SEPULUH nama calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah diumumkan Panitia Seleksi Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK, Rabu (2/10). Nama-nama tersebut juga telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo untuk diserahkan kepada DPR guna menjalani uji kepatutan dan kelayakan atau fit and proper test.
Fase di tangan DPR ini menjadi titik kritis. DPR akan memilih lima nama yang bakal menakhodai KPK sekaligus menjaga muruah lembaga antirasuah yang dalam beberapa waktu belakangan terjerembap.
Publik tentu belum lupa, KPK di era kepemimpinan Firli Bahuri sarat dengan masalah. Masalah membelit dari ketua hingga level pegawai, dari kasus hukum hingga persoalan etika.
Kini tentu masyarakat berharap DPR betul-betul menunjukkan komitmen pada pemberantasan korupsi. Caranya dengan memilih capim yang tidak bermasalah secara hukum, mempunyai integritas tinggi, memiliki independensi, dan menjunjung tinggi etika.
Untuk mendapatkan pimpinan lembaga antirasuah yang seperti itu, ajang uji kepatutan dan kelayakan capim KPK di DPR menjadi salah kunci. Maka, kita mesti sama-sama mendesak agar DPR tidak menjadikan proses itu sebagai ajang transaksional atau semata demi melayani kepentingan individu atau kelompok tertentu.
DPR harus betul-betul ketat menyaring dan menguliti kesepuluh capim KPK yang disodorkan. Dengan meloloskan capim yang punya rekam jejak masalah, baik persoalan hukum maupun etika, sama saja DPR tak ingin KPK bangkit dari keterpurukan.
Hal ini bukan tidak mungkin terjadi. Sebab, dari 10 capim yang diloloskan itu, ada beberapa nama yang dinilai bermasalah. Salah satunya ialah eks pimpinan KPK era Firli Bahuri, yakni Johanis Tanak. Johanis, yang memiliki catatan buruk soal etika, semestinya sejak awal pun tidak layak masuk daftar capim KPK.
Di samping itu, DPR juga harus memilih capim yang memiliki benturan politik paling minim. Pasalnya, seperti yang sudah-sudah, capim dari penegak hukum masih mendominasi. Ada yang dari kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Pansel sepertinya tetap memberi karpet merah kepada capim dari unsur penegak hukum. Capim dari unsur penegak hukum ini diyakini memiliki beban kelompok.
Berikutnya DPR diharapkan tidak memilih capim yang memiliki beban utang atau kewajiban kepada pihak lain. Memilih pemimpin dengan beban ini akan membuat KPK mudah diintervensi saat menangani kasus yang terkait dengan kelompok pimpinan KPK tersebut.
Sekali lagi publik berharap DPR periode 2024-2029 yang baru saja dilantik menunjukkan komitmen pada pemberantasan korupsi di negeri ini yang kondisinya kian mengkhawatirkan. Inilah ujian pertama bagi DPR yang baru dalam meneguhkan sikap mereka terhadap penuntasan kasus-kasus korupsi.
Namun, kita juga tidak bisa lantas bersandar kepada DPR semata untuk menunjukkan komitmen antikorupsi. Publik harus mau terlibat dalam pemberantasan korupsi. Publik hendaknya tidak bersikap apatis dengan kasus-kasus yang terjadi di tubuh KPK. Pun tak boleh abai dengan kasus megakorupsi yang divonis super-ringan.
Berikan masukan kepada DPR dengan mengungkap calon-calon pimpinan KPK yang memiliki masalah di masa lalu, baik hukum maupun etika. Kuliti sebelum mereka menjabat. Inilah saatnya kita bahu-membahu menguatkan lagi komitmen perang terhadap korupsi.