INFO NASIONAL - Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) memandang pentingnya melibatkan generasi muda sebagai ujung tombak dalam proses restorasi ekosistem, khususnya melalui program Youth Conservation Trip #YCTrip yang menjadi bagian dari Youth Conservation Fest #YCFest2024. Program ini dilaksanakan di Desa Lukit, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, dengan fokus pada restorasi lahan gambut dan rehabilitasi mangrove.
Restorasi lahan gambut dan mangrove menjadi solusi efektif dalam menjaga ekosistem agar tetap lestari. Melalui Youth Conservation Trip, generasi muda dilibatkan secara langsung dalam berbagai aktivitas lingkungan. Di Desa Lukit, yang pernah mengalami kebakaran gambut besar pada tahun 2014, para pemuda diajak untuk memahami bagaimana masyarakat setempat berjuang mempertahankan lahan gambut yang vital bagi keberlangsungan hidup mereka. Mereka belajar mengenai penerapan strategi 3R (Rewetting, Revegetasi, dan Revitalisasi Ekonomi) yang telah berhasil menjaga lahan gambut tetap basah dan produktif.
Di bawah bimbingan BRGM, masyarakat Desa Lukit mengimplementasikan teknik rewetting dengan membangun sekat kanal dan sumur bor untuk menjaga kelembaban lahan gambut. Program penanaman pohon sagu menjadi solusi revegetasi, mengingat pohon sagu tidak hanya ramah terhadap gambut, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat. Hingga tahun 2024, sekitar 135 hektar lahan gambut telah berhasil direvegetasi, yang berdampak signifikan dalam mengurangi risiko kebakaran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Selain restorasi gambut, masyarakat Desa Lukit juga berhasil memulihkan ekosistem mangrove yang rusak akibat abrasi. Kegiatan rehabilitasi mangrove dilakukan secara mandiri oleh masyarakat, dengan dukungan BRGM yang menyediakan 60 ribu bibit mangrove. Salah satu tokoh masyarakat, Nurhaya, yang juga bendahara Kelompok Tani Hutan Mangrove Formula, mengungkapkan bahwa rehabilitasi mangrove telah membawa dampak ekonomi yang signifikan. Dengan pertumbuhan bibit mangrove yang mencapai 80 persen, masyarakat kini mulai mengembangkan produk olahan mangrove, seperti dodol mangrove, yang semakin populer di pasar lokal.
“Kami sangat terbantu dengan rehabilitasi mangrove ini. Tidak hanya memberikan perlindungan terhadap abrasi, tetapi juga memberikan sumber pendapatan baru bagi kami,” kata Nurhaya. Produk dodol mangrove dari Desa Lukit telah diundang untuk dipamerkan di berbagai acara nasional, menunjukkan potensi ekonomi yang luar biasa dari konservasi lingkungan.
Program Youth Conservation Trip tidak hanya mengajak peserta untuk memahami pentingnya restorasi ekosistem, tetapi juga menanamkan rasa tanggung jawab terhadap keberlanjutan lingkungan. Peserta diajak untuk langsung terlibat dalam kegiatan penanaman sagu dan mangrove, serta memahami manfaat nyata dari upaya konservasi tersebut. Salah satu peserta, Adam dari Green Leaders Indonesia, mengungkapkan kekagumannya atas ketangguhan masyarakat Desa Lukit dalam menghadapi krisis lingkungan.
“Melihat langsung bagaimana masyarakat Desa Lukit mampu bangkit dari kebakaran gambut dan mengembangkan produk turunan dari sagu serta mangrove adalah pengalaman yang luar biasa. Ini adalah bukti bahwa dengan kerjasama, kita bisa mengatasi krisis lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Adam.
Melalui kolaborasi antara BRGM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Institut Hijau Indonesia, program ini tidak hanya bertujuan untuk memulihkan ekosistem, tetapi juga memberdayakan masyarakat dan meningkatkan kualitas hidup mereka.(*)