BEKASI, KOMPAS.com – Mengikuti kelas membatik termasuk salah satu cara yang bisa dilakukan untuk merayakan Hari Batik Nasional dan melestarikan warisan budaya ini. Sayangnya, minat terhadap kelas membatik di kalangan masyarakat Indonesia tidak seramai di kalangan wisatawan mancanegara (wisman). Pendiri Griya Peni, Peni Cahyaningtyas mengungkapkan, animo kelas membatik di tempatnya memang pasang surut. Namun, jumlah masyarakat Indonesia yang berpartisipasi kian berkurang. Cuma, untuk orang Indonesia, menurut saya lebih banyak dari segi usia yang dewasa lanjut, bukan yang anak muda. Kalau luar negeri, Alhamdulillah sampai sekarang ada,” tutur dia kepada Kompas.com di Griya Peni Art Space, Pondok Gede, Kota Bekasi, Senin (30/9/2024). Griya Peni Art Space adalah tempat untuk belajar tentang batik dan mengikuti kelas membatik. Dua kegiatan ini baru mulai dilakukan pada tahun 2021 di sana. Lindungi Kebebasan Berpendapat Artikel Kompas.id Namun, sebenarnya edukasi tentang batik dan kelas membatik sudah dilakukan sejak tahun 2000 di berbagai tempat, seperti di kampus-kampus, di acara tertentu, dan kedai kopi. Indra Tjahjani, ibunda Peni, adalah penggagasnya, karena ia merupakan pegiat batik. Peni mengatakan, setidaknya ada beberapa wisman asal Swiss dan Belanda yang sengaja melancong ke Indonesia, khususnya ke Kota Bekasi, untuk mengambil kelas membatik privat di Griya Peni Art Space. Ada yang mengambil waktu selama tiga hari, bahkan sepekan, hanya untuk belajar membatik sambil mengedukasi diri soal batik. “Saat ini, justru lebih ramainya sama orang asing yang lebih tertarik mengenal batik (di Griya Peni Art Space). Untuk kita sendiri, saya enggak tahu apakah karena ada tempat lagi di Jakarta yang membuka kelas membatik, jadi pada ke sana,” tutur Peni. (kompas.com / Nabilla Ramadhian) Banyak bule tertarik belajar membatik Menilik hal tersebut, Peni mewanti-wanti, agar masyarakat mulai melek dengan betapa pentingnya batik sebagai warisan harta benda Indonesia. Pasalnya, batik sering menarik perhatian wisman yang berkunjung ke Nusantara. Saking tertariknya, mereka rela berlama-lama di Indonesia hanya untuk belajar membatik. “Jangan sampai, lima tahun ke depan, kita belajar membatik dari bule,” tegas Peni. Sebab, salah satu kliennya adalah seorang guru desainer fesyen di Swiss, ia memasukkan metode membatik di mata kuliah seputar fesyen. Artinya, sudah berapa banyak warga Swiss yang belajar tentang batik melalui kelas tersebut setiap harinya? “Dan dia beli bahan-bahan dari sini, kayak canting, lilin malam panas, dan kain. Dibawa ke sana. Ada juga cewek Perancis yang punya komunitas crafting. Dia mau bawa metode membatik ke sana juga,” ucap Peni.