenahan serta antisipasi perlu dilakukan.
Tantangan ini tak lepas dari kondisi alam di Arab Saudi sehingga penerbangan tertunda. Ada pula kondisi internal seputar permasalahan mesin dari timbul percikan api sehingga pendaratan darurat harus dilakukan.
”Tahun ini, pertama kalinya, pesawat Garuda yang digunakan lebih sedikit daripada pesawat tambahan yang kami sewa khusus untuk periode haji tiga bulan,” ujar Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR di Senayan, Jakarta, Rabu (3/7/2024).
Ia mengatakan, semua pesawat yang disewa dan digunakan dalam periode haji telah melalui serangkaian uji kelayakan terbang oleh tim Garuda Indonesia ataupun Kementerian Perhubungan. Meski demikian, Irfan tak menampik bahwa tipe-tipe pesawat yang ada memang tak digunakan lagi, antara lain Boeing 747 serta Airbus A340.
KOMPAS/YOSEPHA DEBRINA R PUSPARISA
CEO Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menjawab pertanyaan wartawan seusai pertemuan dengan Asosiasi Perusahaan Penerbangan Sipil Nasional Indonesia (INACA) di Jakarta, Kamis (2/11/2023).
Pesawat-pesawat tersebut tetap dipilih karena kapasitasnya mampu menampung hingga 360 penumpang. Pesawat berbadan lebar ini juga terkadang tak hanya menyediakan kelas ekonomi, tetapi juga kelas bisnis dan kelas satu.
”Pesawat berbadan lebar yang dipakai maskapai di seluruh dunia untuk penerbangan jarak jauh itu jarang sekali yang isinya (kelas) ekonomi semua. Kalaupun ada, itu diperebutkan oleh mereka yang berangkatkan haji ini,” tutur Irfan.
Selain itu, musim haji bersamaan dengan libur musim panas di Eropa. Pesawat-pesawat itu akan terbang jauh pula sehingga Irfan kesulitan mencari pesawat-pesawat yang siap untuk disewa.
Menjelang keberangkatan haji, Irfan melanjutkan, ada 46 slot dari total 81 slot penerbangan yang tak diterima Pemerintah Arab Saudi. Sebab, saat awal pengurusan haji, Garuda Indonesia tak dapat menjawab lengkap tipe pesawat yang akan mengakomodasi.
”Saat kami minta slot, (pihak) Arab Saudi menanyakan tipe pesawatnya apa, sementara kami belum menyelesaikan proses penyewaan. Jadi, ketika kami mengajukan sudah agak terlambat, (slot) terisi pihak lain,” kata Irfan.
Semua anggota jemaah dalam 46 kloter jadwal kepulangan menjadi tertunda. Ketiadaan slot ditanggung penuh Garuda Indonesia, antara lain hotel, transportasi, dan makan.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Calon jemaah haji lansia menunggu giliran pelayanan satu atap persiapan keberangkatan di gedung pemondokan di kompleks embarkasi asrama haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Sabtu (11/5/2024).
Menanggapi hal ini, Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Komisi VI DPR Abdul Hakim Bafagih mengatakan, apabila isu-isu ini tak segera diperbaiki, hal itu dapat menggerus pendapatan yang bisa dicapai. Rute-rute penerbangan yang harus disesuaikan perlu dimitigasi.
”Mungkin tak sampai rugi, tapi ada intangible loss. Ini mudah-mudahan bisa segera dapat solusi,” ujarnya.
Secara terpisah, pengamat penerbangan Gerry Soejatman mengutarakan, sejumlah faktor internal dan eksternal tak dapat dihindari Garuda Indonesia.
Menurut Gerry, saat ini hingga beberapa tahun ke depan, badan usaha milik negara itu akan sulit mendapatkan vendor pesawat sewa yang berkualitas. Alasannya, musim penerbangan haji berbarengan dengan musim puncak libur Eropa, seperti yang dijelaskan Irfan.
”Maskapai-maskapai penyedia pesawat sewa yang bagus sekaligus biasa digunakan Garuda Indonesia menggunakan armadanya untuk high season. Tak ada spare capacity yang biasa disewakan,” katanya.
Maskapai-maskapai langganan Garuda Indonesia juga banyak berubah. Beberapa maskapai Eropa di antaranya telah mengalami kebangkrutan sejak musim haji 2019. Dua di antaranya Thomas Cook dan Monarch Airlines.
Berdasarkan data Garuda Indonesia, performa ketepatan waktu maskapainya dalam penerbangan haji sebesar 80 persen. Ada 21 persen penerbangan yang terlambat (delay), 32 persen tepat waktu (on time), serta 47 persen berangkat lebih awal (advance).
Perusahaan pelat merah ini, Irfan mengatakan, menyiapkan tiga armada reguler sebagai pesawat cadangan guna melayani embarkasi yang mengalami kerusakan mesin. Namun, hal itu berimbas pada terdampaknya sekitar 200 penerbangan reguler Garuda Indonesia.
Pada fase pemulangan haji, data hingga Senin (1/7/2024) menunjukkan, tingkat ketepatan waktu sebesar 71 persen. Sebanyak 28 persen diberangkatkan lebih awal, sedangkan 29 persen lainnya terlambat, dan 44 persen tepat waktu.
Keterlambatan terjadi karena faktor armada penerbangan yang butuh perbaikan. Namun, isu didominasi aspek operasional serta layanan di Arab Saudi. Pertama, pengondisian jemaah yang membutuhkan penanganan khusus bagi lanjut usia dan sakit. Kedua, kenaikan jumlah jemaah tak diiringi penambahan kapasitas Bandara Jeddah sehingga terjadi penumpukan pada beberapa area.
”Aspek teknis murni terkait dengan kerusakan pesawat. Lainnya, aspek operasional ini karena penumpang terlambat, izin terbang karena penuh, dan sebagainya,” kata Irfan.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Anggota jemaah haji kloter 1 asal Kabupaten Bangkalan yang kesulitan berjalan dibantu petugas menaiki bus sesaat tiba di Bandara Juanda Surabaya, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (4/7/2023).
Performa kinerja Garuda Indonesia ini berkaitan dengan serentetan permasalahan yang dialami, baik saat keberangkatan maupun kepulangan. Ada sejumlah insiden yang terjadi, tetapi dua di antaranya cukup menyedot perhatian.
Pada Mei lalu penerbangan GA-1105 rute Makassar (Sulawesi Selatan) menuju Madinah tertunda. Pesawat B747-400 itu mengangkut sedikitnya 450 penumpang dan 18 awak dari Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar. Setelah lepas landas, salah satu mesin pesawat mengeluarkan percikan api. Pilot memutuskan kembali ke Bandara Sultan Hasanuddin untuk pemeriksaan lebih lanjut. Penerbangan jemaah haji pun tertunda sekitar 6,5 jam.
Terakhir, penerbangan GA-6239 dengan rute penerbangan Solo (Jawa Tengah)-Jeddah (Arab Saudi), menggunakan pesawat Airbus 330-300, terpaksa kembali ke bandara awal. Sebab, salah satu mesin pesawat mengalami masalah teknis. Garuda Indonesia mengganti pesawat tersebut untuk menjemput jemaah haji.
Irfan mengemukakan, sejumlah pesawat reguler berbadan besar di sejumlah rute terpaksa diganti dengan pesawat berbadan kecil. Ia memperkirakan, apabila ada keterlambatan pada masa mendatang, maksimal durasi sekitar enam jam, tetapi upaya untuk menurunkan hal itu akan terus dilakukan.
KOMPAS/NINA SUSILO
Petugas memberikan bunga kepada anggota jemaah haji asal Kudus sebelum menaiki pesawat di Bandara Adi Soemarmo, Solo, Jumat (31/5/2024). Anggota jemaah asal Kudus Kloter 70 Embarkasi Solo ini juga ini menikmati jalur fast track dalam pengecekan imigrasi.
Anggota DPR, Evita Nursanty, mengapresiasi pelayanan Garuda Indonesia yang minim keluhan. Namun, keterlambatan penerbangan haji memang menjadi masalah yang banyak dibahas.
”Keterlambatan inilah yang jadi masalah bagi penerbangan haji 2024. Tak hanya pada saat keberangkatan, tetapi juga kepulangan,” kata tim pengawas haji ini.
Ia menambahkan, masih ada kloter kedua kepulangan haji ke Indonesia. Harapannya, tak ada lagi komplain dari jemaah haji ketika kembali.
Meski demikian, kekecewaan jemaah haji tak terhindarkan karena keterlambatan Garuda Indonesia. Salah satunya diutarakan anggota jemaah haji Indonesia, Maraluddin.
Anggota jemaah Kloter 03 Embarkasi Kualanamu (KNO 03), asal Mandailing Natal, Sumatera Utara, ini, mengatakan, kepulangan rombongannya ditangguhkan. ”Kami sedikit kecewa terhadap layanan dari Garuda,” ujarnya.
Pada fase pertama pemulangan jemaah haji Indonesia yang dimulai sejak 22 Juni 2024, ada 32 kloter terlambat terbang dari total 58 kloter. Keterlambatan paling lama dialami KNO 03 yang perjalanannya tertunda hingga 12 jam 30 menit.
Sebelumnya, perubahan rute dialami rombongannya. Semestinya kepulangan terbang dari kota Mekkah, Arab Saudi, ke Indonesia melalui Bandara Jeddah. Namun, rute berubah sehingga harus transit melalui Madinah (Kompas.id, 29/6/2024).
Penerbangan haji tahun ini menguak sejumlah masalah penerbangan. Garuda Indonesia perlu berbenah meski beberapa kendala terjadi di luar kendalinya.
Evita merekomendasikan, perlu program khusus untuk penyelenggaraan haji 2025. Sebab, persoalan keterlambatan ini juga terjadi pada 2023.
”Kalau kesalahan itu terus sama sekian tahun, pasti ada something wrong,” ujarnya.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Pesawat Saudia Arabian yang membawa calon jemaah haji kelompok terbang (kloter) 1 dari Kabupaten Bojonegoro embarkasi Surabaya bersiap lepas landas di Bandara Juanda Surabaya di Sidoarjo, Minggu (12/5/2024).
Apabila armada Garuda Indonesia tak cukup melayani penerbangan haji 2025, perlu dibuka kesempatan bagi maskapai lain untuk ikut berpartisipasi.
Hingga saat ini maskapai yang mengantongi izin menerbangkan haji hanya Garuda Indonesia dan Saudi Airlines. Hal itu bertumpu pada kesepakatan antara Indonesia dan Arab Saudi.
Gerry mengatakan, penambahan maskapai terbang haji akan dilakukan dari dua negara. Sejauh ini peluang yang paling memungkinkan pada maskapai penerbangan bertarif rendah, yakni Lion Air dari Indonesia serta Flynas dari Arab Saudi.
”Karena hanya mereka yang punya pengalaman melakukan penerbangan haji,” katanya.
Ia menilai, tak banyak yang bisa dilakukan Garuda Indonesia selama musim haji bertepatan dengan libur musim panas Eropa. Maskapai itu tak dapat memanfaatkan seluruh pesawatnya melayani haji, sebaliknya perjalanan reguler dilakukan pesawat sewa.
Berkaca pada akhir 1980-1990-an, pola tersebut dilakukan. Hasilnya, penerbangan haji memang memuaskan, tetapi kekacauan penerbangan reguler tak bisa dihindari. Hal itu sangat merugikan Garuda Indonesia karena merusak reputasinya.
Proses pemulangan haji masih akan berlangsung hingga bulan ini. Banyaknya persoalan teknis yang terjadi semestinya bisa menjadi bahan untuk berbenah agar tak mengulang kesalahan yang sama. Segala macam upaya dan antisipasi tetap perlu dilakukan.