JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024 tercatat mengesahkan sejumlah undang-undang (UU) yang mengundang tepuk tangan dari masyarakat. Berikut daftar UU yang disahkan DPR dan disambut meriah oleh publik selama peridoe 2019-2024: 1. UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) DPR secara resmi mengesahkan RUU TPKS menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (12/4/2022). Penantian ini sudah ditunggu selama 6 tahun oleh masyarakat. "Ini hadiah bagi seluruh rakyat Indonesia dan kemajuan bangsa kita. Karena UU TPKS adalah hasil kerja bersama sekaligus komitmen bersama kita, untuk menegaskan bahwa di Indonesia tidak ada tempat bagi kekerasan seksual," kata Ketua DPR Puan Maharani saat itu.  Sesaat setelah palu diketuk, suara tepuk tangan langsung membahana di ruang rapat paripurna.

 

Suara tepuk tangan itu berasal dari para anggota dewan dan masyarakat umum yang hadir di area balkon. UU TPKS merupakan aturan yang berpihak kepada korban serta memberikan payung hukum bagi aparat penegak hukum yang selama ini belum ada untuk menangani kasus kekerasan seksual. Menurut DPR, UU TPKS merupakan bentuk kehadiran negara untuk bagaimana memberikan rasa keadilan dan perlindungan kepada korban kekerasan seksual. Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga menyebutkan, ada sejumlah terobosan yang tertuang dalam UU TPKS. Pertama, UU ini mengkualifikasikan tindak pidana kekerasan seksual dan tindak pidana lain yang dinyatakan sebagai tindak pidana kekerasan seksual. Sejumlah jenis kekerasan seksual yang diatur dalam UU TPKS, antara lain pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan perkawinan, perbudakan seksual, serta kekerasan seksual berbasis elektronik.

 

Perkara tindak pidana kekerasan seksual juga tidak dapat diselesaikan di luar proses pengadilan, kecuali terhadap pelaku anak. Pemerintah menganggap terobosan-terobosan itu memenuhi kebutuhan masyarakat terkait kekerasan seksual. itu memenuhi kebutuhan masyarakat terkait kekerasan seksual. 2. UU Pelindungan Data Pribadi (PDP) RUU PDP akhirnya disahkan DPR dalam Rapat Paripurna kelima Masa Persidangan I Tahun sidang 2022-2023 pada Selasa (20/9/2022). Ini merupakan kabar baik bagi Indonesia. Apalagi, dalam beberapa tahun terakhir ini, keamanan data pribadi menjadi sorotan karena terus mengalami kebocoran.

 

UU PDP pun mengatur lembaga yang berperan dalam mewujudkan penyelenggaraan perlindungan data pribadi. Makna ”Kota Global” bagi Jakarta Artikel Kompas.id Dalam Pasal 58, disebutkan bahwa penyelenggaraan data pribadi ditetapkan oleh Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. Nantinya, lembaga tersebut akan merumuskan dan menetapkan kebijakan perlindungan data pribadi yang menjadi panduan bagi subjek data pribadi, pengendali data pribadi, dan prosesor data pribadi. Baca juga: Pengamat Prediksi Singapura Jadi Satu-satunya Negara Pembeli Pasir Laut Indonesia Lembaga tersebut juga bertugas mengawasi penyelenggaraan perlindungan data pribadi dan penegakan hukum administratif terhadap pelanggar UU PDP. Dalam Pasal 65, dijelaskan bahwa setiap orang dilarang secara melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat berakibat pada kerugian subyek data pribadi. Setiap orang juga dilarang secara melawan hukum mengungkapkan dan menggunakan data pribadi bukan miliknya. Apabila larangan itu dilanggar, dapat dipidana penjara maksimal lima tahun atau denda paling banyak Rp 5 miliar. Baca juga: UU Perlindungan Data Pribadi: Jenis Data dan Sanksi Pidananya Bagi setiap orang yang dengan sengaja membuat data pribadi palsu atau memalsukan data pribadi untuk meraup keuntungan, maka dapat dipidana paling lama 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp 6 miliar. Meski demikian, UU PDP tak kunjung menjadi jawaban bagi kebocoran data yang terus-menerus terjadi di Indonesia. Pakar keamanan siber Alfons Tanujaya mengatakan, UU PDP masih memerlukan aturan turunan dan lembaga khusus menangani masalah data pribadi. Baca juga: Menanti Jaminan Negara untuk Menyejahterakan Hakim... "Butuh waktu enam bulan sampai satu tahun. Kalau semuanya berjalan lancar, baru lembaga PDP ini bisa dibentuk dan aturan turunannya sudah jadi," kata Alfons kepada Kompas.com, Selasa (18/7/2023).

 

Ia menuturkan, UU PDP diharapkan mampu mencegah kebocoran data jika sudah diterapkan dengan benar. Namun, kondisi tersebut menurutnya bergantung pada implementasi dan kontrol terhadap UU PDP. "Jadi walaupun ada aturan UU PDP, tetapi tidak diimplementasikan dan ditegakkan dengan baik, ya tidak akan terlalu signifikan," ujar dia. Baca juga: Menanti Jaminan Negara untuk Menyejahterakan Hakim... 3. UU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) DPR mengesahkan UU KIA dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (4/6/2024) lalu. Disahkannya UU KIA memberikan angin segar bagi para ibu pekerja. Kini, mereka bisa mendapatkan hak cuti melahirkan hingga 6 bulan. Landasan hukum untuk cuti melahirkan selama 6 bulan bagi seorang ibu sudah dinantikan sejak lama. 

 

Sebelum Kritik Pimpinan KPK Sebab sejumlah negara sudah memberlakukan kebijakan itu dengan tujuan memberikan kesejahteraan batin bagi ibu dan anak. Makna ”Kota Global” bagi Jakarta Artikel Kompas.id Selain itu, UU KIA juga menjamin ibu yang bekerja dan mendapat cuti selama 6 bulan selepas melahirkan tetap mendapatkan gaji. UU KIA turut menjamin seorang ibu yang bekerja dan sedang melaksanakan cuti melahirkan tidak bisa diberhentikan dari pekerjaannya. Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily menjelaskan, cuti melahirkan sebagaimana diatur dalam UU KIA pada Fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan sebenarnya hanya tiga bulan. Baca juga: Pemerintah Bakal Buat Cuti Ayah Tak Hanya 3 Hari di Aturan Turunan UU KIA Kendati demikian, menurut UU KIA, durasi cuti melahirkan tiga bulan bisa diperpanjang menjadi enam bulan, asalkan dokter menilai ibu dalam kondisi perlu waktu pemulihan ekstra. “Sesungguhnya tidak enam bulan, (tetapi) tiga bulan. Ini sesuai dengan UU Ketenagakerjaan. Jadi, UU KIA ini difokuskan kepada ibu hamil dan ibu melahirkan, serta anak yang berusia seribu hari kehidupan itu,” ujar Ace, Rabu (5/6/2024). Jika ibu bisa mendapatkan cuti melahirkan hingga 6 bulan, bagaimana dengan ayah dari sang anak? Baca juga: Masa Kerja Berakhir Hari Ini, DPR 2019-2024 Tak Selesaikan 3 RUU Penting Berikut... Ketua Panja Pemerintah untuk UU KIA Lenny Nurhayati Rosalin mengatakan, durasi cuti untuk ayah sudah dibahas bersama-sama dengan sejumlah ahli saat proses penyusunan UU KIA. Hasilnya, cuti bagi ayah selama 2 hari dan bisa diperpanjang 3 hari berikutnya untuk keperluan pendamping ibu saat proses melahirkan, dan setelah melahirkan. "Cuti Ayah memang disesuaikan dengan kebutuhan. Karena waktu kita membahas RUU ini juga banyak dokter-dokter yang menyatakan bahwa kalau lahir normal itu, sebetulnya sehari saja sudah bisa pulang," ujar Lenny di Gedung KemenPPPA, Rabu (12/6/2024).

 

"Kalau operasi itu sebetulnya hari kedua juga sudah bisa turun dari tempat tidur gitu," kata dia lagi.  Baca juga: RUU KIA Disahkan, Begini Aturan Cuti Suami Saat Dampingi Istri Melahirkan Meski begitu, kata Lenny, aturan cuti ayah tersebut masih bisa diperpanjang sesuai kesepakatan dengan pihak perusahaan atau tempat kerja. Lenny meyakini bahwa permintaan itu dapat diberikan, terutama jika sang ibu mengalami kondisi kerentanan khusus usai melahirkan. Sebab, UU KIA juga mengatur pemberian waktu yang cukup bagi suami untuk mendampingi istri atau anak yang mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, atau komplikasi pasca melahirkan. "Bahkan nanti perusahaan pun mungkin akan membuat dan menyelaraskan lagi peraturan perusahaannya dengan UU KIA ini sebagai sebuah proses," kata Lenny.