PIKIRAN RAKYAT - Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan, Presiden Jokowi mengatur tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Aturan tersebut pun menimbulkan polemik.  Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menilai bahwa dengan adanya aturan tersebut, pemerintah melegalkan seks bebas bagi pelajar. Ia pun mempertanyakan kebijakan itu. “Alih-alih mensosialisasikan risiko perilaku seks bebas kepada usia remaja, malah menyediakan alatnya, ini nalarnya ke mana?” katanya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Antara pada Senin, 5 Agustus 2024. Menurutnya, kebijakan itu juga tak sejalan dengan amanat pendidikan nasional (Diknas), yakni menjunjung budi pekerti yang luhur dan dilandasi norma-norma agama yang telah diprakarsai oleh para pendiri bangsa Indonesia. "Itu tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama,” ujarnya. Oleh karena itu, ia menekankan bahwa pendampingan bagi siswa dan remaja merupakan hal yang penting. Apalagi, edukasi kesehatan reproduksi melalui bilai pekerti luhur dan pendekatan norma agama. “Tradisi yang telah diajarkan secara turun temurun oleh para orang tua kita adalah mematuhi perintah agama dalam hal menjaga hubungan dengan lawan jenis, dan risiko penyakit menular yang menyertainya,” ucapnya. Aturan Baru Pemerintah Pada 26 Juli 2024 lalu, Jokowi menandatangani PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. PP tersebut mengatur berbagai hal, yang salah satunya adalah penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Dalam Pasal 103 ayat (1) disebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi. Kemudian, dalam ayat (4) dijelaskan lebih lanjut bahwa pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja, paling sedikit terdiri atas deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.***