Sirekap tetap akan digunakan KPU untuk Pilkada 2024 meski di pemilu lalu sempat memantik kegaduhan di publik.

JAKARTA, KOMPAS — Meski penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap sempat memantik kegaduhan saat Pemilu 2024, aplikasi milik Komisi Pemilihan Umum itu akan kembali digunakan di pemilihan kepala daerah serentak nasional 2024. KPU mengklaim telah ada perbaikan pada Sirekap. Perbaikan diharapkan bisa mengatasi sejumlah kendala yang muncul di Pemilu 2024, utamanya soal alur pengumpulan data dan kecepatan akses.

Peneliti di Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Usep Hasan Sadikin, di Jakarta, Kamis (26/9/2024) mengatakan, teknologi rekapitulasi suara dan tabulasi hasil pemilu pernah berhasil dilakukan pada Pemilu 2014 dan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2015. Saat itu, alur pengumpulan data dan teknologi yang digunakan berbeda dengan Sirekap yang diterapkan untuk Pemilu 2024.

”Pada 2014 dan 2015, alur pengumpulan data dilakukan dari tingkat kecamatan atau kabupaten sebelum diunggah ke pusat sehingga jumlah file yang diunggah lebih sedikit dan prosesnya bisa lebih cepat. Sementara pada 2024, data dikirim langsung dari tempat pemungutan suara (TPS) ke pusat yang berarti volume data jauh lebih besar,” katanya.

Data yang diinput melimpah pada tiga hari pertama setelah pemungutan suara sehingga kapasitas penyimpanan dan kecepatan server tidak cukup untuk menangani lonjakan data. Akibatnya, tak sedikit petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di tempat pemungutan suara (TPS) kesulitan mengirim data. Puncaknya, setelah 5 Maret 2024, KPU tidak lagi menampilkan rekapitulasi perolehan suara dan perkembangan data masuk (Kompas, 6/7/2024). Tak hanya itu, problem di Sirekap itu sempat mengusik proses rekapitulasi suara di tingkat kecamatan. Proses rekapitulasi ini sempat dihentikan karena Sirekap mengalami kendala dalam pembacaan data.

Komisioner KPU Sumatera Barat Divisi Teknis Penyelenggaraan, Gebril Daulay, menunjukkan tampilan depan aplikasi Sirekap <i>mobile </i>di ponselnya, Padang, Sumbar, Rabu (2/12/2020).

KOMPAS/YOLA SASTRA

Komisioner KPU Sumatera Barat Divisi Teknis Penyelenggaraan, Gebril Daulay, menunjukkan tampilan depan aplikasi Sirekap mobile di ponselnya, Padang, Sumbar, Rabu (2/12/2020).

Usep menjelaskan, pihaknya pernah berkomunikasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) terkait permasalahan ini. Ia mendapatkan penjelasan bahwa perusahaan penyedia server Sirekap telah menjamin bahwa setiap kali ada peningkatan jumlah data, kapasitas server akan ditambahkan.

”Namun, dalam Pemilu 2024 tidak terasa penambahan kapasitas itu,” kata Usep.

Selain itu, Usep menyoroti data Sirekap yang sulit diakses masyarakat sehingga menimbulkan kecurigaan adanya rekayasa perolehan suara dan tak pelak memantik kegaduhan di publik. Imbas dari kecurigaan tersebut, tak sedikit peserta pemilu yang menjadikan data Sirekap sebagai dasar untuk mengajukan sengketa hasil pemilu ke Badan Pengawas Pemilu dan Mahkamah Konstitusi.

Belajar dari Pemilu 2024, menurut Usep, KPU harus mampu menjamin akses, transparansi, dan kecepatan data untuk memastikan hasil suara di TPS sama dengan yang ditampilkan di Sirekap. Apabila prinsip ini tidak terwujud, bisa jadi kegaduhan yang ditimbulkan Sirekap pada pemilu lalu terulang di Pilkada 2024 yang pemungutan suaranya bakal digelar pada 27 November mendatang.

Baca juga: Sirekap, Alat Bantu Pemilu yang Justru Timbulkan Kegaduhan

https://cdn-assetd.kompas.id/lWrD2DYAlEj7LmBWSqC-nsigPE4=/1024x1647/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F02%2F19%2F213b28dc-3df8-40a5-a9d4-2539188fc8d6_png.png

Tiga Sirekap

Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR, Rabu (25/9/2024), Ketua Divisi Data dan Informasi KPU Betty Epsilon Idroos mengungkapkan beberapa persiapan KPU terkait penerapan Sirekap dalam pilkada mendatang.

Ia menyebutkan, ada tiga jenis Sirekap yang akan digunakan, yaitu Sirekap Mobile yang akan digunakan oleh KPPS di setiap TPS dengan tujuan mempercepat dan mempermudah proses rekapitulasi suara.

Kemudian, Sirekap Web yang akan dipakai untuk penghitungan suara berjenjang dari tingkat kabupaten/kota, dan provinsi. Data rekapitulasi ini akan ditampilkan secara terbuka, dan KPU kabupaten/kota akan memastikan hasilnya dapat disaksikan oleh saksi dan Bawaslu. Sistem ini juga memiliki fitur visual yang menunjukkan kesalahan dalam penjumlahan data dengan perubahan warna. Ketiga, Sirekap Info Publik, menampilkan C-Hasil dan D-Hasil yang dijanjikannya, dapat diakses oleh masyarakat.

Betty menjelaskan, salah satu perubahan signifikan dalam Sirekap adalah penggunaan teknologi optical mark recognition (OMR) dan optical character recognition (OCR) melalui ponsel untuk mempercepat proses validasi data.

Anggota Ketua KPU, Betty Epsilon Idroos

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Anggota Ketua KPU, Betty Epsilon Idroos

Betty menjelaskan, sistem itu akan mempersingkat waktu tunggu dan memiliki 15 petunjuk matematis guna memastikan validitas serta akurasi data. Sistem ini juga memiliki fitur peringatan jika terdapat ketidakvalidan data atau masalah konektivitas antardata yang tidak saling terhubung.

”Jika ada kesalahan data, KPPS dapat memperbaikinya sebelum pengiriman. Jika ada alert, data tidak akan terkirim sampai masalah teratasi,” jelasnya.

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Kamran Muchtar Podomi, mengatakan, penerapan teknologi dalam pemilu merupakan keniscayaan. Teknologi dapat membantu penyelenggaraan pilkada. Namun, KPU harus bisa mengantisipasi apabila terjadi kesalahan teknis di tingkat bawah agar tidak ada kesalahan persepsi yang berujung pada kecurigaan masyarakat.

Selain itu, ia mengingatkan KPU agar memperhatikan keserentakan waktu dalam proses unggah hasil rekapitulasi suara. Hasil rekapitulasi yang tidak diunggah secara serentak dapat memicu kegaduhan. ”Misalnya di Karawang, ada 1 juta suara. Jika baru 6 kecamatan yang terunggah dan sudah ada yang merasa menang, potensi chaos bisa terjadi. Alamat yang disalahkan nanti adalah penyelenggara, dan teknologi yang akan dituduh,” tambahnya.

Baca juga: Rekapitulasi Suara di Kecamatan Dihentikan, Muncul Tudingan untuk Akali Suara

Baliho para calon kepala-wakil kepala daerah di salah satu sudut kawasan Tugu Religi Kendari, Kamis (26/9/2024).

KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS

Baliho para calon kepala-wakil kepala daerah di salah satu sudut kawasan Tugu Religi Kendari, Kamis (26/9/2024).

Sementara itu, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Reska Oktoberia, meminta agar Sirekap tetap difungsikan KPU sebagai alat bantu dalam proses rekapitulasi hasil suara. ”Sirekap ini alat bantu, jangan sampai menjadi alat ganggu. Transparansi pengumuman hasil dan rekapitulasi itulah maknanya dibuat Sirekap,” katanya.

Ia lantas menyoroti perbedaan kecepatan internet di berbagai daerah, yang bisa memengaruhi kelancaran proses pengunggahan data rekapitulasi. Khususnya, ia menyoroti toleransi waktu untuk wilayah-wilayah dengan infrastruktur internet yang masih tertinggal, seperti di Papua.

”Kecepatan internet berbeda di setiap daerah. Toleransi sampai kapan? Misalnya di Papua, berapa lama petugas Sirekap bisa melakukan unggahan? Jangan sampai ada detik-detik rekapitulasi nantinya masih belum direkap,” ujarnya.

Menjawab keraguan pada Sirekap, Betty mengklaim alat itu mampu menghasilkan tabulasi hasil pemilihan dengan tingkat presisi 99,9 persen. ”Kami masih perbaikan pascasimulasi dan akan disertai disclaimer info publik,” katanya.

Petugas KPPS memfoto dokumen pemilu untuk diunggah ke aplikasi Sirekap di TPS 27 Kelurahan Lengkong Gudang Timur, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (14/2/2024).

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Petugas KPPS memfoto dokumen pemilu untuk diunggah ke aplikasi Sirekap di TPS 27 Kelurahan Lengkong Gudang Timur, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (14/2/2024).

Untuk lebih memastikan penggunaan Sirekap lebih baik di Pilkada 2024, KPU berencana menguji coba secara nasional plus memberikan pelatihan bagi para petugas KPPS. Sosialisasi penggunaan Sirekap juga akan disampaikan melalui sejumlah media, termasuk video tutorial dan buku panduan.

Bagi daerah yang memiliki kendala akses internet, Betty memastikan Sirekap dapat digunakan secara offline. KPPS masih bisa memotret hasil penghitungan suara di TPS, dan data akan disinkronisasi secara otomatis begitu tersedia koneksi internet.

”Sirekap offline bisa digunakan sepanjang KPPS diminta untuk input data meskipun tidak ada internet. Mereka tetap bisa memotret dan saat berpindah ke tingkat kecamatan, data bisa disinkronisasi,” ujarnya.

Baca juga: Persoalan Struktural dan Finansial Hambat Anak Muda Terjun ke Pilkada

Dengan Sirekap itu, KPU berharap pilkada dapat berjalan lebih transparan, akurat, dan cepat, tanpa mengorbankan kualitas serta kepercayaan publik terhadap hasil pemilu.